Chapter 7

12.8K 1K 55
                                    

2 Minggu Kemudian...

Prilly POV

Kalian tau, betapa kesalnya aku saat ini? Menunggu Ali yang tak kunjung datang sejak tadi. Kalau suruh ia menyuruhku menunggu di Mall, Cafe boleh saja. Atau langsung menjeput ke apartemenku. Tapi, sekarang, Ali justru menyuruhku menunggu dirinya di srumah makan yang bisa di bilang sederhana ini. Aku bahakn tak betah berada di sini.

Ya, aku dan Ali menjadi makin dekat belakangan ini. Kami berdua hanya berteman. Aku merasa ada perubahan dari diriku yang sekarang. Menjadi lebih baik dari sebelumnya. Itu semua berkat Ali.

"Hai," sapa seseorang yang tak lain dan tak bukan adalah Ali. Pandanganku mengikuti pergerakan Ali yang mengambil duduk di kursi depanku.

"Seneng ya bisa ngerjain gue. Emangnya gak ada tempat lain apa selain di sini? Gue kan gak biasa ka- mphhhhh." Ucapanku terpotong karena Ali membekap mulutku dengan tangannya tiba-tiba.

"Mmmmmm... mhyi... mph" Rancauku tidak jelas. Akhirnya, aku menggigit telapak tangannya yang ada dimulutku. Dan berhasil, tangan Ali terlepas. Aku tertawa melihat Ali yang kesakitan.

"Rasain tuh. Salah sendiri lo nakal, sih. Jadi kena gigitan vampir cantik. Dan sebentar lagi lo bakal jadi vampir kayak gue terus musuhan sama bangsa serigala," entah apa yang aku bicarakan barusan. Intinya, aku hanya ingin bercanda saja.

"Ngomong apa sih, Prill. Gue gak ngerti," aku hanya memutar bola mataku jengah. Apa dia tidak pernah nonton TV. Sampai-sampai sinetron yang terkenal itu dia gak tau.

"Udahlah, lupain aja. Lo mau apa lagi di sini? Yuk kita pergi. Gue udah gak betah," rengekku pada Ali.

"Masa datang ke sini cuma duduk-duduk aja. Nih, lo harus cobain makanan di sini. Enak loh.. gue jamin lo pasti suka. Kebetulan gue juga belum makan."

"Whattt?! Enggak, deh. Makasih atas tawarannya, gue udah kenyang," kataku berbohong karena tidak mau memakan makanan di tempat seperti ini. Aku sebenarnya belum makan sejak tadi siang.

"Di sini bersih kok, Prill. Sayuran sama ikannya di pilih yang segar. Percaya deh sama gue," ucap Ali yang sepertinya tau apa yang ada di otakku.

"Beneran?" Tanyaku memastikan. "Iya, bener. Kalo seandainya lo sakit perut atau keracunan dan mati, gue yang akan tanggung jawab," aku mencubit tangan Ali keras.

"Aliiiii, gue serius tau!"

"Iya, udah deh, percaya sama gue," Akhirnya aku pun mengiyakan untuk makan. Ali memanggil mbak-mbak yang merupakan pelayan di rumah makan ini.

"Nasi padang 1 sama teh es manis satu, mbak. Prill, lo pesan apa?" Tanya Ali paraku setelah berbicara dengan pelayan tadi. "Em, apa ya. Spaghetti sama Lemon tea aja deh," aku mendengar Ali dan pelayan tadi malah tertawa. Loh? Emangnya kenapa? Ada yang salah?

"Prill, beneran lo seumur hidup gak pernah makan di rumah makan biasa?" Tanya Ali dan aku menggeleng. Ya, seumur hidupku baru ini aku ke rumah makan sperti ini.

"Maaf, mbak. Kalau mau pesan mie yang kayak gitu gak ada. Adanya cuma mie goreng sama mie kuah. Kalau minuman, adanya es teh di campur jeruk nipis," ucap pelayan itu.

"Yaudah mbak, samain aja kayak punya saya," pelayan tadi mengangguk setelah itu berlalu.

"Masa iya gue makan mie goreng sama es teh campur jeruk nipis," gumam Prilly yang masih dapat di dengar oleh Ali. Ali terkekeh mendengarnya.

"Kalau mau yang kayak gitu, maaf gue gak bisa bayarin. Mahal, hehehe," Ali cengengesan sendiri. Aku hanya tersenyum menanggapinya, takut jika nanti ucapanku menyinggung perasaannya. Sambil menunggu, aku mengeluarga iPhone ku dari tas milikku.

Cinta Beda Derajat ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang