5

2K 189 6
                                    

VERANDA

Sekarang jam 07.30. Aku demam. Ya, mungkin ini akibat kemarin aku sempat hujan hujanan. Apakah Kinal juga? Ah, dia kan kuat. Masa sih kena hujan dikit sakit?

Ya, tapi kan Kinal juga manusia ya. Wajar aja sih.

Aku mengecek handphoneku. Sudah jam 8 lewat. Tibatiba pintu kamarku terbuka.

"Hai, Veranda?"

Nggak asing lagi. Kinal.

"Hai, Kinal."

"Kamu sakit?"

"Mmhm. Demam doang kok."

"Istirahat yang banyak ya. Kalo perlu senin nggak usah berangkat."

"Iya, Kinal."

"Udah makan?"

"Uhm, Belum"

"Makan dulu yuk. Mau?"

"Ngga ah. Ngga enak mulutnya."

"Ssht. Nggak boleh nolak. Mau sembuh ga?"

Aku mengerucutkan bibirku dan Kinal tersenyum.

"Yaudah, aku ambilin makanannya dulu, ya?"

Aku mengangguk.

Kinal keluar dari kamarku, mengambil makanan mungkin.

Aku merasakan ada hal yang berbeda dari Kinal. Sejak kemarin. Ah, mungkin itu perasaan ku saja karena aku sedang sakit, mungkin?

Kinal masuk lagi, membawa se-mangkok bubur ayam. Kesukaanku. KENAPA IA SELALU TAU SEMUA HAL YANG AKU SUKAI?!

"Nih. Aaaaa~"

Aku memakannya. Kinal menyuapiku. Mama dan Papa belum kembali dari luar kota. Aku nggak mau bikin Mama sama Papa khawatir. Jadi yasudahlah. Jangan sampe mereka tau.

"Nal. Kamu beli bubur ini dimana?"

"Di depan rumah situ. Nggak enak?"

"Enak kok. Kok kamu tau aku suka bubur itu?"

"Hahahaha. Kan aku stalker."

"Astaga."

"Kenapa?"

"Ngga."

"Kenapa kamu megangin perut? Kamu hamil?

"KINAAAAL NGGAAAK"

"Nggak apa?"

"AKU NGGAK HAMIL ISH."

"Oh. Kamu PMS?"

"IYA KAYANYA HAAA MULEEES."

"Tahan tahan. Ini udah buburnya? Gue makan aja ya?"

"Bilang aja mau. Wle."

"Hehe. Aku abisin ok?"

"Yayayaya."

Seharian itu, Aku habiskan didalam kamar. Kinal membawa koleksi CD bajakan Drama Koreanya dan kami menontonnya bersama.

"Eh, Veranda."

"Ya?"

"Pernah mikir nggak?"

"Ya pernah lah. Masa nggak sih?"

"Bukan itu maksudnya."

"Apa?"

"Pernah punya perasaan yang sulit di jelaskan nggak?"

"Oh, Itu. Ya pernah sih. Cuman ya aku sih biasa aja."

"Emang pernah ngerasain?"

"Iyalah. Manusia kan semua punya perasaan."

Kinal menoyor kepalaku.

"KENAPA HARUS NOYOR KEPALA SIK?!"

"Gausah nyolot dong. Biasa aja."

"Iyaiya ini nggak nyolot."

Kinal tersenyum. Tapi senyumannya berbeda. Ada sesuatu yang tidak bisa kujelaskan. Apaan sih, Nal?

Jangan bikin aku penasaran gini.

TBC.

Unchained FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang