Refeno berjalan ke kamar mandi, tengah malam. Rasanya tidak tahan menahan sakit diperutnya.
Refeno meringis berkali kali ketika merasakan mulas diperutnya, entah makan apa ia hari ini.
Sebelum keluar toilet, Refeno meraih tissue dan mengelap wajahnya, ketika membuangnya, Refeno tertarik dengan bekas bekas test pack yang mengusik matanya.
Tangan Refeno terulur mengambil beberapa bekas test pack di tempat sampah kecil itu.
Matanya menyerngit.
Apa ini? Beberapa bekas test pack itu bergaris dua? Dan menandakan positif? Mengapa?
Annika membohonginya? Atau apa?
Refeno dengan cepat keluar kamar, dan membangunkan Annika tak sabaran.
"Hmm, apa?" Tanya Annika
"Ini apa?" Refeno mengangkat tinggi tinggi tangannya yang sedang memegang beberapa test pack itu.
"Kamu bohongin aku? Apa maksud dan tujuannya?" Tanya Refeno pelan tapi tajam, dingin, menakutkan.
Annika diam membeku, lalu perlahan menundukan wajahnya.
"Jawab." Perkataan Refeno semakin pelan tapi menusuk.
Refeno memegang dagu Annika dan mengangkat wajahnya agar menghadapnya.
Annika yang tak tahan dengan tatapan Refeno mulai terisak, "hikss... maa..f.." air mata Annika meluncur dengan lancarnya.
"Sini." Refeno mengajak Annika keluar kamar, dan membawanya ke ruang keluarga, jauh dari kamar.
"Bisa dijelaskan tidak? Jika tidak aku akan langsung marah. Bersyukurlah kali ini aku mau mendengar penjelasan." Semarah apapun Refeno mengetahui Annika berbohong, tetapi tetap saja di lubuk hatinya terdalam dia senang jika Annika memang benar benar sedang mengandung, lagi.
"A...ku tadi test, hasil pertama sih negatif. Hasil selanjutnya dan seterusnya kok positif. Aku kan bing...ung..." Annika berkata terbata dan sesenggukan
Refeno meraih kepala Annika ke pelukannya, "jadi kamu bingung mana yang bener?" Tanya Refeno
Annika mengangguk.
"Apa salahnya rundingin sama aku? Kan kita bisa cari jawaban nya sama sama. Besok kita ke dokter kandungan ya?" Refeno berkata panjang dan lembut, tumben.
Annika mengangguk.
"Tapi kenapa kamu ngasih hasil yang negatif nya doang?" Seledik Refeno.
Annika terisak lagi, "aku takut. Pertama, aku yang sadar dengan gejala gejala yang timbul dalam diri aku, dari mual sampai pusing dan gak mau makan. Terus Nabila waktu itu main kesini, lihat aku muntah, dan dia bilang aku hamil."
"Terus kamu pulang, dan bilang aku juga hamil, dilihat dari tanda tandanya. Aku juga tahu gejala semacam ini, tapi aku mencoba menepisnya jauh jauh, makanya aku kasih hasil yang negatif ke kamu. Aku mau semua orang berhenti berfikir aku hamil lagi, aku takut beneran hamil." Annika terus saja terisak.
"Loh? Kenapa takut coba?"
"Kamu gak tahu? Vier masih 6 bulan, Reno masih 3 tahun. Dan aku akan punya anak lagi?"
"Loh, emangnya salah? Enggak kan?"
"Bukan gitu. Reno lagi seneng senengnya lari lari. Bentar lagi Vier bakalan mulai aktif merangkak dan gak bisa diem, kaya Reno dulu. Terus aku hamil? Aku gak yakin bisa jagain mereka sendiri, ditambah nanti jadi 3." Annika menangis, lagi lagi.
"Stttttt, kan kita bisa sewa baby sister." Refeno menenangkan
Annika menggeleng keras, "aku gak mau kalo anak anak ku nanti tergantung sama baby sister, dan lebih membutuhkan bahkan lebih menyayangi yang mengasuhnya daripada yang melahirkannya."
Refeno diam cukup lama, sampah akhirnya, "kita urus bersama sama, ya." Refeno mengecup kening Annika.
"Kamu yakin mau ikut repot repot urus?" Tanya Annika
Refeno mengangguk, "kenapa nggak?"
"Terus kenapa kamu gak bisa gantiin popok?"
"Aku kan cowok."
"Banyak kok cowok bisa ngurus anak bayi."
Refeno diam.
"Bahkan, kalo Vier poop, kamu heboh nyuruh aku jangan buka pampers nya, sebelum kamu keluar kamar. Bagaimana bisa kamu gantiin popoknya?" Tanya Annika. Refeno terdiam
Memang, Refeno tak tahan menghirup bau pup orang lain, mungkin belum terbiasa. "Okey, aku nanti bakalan belajar."
***
"Bunnnnnd, ayoo." Teriak Refeno yang sudah siap dilantai bawah sedang menggendong Reno.
"Bentar, yah! Sini dulu deh! Bawain tas baby!!!" Teriak Annika balik dilantai dua, tepatnya di kamarnya, yang sedang kerempongan berdandan dan membawa Vier serta tas dirinya.
Refeno menaiki tangga dengan cepat lalu menuju kamar, membuka pintunya, "mana?" Tannya nya pada Annika
"Tuh di kasur."
Refeno membawa tas baby yang berukuran cukup besar itu yang isinya sudah bisa ditebak peralatan kedua jagoannya.
Annika berjalan kearah garasi dan diikuti oleh Refeno dibelakang.
"Yah, anak anak titipin di rumah ibu aku atau kamu?" Tanya Annika.
"Terserah."
Annika memutarkan bola matanya, "dirumah ibu kamu aja, lebih deket jaraknya dari kantor, terus kamu kan ada meeting jadi daftarin aja dulu aku ke dokter, nanti udah kamu meeting jemput ya?" Saran Annika hanya diangguki Refeno
***
"Nyonya Abliano." Nama Annika dipanggil.
Annika yang sedari tadi tegang, meremas tangan Refeno, tiba tiba ingin tertawa.
Lucu saja mendengar dirinya dipanggil nyonya Abliano, terdengar aneh di telinganya, karena dirinya jarang dipanggil seperti itu.
Refeno merangkul Annika menuju ruangan,
***
Annika keluar ruangan dengan wajah pucatnya, ketakutan nya menjadi kenyataan.
Dokter kandungan itu mengatakan, jika Annika memang sedang mengandung, sudah 2 minggu.
Refeno senang, kesal, dan jengkel, sekaligus kasian bercampur aduk.
Senang, semoga saja kali ini anaknya perempuan.
Kesal, mengapa Annika harus takut mempunyai anak lagi?
Jengkel, melihat Annika menangis mulu.
Kasian, Annika pasti lelah, wajahnya pucat sekali.
***
"Kenapa, no?" Tanya ibu Refeno, setelah menyuruh Annika istirahat dikamarnya dulu.
"Annika hamil lagi."
"Serius? Asik dong bakal punya cucu baru, jadi banyak." Ibu Refeno tersenyum cerah.
"Tapi Annika takut bu, takut punya anak lagi, katanya takut yang dua kurang terperhatikan. Kan kalo gini bahaya juga, gak boleh stress ibu hamil, kan?"
"Ya pasti sih no stress. Annika masih muda, dan udah mau punya anak ke 3 sedangkan anak keduanya masih 6 bulan."
Refeno mengacak ngacak rambutnya, "dia juga gak mau pake baby sister."
"Gimana dong, bu?"
"Jalanin aja, nanti juga ada jalan keluarnya. Reno atau Vier mau sama ibu juga gak apa apa."
Refeno menggeleng, "Annika selalu pengen ngebesarin anak anaknya dengan tangannya sendiri."
"Ya kamu bantuin. Bukan bikinnya aja yang doyan." Ibu Refeno tertawa meledek.
"Buuuuuuuuuuuuu."
"Masih bisa yaaaa merengek, anak udah mau 3."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Obstacle
Romance(18+) Sequel dari Slighted!!! yang mau baca cerita ini, coba baca Cerita Slighter dulu, biar nyambung dan paham.