18

1K 97 0
                                    

Throwback

30.04.18.

"Di tengah deburan ombak pantai, ditemani suara suara kicauan burung dan matahari yang mulai tenggelam, aku bertanya pada awan,

Apa kabar?

Hari hari tanpamu sudah kulewati dengan tabah dan sabar. Awalnya kupikir ini berat, namun ketika aku berfikir bahwa kamu bahagia tanpa aku, aku menyerah dan memilih jalanku sendiri.

Untuk kesekian kalinya, aku meminta maaf karena telah mengambil langkah untuk mundur. Aku terlalu berani untuk mencintaimu, padahal kenyataanya adalah sebaliknya.


Veranda, maafkan aku.

Kamu tahu? Selama aku pergi, aku dapat banyak pembelajaran

Salah satunya tentang mengikhlaskan.


Bahwasannya melupakan itu adalah perihal mengikhlaskan. 

Diam dan perlahan, lepaskanlah. 

Semakin lama kau mengikhlaskan, semakin mudah untuk melepaskan.


Menangis adalah hal yang wajar, veranda. Menangislah.

Maafkan ragaku yang tidak bisa berada disampingmu.

Pada akhirnya, Veranda.

Sebuah hubungan akan menemukan akhirnya.

Perpisahan, dan pertemuan adalah takdir seluruh manusia,

dan tidak ada yang bisa menolak hal tersebut.

Kita tidak tahu,

kapan, siapa, dan apa yang membuat akhir dari kisah ini.

Kita juga tidak tahu,

apakah kisah ini akan berujung bahagia, atau malah nestapa.

Jika perpisahan adalah akhir,

maka apa yang bisa kita bisa lakukan,

hanya bagaimana kita menghadapi dan menyikapi perpisahan ini dengan baik baik,

tanpa satu dari kita yang terluka.

namun, itu tak mungkin, bukan?"


- devi kinal putri, yang terlalu berani mencintai veranda.


Kinal membaca kembali surat itu. Berkali kali ia berfikir, haruskah ia memberikan surat ini pada Veranda di bar? Atau nanti Veranda akan menemukan sendiri dimana surat ini? Akhirnya ia memilih untuk membawanya, perihal diberi atau nanti sang puan menemukannya, itu urusan terakhir.


Veranda

Dengan sekuat tenaga dan kewarasanku yang mulai memudar, aku memabawa Kinal kerumah sakit. Aku tidak peduli apa apa yang akan terjadi pada diriku sendiri, aku hanya berharap tidak akan ada hal yang terjadi padanya. 

Kinal sudah berada didalam dan aku sendirian disini. Merutuki diri sendiri tanpa guna. Jika saja.. Jika saja.. dan jika saja. Aku tidak membawa pistol itu. Jika saja..

"Anda keluarga dari Nona Kinal?"

"Iya, sus."

"Ini, barang barang yang kami temukan disaku celana pasien. Kami sedang berusaha untuk menyelamatkan dia. Tolong bersabar dan berdoa untuk hal hal yang terbaik."

"Baik, dok."


Surat yang diberikan oleh suster itu kugenggam erat erat. Ada beberapa jejak darah disana. Aku ingin membukanya namun aku belum bisa.. menambah luka luka yang sudah menumpuk disini.

Aku benci pertemuan.

karena setiap pertemuan akan berakhir sebagai perpisahan yang pedih.


Tapi dari Kinal aku belajar bahwa menentang takdir adalah hal yang buruk.



Dokter keluar dan mengabarkan padaku bahwa ia selamat, namun kesempatan hidupnya tak banyak. Tembakannya pas mengenai organ vitalnya yang mengakibatkan luka yang cukup parah.

Kini ia hanya bisa terkulai lemas diatas ranjang itu, tanpa bahasa.


Tiba tiba, seorang laki laki bertubuh tinggi mengetuk pintu. Ia membawa bunga. Fido.

mantan pacar kinal.

Ketika Fido menatap mataku, ia langsung menaruh bunganya diatas nakas dan mencekik leherku.

"Lo. Udah berani beraninya ngehancurin hidup Kinal dan hubungan dia sama gue!"

"Do, please dengerin penjelasan gue dulu."

"Gaada yang harus dijelasin lagi, Veranda! Kinal udah berubah, Kinal nggak kaya dulu lagi. Dia.."



"Do, jangan..."

Suara parau Kinal langsung membuat seisi ruangan yang panas menjadi hening tanpa suara.

"Cukup."

Fido melepaskan cekikannya di leherku. 


"Kamu nggak papa, nal?" tanya Fido

"Kamu ngapain lagi kesini, do? Ada barang aku yang ketinggalan di koskosan kamu atau gimana? Ada utang aku yang belum kebayar?"

"Nggak, nal. Aku udah tau semuanya. Maafin aku, ya."

"Kamu nggak perlu minta maaf. Semua udah ada yang ngatur, kita nggak bisa ngelakuin apapun, do."

"Dan, Veranda,"


Akhirnya kamu ngomong sama aku, Nal.

"Sekeras apapun cara kamu, sekeras apapun usaha kamu untuk ngehancurin hubungan aku sama Fido, kamu nggak akan bisa merubah takdir aku. We cant unchain our fate."

Ada jeda dan helaan nafas yang cukup panjang disana, lalu ia menggapai tanganku, menggengamnya sambil mengelusnya perlahan.

"Kamu harus berani melepaskan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu. Karena jika.. kamu memaksakan untuk menggengam semua... yang kamu inginkan.. 

maka kamu akan kehilangan semua.. nya."

Kinal menyuruhku untuk mendekat, lalu berbisik

"karena sejauh apapun jarak, doa akan sampai."

Tangannya terlepas dari pipiku. Airmataku akhirnya mulai meluncur dengan bebasnya. Fido memeluk bahuku sambil menepuknya perlahan.


Perpisahan memang selalu menyakitkan.



TBC




Unchained FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang