twenty four

207 10 2
                                    

✪Taylor ✪

"Terima kasih, Zayzie," ucapku sambil menatap Zayn dengan senyuman, tapi belum sempat pintu mobil yang akan kubuka benar-benar terbuka lebar, Zayn menahan tangan kiriku. Aku pun kembali menolehkan kepalaku ke arahnya.

"Besok aku jemput jam 10 pagi, ya," katanya. Dia bilang apa?

"Zayn, mau ke mana? I've had enough paparazzi today," kataku khawatir ketika membayangkan besok kalau aku dan Zayn jadi pergi.

"Aku sudah bilang, kan? Semakin kau menjauh, semakin besar rasa penasaran mereka terhadapmu. Jangan pedulikan mereka. Don't let them control you," ucap Zayn sambil menangkup pipiku dengan salah satu tangannya. "Tayzie, it's your life, not them," lanjutnya lagi, lalu mengelus kepalaku lembut. Oke, kekhawtiranku mungkin berkurang banyak sekarang, tapi jantungku berdegup cepat, Zayn. Perasaanku benar-benar tidak keruan.

"O-okay, jam 10 pagi," kataku sambil memaksakan sebuah senyuman meskipun rasa deg-degan memenuhiku. Aku mundur sedikit karena kita semua sama-sama tidak ingin Zayn mendengar suara detak jantungku, kan? Dengan begitu, tangan Zayn terlepas dari kepalaku dan dia membiarkanku keluar mobil.

Apa yang terjadi padaku?

Setelah melambai pada Zayn, aku berjalan ke dalam rumah dan aku tidak menemukan Cara maupun Jessie di dalam. Aku pun melirik jam yang tergantung dan terlihat jelas masih menunjukkan pukul delapan. Baiklah, sekitar dua jam lagi sebelum mereka semua mendapat masalah.

Aku masuk ke dalam kamarku untuk mandi. Setelah itu, aku memakai baju tidur, mengambil ponselku, dan kembali keluar untuk menonton televisi. Aku sempat mengganti beberapa stasiun televisi, tapi sebenarnya fokusku tidak tertuju ke sana. Aku sedang membuka akun Instagram-ku dan aku menyesal pada detik berikutnya. Aku masih belum bisa menerjemahkan arti dari segala reaksi yang kurasakan terhadap Zayn dan aku sudah dapat masalah baru. Aku merasakan mataku memanas dan aku yakin buliran air mata akan turun kalau aku tidak mematikan ponselku sekarang.

Aku semakin galau waktu sadar kalau Cara dan Jessie masih belum pulang. Aku butuh mereka untuk cerita dan ini sudah hampir jam sepuluh. Mereka ke mana?

Doaku sepertinya didengar Tuhan karena setelah itu, Jessie datang diantar Liam. Aku tidak memerlukan seorang jenius untuk memastikan kalau mereka memang sedang dekat sekarang. Hanya Tuhan yang tahu apa mereka masih dekat atau sudah pacaran seperti Cara dan Harry. Aku bahagia untuk mereka dan aku tidak perlu mengulik-ulik beritanya dari Jessie. Kalau dia siap, dia pasti cerita.

Masih setengah jam lagi sebelum jam sepuluh dan aku tidak akan cerita pada Jessie sebelum Cara datang. Aku ingin mereka berdua mendengarnya dan memberikan jawabannya padaku. Aku dan Zayn sudah bersahabat lama sekali dan apa yang kurasakan ini baru. Aku tidak pernah merasa seperti ini pada Zayn sebelumnya. Aku tidak merasa bahagia atau apapun. Aku cuma merasa takut sekali dan khawatir akan banyak hal.

Cara akhirnya tiba dan itu hampir jam sepuluh malam. Dia diantar Harry dan aku sempat menerima banyak permohonan maaf dari Harry karena mengantar Cara terlambar. Secara teknis dia tidak terlambat, tapi Harry tetap minta maaf. Mungkin dia terlalu takut kalau tidak dipercaya lagi dalam menjaga Cara.

Selepas Harry pergi, aku membiarkan Cara membersihkan dirinya dulu, sementara Jessie sudah duduk di sampingku. Sepertinya aku memancarkan aura-aura galau karena Jessie menatapku khawatir, lalu merangkulku. Aku pun menidurkan kepalaku di bahunya dan memejamkan mata. Merasakan rasa ketakutan yang semakin membesar.

Begitu Cara akhirnya berkumpul bersamaku dan Jessie, aku sudah menangis dalam dekapan Jessie. Aku takut sekali dan itu membuatku bingung harus menjelaskannya dari mana. Cara sampai beringsut ke dekatku untuk menenangkanku juga. Sadar kalau aku meminta mereka ke sini bukan untuk melihatku menangis, aku pun menegakkan posisi tubuhku dan mengelap air mataku dengan tangan.

It Just Happens ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang