twenty three

176 11 4
                                    

✪ Taylor ✪

Aku mulai lelah. Ini serius. Aku sudah mengatakan pada diriku sendiri kalau aku tidak akan membiarkan wartawan dan gosip memengaruhiku, tapi malah Cara dan Jessie yang jadi tantangan terberatku. Mereka selalu percaya pada media dan mengatakan hal-hal tidak benar padaku yang mereka temukan di televisi. Itu cukup mengganggu kalau aku boleh jujur.

"Itu tidak benar, teman-teman," kataku mencoba untuk mengklarifikasi pernyataan bohong yang biasa dibuat oleh acara gosip sok tahu itu dan berhasil membuat Cara serta Jessie lagi-lagi percaya.

Suasana hatiku langsung buruk dan aku buru-buru mengganti stasiun televisinya sebelum aku meledak. Ocehan Cara dan Jessie pun berhenti setelahnya karena Jessie pergi ke dapur dan Cara kembali ke kamarnya. Syukurlah. Ini masih pagi dan aku baru bangun sekitar sepuluh menit yang lalu, tapi apa yang kutemukan? Mereka sukses membuatku merasa buruk sekarang.

Aku mematikan televisi dan kembali ke kamar. Aku mengambil MacBook di atas meja dan menghidupkannya sambil berbaring di atas tempat tidur. Lebih baik aku menonton film daripada mendengarkan ocehan dan bualan acara gosip itu.

Love Actually!

Kalian tahu seberapa cintanya aku dengan film ini? Seluas samudera atau mungkin lebih dari itu. Sudah tidak terhitung jari lagi seberapa banyak aku menonton film ini dan anehnya aku tidak pernah bosan. Jadi, menurutku hanya film ini yang dapat mengembalikan suasan hatiku menjadi baik kembali.

"Tay, apa kau baik-baik saja?" Jessie tahu-tahu sudah muncul dari balik pintu kamarku setelah sekitar satu jam film itu diputar.

"Uh, aku baik-baik saja. Hanya perlu menyegarkan otakku sebentar. Aku benar-benar merasa buruk. Apa kau butuh bantuan?" tanyaku sambil mengubah posisiku menjadi duduk dan menekan tombol jeda.

"Tidak sebenarnya. Aku hanya ingin pamit pergi. Cara masih di kamar mandi. Jadi, hanya kau yang bisa kuberitahu," katanya yang membuatku mengerutkan dahi. Ini masih terlalu pagi dan Jessie sudah pasti tidak berangkat ke kantor karena dia memakai baju santai. Hari Sabtu pula, tapi kuurungkan niatku untuk bertanya. Aku tidak perlu tahu urusan Jessie.

"Oh, baiklah. Hati-hati, Jessie." Jessie pun melambai dan menutup kembali pintu kamarku bersamaan dengan aku yang memutar lagi filmnya. Aku sampai senyum-senyum sendiri karena aku suka sekali bagian ini. Bagiannya Mark dan Juliet. Ini adegan paling romantis menurutku.

"Tay!" Suara Cara terdengar dari luar kamarku.

Sepertinya aku menonton film ini di saat yang tidak tepat. Banyak sekali gangguan. "Tunggu!" teriakku, lalu mematikan MacBook-ku dan berjalan keluar kamar. Aku sudah tidak mau menonton lagi karena aku sudah cukup mendapat banyak gangguan.

Setelah menutup kembali pintu kamar, aku mendapati Cara yang sedang duduk di sofa dengan ponsel di genggamannya. Aku pun menghampirinya dan duduk di sebelahnya. "Kau mau ke mana?" tanyaku begitu sadar kalau pakaian Cara sudah terlihat siap pergi.

Cara mendongak dan menatapku. "Aku mau pergi keluar. Kau mau ikut atau mau di rumah saja?" tanya Cara yang langsung aku balas dengan gelengan cepat. Kalau tidak ada orang di rumah, berarti peluangku untuk menonton film tanpa gangguan semakin besar.

"Kau yakin? Kau terlihat sangat buruk setelah melihat berita tadi. Lebih baik kau ikut. Nanti kita makan siang dan bersenang-senang di sana."

Tidak ada hal lain yang kulakukan selain menimbang-nimbang ucapan Cara. Maksudku, aku benar-benar butuh penyegar otak dan aku butuh lebih dari sekadar menonton Love Actually. Aku harus keluar dan mengirup udara segar. Lagipula aku selalu bisa menonton film itu lain waktu.

"Baiklah, aku ikut," putusku, lalu masuk lagi ke dalam kamar untuk bersiap-siap.

Setelah mandi dan mengenakan pakaian, aku pun menyiapkan barang-barang yang akan aku bawa ke dalam tas. Barulah setelah itu aku menemui Cara yang sudah berada di luar rumah. Aku hendak masuk ke dalam mobil sebelum Cara menahanku.

It Just Happens ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang