five

659 23 2
                                    

✪ Taylor ✪

Setelah berbelanja di salah satu toko baju, kami memutuskan untuk tidak lanjut berjalan-jalan. Ellie tiba-tiba merasa malas dan kupikir suasana hatinya sedang cukup buruk hari itu. Jadi, dia meminta supirnya juga untuk menjemput dan kami berpisah di sana.

Begitu sampai di rumah, Cara sudah duduk di sofa sambil membaca buku. Aku langsung mengajaknya memasak makanan. Karena aku dan Ellie tidak jadi makan bersama, aku merasa sangat lapar sekarang. Sebenarnya aku tidak tahu makanan apa yang paling mudah untuk di buat oleh dua orang yang sama-sama tidak bisa memasak. Akhirnya, aku dan Cara memutuskan untuk membuat panekuk. Setelah makan, Cara langsung tidur. Ya, dia tahu itu merupakan pola hidup yang tidak baik, tapi dia tetap melakukannya.

Sementara Cara tidur di kamarnya, aku duduk di sofa sambil menonton televisi. Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka dan langkah kaki yang mengikutinya. Buru-buru aku berlari menuju pintu. "Hai, Jessie!" sapaku kelewat riang, tapi senyumku langsung pudar saat melihat sesuatu yang salah dari wajah Jessie. "Wajahmu menjelaskan semuanya kenapa kau pulang terlambat." Jessie terlihat sangat lelah. Wajahnya tertekuk. Akhirnya, aku membiarkannya masuk dulu ke dalam. Aku berjalan ke dapur dan membuat segelas teh untuk Jessie. "Ini, diminum dulu," kataku sambil menyerahkan secangkir teh kepada Jessie.

"Terima kasih." Jessie langsung meminum tehnya, kemudian kembali bersandar pada sofa. Dia terlihat sangat lelah.

"Sebenarnya, apa yang terjadi?"

"Kau tahulah, masalah kantor," katanya sambil mengedikkan bahu. Benar dugaanku. "Aku harus mengurus laporan hasil penjualan karena manajer pemasaran kami, Edward, yang seharusnya mengerjakan laporan itu sedang sakit. Sementara Arthur meminta laporan itu selesai besok padahal aku juga sedang sibuk-sibuknya mengatur pemasokan barang," lanjutnya.

"Memangnya bosmu itu tidak memberi toleransi apapun? Kau, kan, juga harus mengatur pemasokan barang," protesku.

"Arthur tidak suka dibantah. Jadi, mau tidak mau aku harus melakukannya. It's okay, though. Aku sudah merasa lebih baik sekarang," jawabnya, kemudian meminum lagi tehnya hingga habis.

"Terima kasih banyak ya, Tay." Jessie beringsut mendekat dan memelukku. Aku tersenyum dan balas memeluknya. "Thank you for always being there for me in my up side down," katanya seraya menatapku dan tersenyum.

"It's my pleasure, Jessie," balasku sambil tersenyum. "Oh, ya. Tadi Ellie dan aku pergi berjalan-jalan. Tiba-tiba paparazi mewawancaraiku soal Zayn," ceritaku.

"Zayn? Kau sudah bertemu dengannya?"

"Ya, akhirnya kami bertemu tadi pagi. Mungkin ada paparazi yang melihatnya. Jadi mereka langsung bertanya-tanya tentang apa hubungan kami," jawabku. Jessie mengangguk-angguk. "Mungkin mereka bakal menanyakan hal yang sama pada Zayn nanti."

"Pasti. Mereka akan selalu mencari-cari berita terpanas. Itu kerjaan mereka, bukan?" Kali ini aku yang mengangguk. "Oh, ya. Cara di mana? Dia sudah pulang?" tanyanya.

"Dia sedang tidur di kamarnya. Lebih baik kau juga tidur. Kau pasti lelah, kan?" saranku.

"Ya, it's a though day. Kalau begitu, aku ke kamar dulu, ya," pamitnya sambil bangkit berdiri.

Setelah membawa cangkirku dan Jessie ke dapur, aku duduk kembali di sofa sambil menonton televisi. Ternyata, aku sudah ada di berita. Dari mulai aku dan Zayn yang sedang makan bersama. Ternyata mereka merekamnya. Saat aku dan Ellie berjalan-jalan, sampai saat aku mengklarifikasi tadi sudah diputar beritanya oleh beberapa stasiun televisi. Saat aku sedang mengganti channel secara acak, muncullah Zayn di layar. Dia menolak untuk mengklarifikasi pada media. Dia hanya berjalan terus saat dimintai keterangan.

It Just Happens ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang