twenty

279 12 2
                                    

✪Taylor ✪

"KAU?!" Aku menghela napas berat setelah melihat laki-laki tampan yang  malah berdiri di balik pintu. Oh, Tuhan. Bagaimana bisa aku menuduh laki-laki setampan ini sebagai orang jahat apalagi hantu? "Kau membuatku panik tahu. Aku kira siapa," kataku sambil mengelus-elus dada.

"Aku sudah bilang akan menjemput, kan?"

"Ini belum jam 7 dan kau orang yang sangat tepat waktu," kataku sambil menekankan kalimat 'sangat tepat waktu'. "Oh, Zayzie. Kita berangkat nanti saja, ya. Aku sedang menonton film," ucapku, lalu kembali masuk ke dalam rumah dan duduk kembali di sofa tanpa menunggu persetujuan dari Zayn.

"Love Actually?" tanya Zayn yang ternyata sudah ikut duduk di sampingku. Aku mengangguk semangat, tapi tanpa menoleh sedikit pun. Film ini terlalu menarik untuk aku lewatkan sedetik pun. "Kalau begitu, kita di sini saja sampai filmnya habis."

"Kau serius?" Zayn mengangguk dan aku dapat kesimpulan kalau Zayn juga ternyata suka film ini. Dia hampir hafal seluruh jalan ceritanya dan di mana adegan-adegan menariknya.

Begitu film selesai, Zayn beranjak dari sofa dan berdiri menatapku. "Jadi?" tanyanya sambil menungguku untuk ikut berdiri juga, tapi rasa malasku sepertinya lebih besar dari apapun. Lagipula sekarang sepertinya sudah terlalu larut untuk pergi ke luar.

"Aku malas," jawabku sekenanya.

"Eh, bisa-bisanya bilang malas. Kau sudah menyetujui ajakanku dari awal. Jadi, kau tidak bisa membatalkannya semaumu," protes Zayn tidak terima. "Ayo, cepat!" katanya sambil menarik lenganku agar ikut berdiri. Ini bagian ketika Zayn menghancurkan suasana hatiku karena dia sangat menyebalkan. Setelah ini, aku pastikan akan berpikir lebih keras lagi sebelum menyetujui ajakan Zayn. "Ayo!" Zayn menggengam tanganku dan menarikku lagi untuk segera berdiri.

"Zayn, ini sudah terlalu malam. Bagaimana kalau nanti kita pulang kemalaman? Aku tidak mau," kataku cemberut dan tetap duduk di sofa. Zayn hanya menatapku pasrah, lalu apa yang harus aku lakukan? Aku tidak mau mengecewakan Zayn, tapi aku juga tidak mau keluar semalam ini. Tahu-tahu, sebuah ide terlintas di benakku. "Zayn, bagaimana kalau kita memasak saja?"

Zayn menatapku heran dengan salah satu alis yang ditaikkan. "Memangnya kau bisa masak?" Aku mengangguk cepat. Di sela-sela kegiatan melamunku akhir-akhir ini, aku selalu menyempatkan diri untuk membaca beberapa buku resep dan mencobanya. "Sejak kapan kau bisa masak? Aku tidak mau pulang dengan perut sakit dan mual-mual." Lihat, Zayn terbukti menyebalkan, kan?

"Kau meremehkanku?" tanyaku tidak terima. "Baiklah, sekarang kau mau makan apa? Aku akan membuatkannya untukmu. Aku janji kalau rasa makanannya nanti tidak enak, kau boleh minta apapun dariku, tapi kalau sebaliknya, kau harus turuti apapun permintaanku. Deal?" tantangku sambil menyodorkan kelingkingku pada Zayn.

Tanpa ragu, dia menjawab, "Deal."

"Jadi, kau mau apa?" tanyaku. Zayn malah tersenyum jahil dan aku langsung tahu kalau dia sedang merencanakan sesuatu di kepalanya. Lihat saja nanti! "Ayo, cepat! Kau mau apa?"

"Goopy carbonara dan lasagna."

Aku melongo mendengarnya. Makanan itu terbilang cukup sulit untuk tingkat rata-rata sepertiku, bahkan bisa jadi sangat sulit. Aku kira Zayn hanya bercanda karena kupikir dia masih punya hati dan benar-benar waras, tapi aku salah. Dia mengangguk untuk meyakinkanku kalau dia sedang tidak bercanda.

"Zayn, satu saja sudah sulit. Kenapa harus dua?" tanyaku kesal. Aku memang sudah mempelajari berbagai menu masakan Italia karena itu memang menu favoritku, tapi bukan berarti aku langsung dapat memasak semuanya, kan?

"Tadi kau bertanya apa mauku, kan? Aku mau dua makanan itu dan kenapa sekarang kau protes? Kau seharusnya bisa menerimanya kalau kau memang jago masak," katanya dengan santainya. "Ayo, cepat!" katanya sambil menggenggam tanganku dan menarikku untuk segera berdiri lagi.

It Just Happens ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang