sixteen

374 15 0
                                    

✪ Taylor ✪

"Kau belum cerita bagaimana kau bisa sampai di sini, Zayzie. Jadi bagaimana? Mengapa kau bisa sampai di sini secepat itu?" tanyaku sambil menghadap Zayn, menunggunya menjawab.

"Jadi, aku berkunjung ke rumahmu dan aku tidak boleh masuk ke dalam. Penjagamu tidak pernah menonton televisi, ya? Mereka sama sekali tidak tahu siapa aku dan malah menuduhku yang macam-macam. Mereka pikir aku penjahat," jelasnya. Aku tertawa mendengarnya. "Itu alasan kenapa aku mengirim pesan padamu dan kau malah bilang kalau kau sedang dalam pesawat menuju Nashville. Akhirnya, aku kembali ke tempat kerja dan kulihat aku tidak punya pekerjaan minggu ini. Jadi, aku memutuskan untuk menyusulmu ke Nashville."

"Oh, jadi kau tidak sedang sibuk minggu ini?" tanyaku. Zayn mengangguk. "Berapa hari di sini? Kau sudah ada rencana untuk pulang?" tanyaku lagi.

"Aku masih belum tahu. Sepertinya tidak akan lama," jawabnya acuh tak acuh.

"Oh, aku akan pulang besok," aku memberitahu.

"Kalau begitu aku juga pulang besok denganmu," putusnya.

"Dasar, tukang ikut-ikut!" ledekku.

Zayn tidak peduli dan malah memutar matanya. "Omong-omong, teman-temanmu juga ikut pulang? Penjagamu bilang kalau tidak ada orang di rumah," katanya. Aku mengangguk sebagai balasannya.

"Ya, mereka juga ikut pulang ke rumahnya masing-masing. Jessie kembali ke Paris, Cara kembali ke London, dan aku kembali ke Nashville," jawabku.

"Pantas saja," katanya, "tapi kalian kompak sekali, ya. Salah satunya pulang, semua pulang."

"Pastilah," kataku bangga. "Memangnya kau belum bertemu dengan mereka, ya?" Zayn menggeleng. "Kapan-kapan kuajak ke rumah saat mereka berdua libur, deh."

"Aku hanya tahu namanya saja. Karena kau sering bercerita tentang mereka. Cara dan Jey..., Jay..., Zay..., Zayzie?" Aku tertawa mendengarnya.

"Mana mungkin Zayzie. Itu, kan, namamu. Namanya Jessie, Zayn," aku mengoreksi. "Mereka berdua directioners kalau kau mau tahu. Mereka bakal berteriak tidak jelas setiap mendengar One Direction disebut," jelasku.

"Oh, ya? Kalau begitu, aku harus segera bertemu mereka. Nanti, kalau mereka ada waktu luang, akan kuajak mereka untuk bertemu yang lainnya juga. Bertemu Niall, Louis, Liam, dan Harry," katanya.

"Serius?" Zayn mengangguk yakin. "Mereka berdua pasti akan sangat senang mendengar ini. Aku akan memberitahu mereka secepatnya begitu sampai di rumah," kataku semangat. Tahu-tahu, perutku bunyi. Mungkin karena belum sarapan dari tadi pagi. Mom dan Dad sudah pergi dari kemarin malam karena ada acara dengan kantor Dad, sementara Austin menginap di rumah temannya. Aku terlalu malas untuk memasak, jadi aku belum dapat asupan apapun. "Zayn, aku lapar."

"Kau lapar?" tanyanya lagi. Aku mengangguk. "Aku juga lapar. Bagaimana kalau kita ke KFC?" tawarnya sambil menunjuk restoran KFC di ujung jalan.

"Boleh juga, aku sudah terlalu lapar," kataku sambil berdiri dari posisi awalku, begitu pun Zayn. Setelah itu, aku mengunci pintu rumahku dan kami mulai berjalan menuju KFC.

"Kau mau apa?" Tanya Zayn saat kami sudah sampai di dalam KFC. Aku tidak menjawab dan masih sibuk menelusuri menu yang kupegang. "Hey! Kau mau apa? Kasihan pelayannya menunggu terlalu lama." Katanya lagi.

"Tunggu sebentar, kumohon," ucapku. Aku memasang tampang memelas pada sang pelayan dan aku masih bingung akan memesan apa. "Hmm..., aku pesan satu chicken sandwich dan hot tea saja. Oh, ya. Satu lagi, aku juga mau kentang goreng." Pelayan itu hanya tersenyum, lalu mencatat pesananku dengan Zayn. Setelah membawa nampan berisi pesanan kami masing-masing, kami berjalan menuju meja yang masih kosong.

Aku langsung melahap pesananku dengan segera, Zayn pun begitu. Mungkin karena kami berdua sudah sama-sama kelaparan. "Sekarang kita mau ke mana?" tanya Zayn. Aku mengangkat kedua bahuku. "Kau selalu saja tidak tahu," protes Zayn sebal. "Baiklah, kita pulang saja," putusnya.

"Apa?" Aku tersentak mendengarnya. "Kenapa pulang? Tidak! Aku tidak mau pulang. Jalan-jalannya baru sebentar. Aku mau jalan-jalan yang lebih lama lagi," protesku balik.

