Arief berlari ke arah ruang paduan suara. Diikuti Ana dan Putra di belakangnya. Sesampainya di ruang paduan suara, anak-anak paduan suara tengah berkumpul mengelilingi Ica.
"Kenapa, Ca?! Kok bisa?!" Tanya Dinda yang juga anggota paduan suara.
"Aku, aku nggak tau. B, bukuku tadi aku taruh di meja. Terus, kutinggal untuk beli makan. Waktu aku kembali, bukuku sudah seperti ini," Jelas Ica sambil mulai menangis sesenggukan.
"Ca!" Seru Arief sambil mendekati Ica. Ica yang terduduk di lantai langsung mendongak, melihat Arief, Ana, dan Putra.
"Rief, bukuku....." Ica menangis lagi.
Ana langsung membawa Ica ke tempat duduk agar dia bisa menceritakan semuanya dengan tenang. Sementara anak-anak paduan suara yang lain, digiring Putra ke ruang di lantai pertama. Dinda memberinya air minum, sebelum Ica mulai bercerita.
"Tadi, sekitar setelah shalat Ashar, aku meletakkan bukuku di meja ruang paduan suara, tepatnya di meja itu," Ica menunjuk salah satu bangku yang langsung dilihat oleh Arief dan Putra. "Setelah aku meletakkannya disana, aku pergi untuk beli makan. Rencananya, setelah ini kami akan latihan untuk upacara tanggal 17 besok," Ujar Ica lagi.
"Oh iya, hari Senin kan' tanggal 17 kita upacara, ya," Kata Ana menanggapi. Dinda hanya memberi isyarat dengan jarinya supaya Ana diam."Setelah aku beli makan, aku kembali lagi ke ruang paduan suara. Aku berniat mengambil bukuku yang isinya lirik lagu yang akan kami nyanyikan di upacara. Aku coba buka bukuku, mungkin aja tertukar sama yang lain," Jelas Ica tidak menggubris tanggapan Ana.
"Dan setelah kamu buka, ada coretan itu?" Tanya Arief. Diluar dugaan, Ica mengeleng.
"Bukan bukuku yang dicoret-coret, melainkan bukuku disobek untuk dicoret-coret," Jawab Ica yang menimbulkan kerutan bingung di wajah Arief.
"Maksudmu? Memangnya ada anak kurang kerjaan menyobek buku terus dicoret-coret?" Dinda yang penasaran langsung melontarkan pertanyaan.
"Awalnya aku pikir juga aneh, tapi begitu aku ambil kertas yang dicoret-coret tadi isinya bukan hanya coretan, tapi ada tulisannya juga," Ica semakin merinding menjelaskannya. Ana yang menyadari itu mengusap pelan bahu Ica.
"Tulisan lagi? Apa yang tertulis?" Tanya Arief mengeluarkan notesnya (lagi).
"Ini...." Ica menunjukkan kertas yang terselip di bukunya. Arief, Ana, Dinda, dan Putra langsung tergelak.
Tulisan itu ditulis dengan spidol merah, tulisannya sama dengan surat yang diberikan kepada Ana waktu itu.
"Aku..... Cinta ketua kelas? Lagi?" Dinda melongo tak percaya.
"Si peneror ini benar-benar ingin ditangkap rupanya," Ana menimpali sambil menyiapkan tinjunya.
"Hei! Sedang apa kamu disitu?!" Teriakan Karisma terdengar dari dalam ruangan paduan suara.
Dalam hitungan detik, langsung terdengar suara langkah kaki orang berlari. Putra yang paling dekat dengan pintu langsung berlari mengejar Karisma.
"Hei! Tunggu!" Karisma terus berlari mengejar seorang anak laki-laki tanpa memedulikan Putra yang berusaha mengejarnya.
Merasa tidak kuat berlari lagi, Karisma lebih memilih menyerah. Ia berhenti sambil mengambil nafas. Putra mendekati Karisma yang duduk di dekat taman.

KAMU SEDANG MEMBACA
DEATH CLASS
Teen FictionDelapan A ( 8A ) diulangi lagi biar paham, DELAPAN A. Siapa yang nggak kenal si kelas artis yang selalu keluar dari mulut para guru? Kami memang kelas rusuh, but, cerita suka dan duka tak pernah lepas dari kelas kami. Kejadian aneh satu persatu mula...