"Kau tidak tahu mau ke mana dan aku juga sudah kehabisan ide. Aku tidak tahu kita harus ke mana setelah ini. We better go home, Tayzie," ucapnya.

"Huh," desahku. "Kita jalan saja terus. Nanti, kalau ada tempat bagus kita berhenti," usulku meskipun ide tidak terarah seperti itu terdengar buruk. Zayn hanya memasang tampang meremehkan. "Ayo, cepat!" ucapku sembari menarik tangan Zayn pelan menuju keluar KFC. Sebelum itu, beberapa orang sempat menahan kami dan meminta untuk foto bersama. Dengan senang hati, aku dan Zayn berhenti dan berfoto bersama mereka. Tak terkecuali dengan para pelayan KFC yang rela menghentikan pekerjaannya demi mengambil foto bersama kami.

Setelah itu, kami berjalan menelusuri jalanan. Kami benar-benar tidak tahu tempat mana yang harus kami kunjungi. "Astaga!" Aku berteriak cukup keras seketika dan langsung refleks memeluk Zayn. Sebuah mobil hampir saja menabrakku. "Maaf." Aku buru-buru melepas pelukanku pada Zayn.

"Kau baik-baik saja, kan?" Zayn bertanya dengan penuh kekhawatiran sambil menoleh ke belakang untuk melihat mobil berkecepatan tinggi yang hampir menabrakku itu. Tatapannya tidak bersahabat dan aku langsung menggeleng sambil tersenyum padanya untuk menenangkan. "Jangan berjalan terlalu pinggir, Tayzie. Itu sangat berbahaya. Untung kau baik-baik saja." Zayn langsung menukar posisi menjadi yang berjalan di paling pinggir. "Sekarang kau lebih aman. Aku tidak ingin kau kenapa-kenapa," katanya. "Lagipula, tadi sudah kubilang, kan? We better go home, Tayzie."

"Ya, ayo kita pulang," kataku. Zayn menggandeng tanganku erat, sebelum kami berbalik menuju arah pulang. Aku merasa aneh dengan semua perlakuannya. Padahal, kejadian ini sering terjadi saat kami masih kecil. Ya, aku selalu berjalan terlalu pinggir dan aku pernah sampai benar-benar tertabrak saat itu, tapi aku merasa ada sesuatu yang aneh sekarang. Entahlah.

(^-^*)/ (^-^*)/ (^-^*)/ (^-^*)/ (^-^*)/

Aku terbangun sekitar jam sebelas siang keesokan harinya. Rasanya aku ingin tidur saja sampai besok karena tidak mau meninggalkan kamar dan tempat tidurku hari itu juga. Ya, hari itu tibalah waktu di mana aku benar-benar harus kembali ke LA. Bahkan hanya untuk sekadar pergi meninggalkan tempat tidur saja aku malas. Ditambah lagi, pengaruh cuaca yang agak dingin juga mendukungku untuk tetap berbaring dan enggan bangkit dari tempat tidur. Intinya, aku malas bergerak.

Sambil mengucek mata dengan tangan kiriku, tangan kananku meraba-raba untuk mencari ponselku yang tenyata tergeletak di bawah bantal. Aku menyalakan layarnya dan menemukan pesan Zayn di antara notifikasi lainnya. Tanpa pikir panjang, aku langsung membukanya.

Zayzie: pesawat jam 2 kan?

Me: Yea, u r8.

Zayzie: sdh siap2? Skrg jam set12 fyi

Me: Baru bangun tidur.

Zayzie: God! go get urself ready asap

Aku hanya membaca pesan Zayn tanpa membalasnya. Begitu sadar kalau aku bisa saja benar-benar tertinggal pesawat karena malas-malasan sejak tadi, aku langsung beranjak dari tempat tidur dan berjalan menuju ruang keluarga. Aku ingin mandi di lantai bawah saja, tapi aku malah menemukan Mom, Dad, dan Austin yang sedang berkumpul.

Mengurungkan niat untuk segera mandi dan bersiap-siap, akupun menyapa mereka. "Hai!" sapaku, lalu duduk di samping Austin.

"Hai, sayang," balas Mom. "Bagaimana tidurmu? Kau belum keluar dari kamar sejak tadi pagi. Apa kau baik-baik saja?" tanya Mom.

"Absolutely, i'm fine," jawabku sambil menganggukkan kepala. "Aku hanya malas keluar dari kamar. Aku pasti bakal kangen kasur dan kamarku."

"Bawa saja kasur dan kamarmu ke LA," tanggap Austin. Aku tahu dia bermaksud melucu, tapi raut wajahnya sengaja ia buat serius. Aku berakhir mendorong bahunya dan tidak tertawa sama sekali.

"Sedikit lagi berhasil, Austone. Tetap semangat, ya!" ledekku. Ia hanya memutar mata sementara Mom dan Dad tertawa kecil melihat tingkah kami berdua. Kejadian seperti inilah yang sudah langka terjadi. Meskipun menyebalkan, Austin pasti akan membuatku sangat merindukannya.

.

.

Some ideas from you guys would be great! I'd love to see that :)

It Just Happens ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang