13

1.7K 150 3
                                    

ati ati batal.

Kinal merasa sedih. Ia tak tahu bahwa Veranda akan menjadi seperti ini. Karena sebelumnya Veranda terlihat sangat baik baik saja.

Kinal ingin meninggalkan Veranda disana. Tapi ia berfikir, mungkin siapapun bisa saja mencelakakan Veranda. Apa yang harus ia lakukan?

"Just stay in here. Dont leave me." kata Veranda meracau.

"I cant."

Kinal menghela nafas beratnya. Akhirnya ia menggendong Veranda untuk masuk kedalam mobilnya, memesankan sebuah hotel, lalu meninggalkannya. Mungkin ia akan lebih aman disana daripada harus kuantarkan kerumahnya. Terlalu beresiko.

Sepanjang jalan, Kinal masih memikirkan apa yang sudah Veranda lakukan disana. Apakah teman teman disekolahnya membullynya? Atau memang dia tertekan? Apa dia memang benar benar tidak menginginkan perpisahan ini?

Hujan turun dengan derasnya. Veranda sudah tertidur lelap dikursi penumpang disamping Kinal. 

"Sabar, Ve, bentar lagi sampe..."


Kinal

Gue udah gabisa mikir apapun lagi. Gue gendong Veranda, gue reservasi, karena sebelumnya gue udah pesen via t..... , tinggal ambil kunci, check, selesai.

Veranda sudah tertidur. Pas gue angkat badannya ternyata sekarang dia udah lebih berat dari yang gue inget. Makanan bandung kan enak enak yah, mungkin disana dia makan mulu. :')

Bibirnya membuka. Badannya panas. Untung aku membawa baju ganti tadi di mobil. Ia, gue tadi ngegantiin baju Veranda, kan basah, ujan. GUE NGGAK NGAPA NGAPAAEEN!!!

Aku terduduk dipinggir ranjang. Bingung. Apakah aku akan menjaga Veranda disini, atau aku kembali saja?

.. Kembali, atau tetap disini?

Sebuah pertanyaan yang membingungkan.

Yasudah. Aku tinggal disini saja. Hujan terlalu deras diluar.

Aku mengambil guling dan membuat space diantara aku dan Veranda. agar Tidak akan terjadi hal hal yang tidak aku inginkan.

Aku mengambil headsetku dan memutar playlist Broken Heart di Spotify. Ntah mengapa aku ingin mendengarkan playlist itu.

Aku tertidur.

Jam berdenting, Jam 10 rupanya. Aku terbangun.. kebelet pipis. Ahelah, males bangeet iniiih rasanya.

Aku langsung bangun dan ke kamar mandi.

Selesai dari kamarmandi, Aku tidak melihat Veranda dikasur. Kemana dia?

Saat aku duduk di pinggir ranjang, Ada sesuatu yang hangat melingkar dipinggangku.

"Kinal..."

"V.. Ve?"

Kau tahu? Pemaksaan untuk melupakan seseorang hanya membuatmu tersiksa.

Botol demi botol kuminum. Wajah Veranda yang kelelahan disampingku bekelebat dikepalaku.

Ia langsung bangun dan mencium leher ku kasar. Awalnya aku menolak, tapi Veranda tetap meneruskan ciumannya. Kasar, tapi tetap hangat..

Aku menelepon layanan kamar untuk memesan beberapa botol alkohol. Aku.. tidak tahu apa yang harus kulakukan.

Aku berjanji dalam hatiku
Hanya sekali ini saja.

Aku berbalik badan dan langsung memeluk Veranda yang ada dibelakangku. Aku mencium bibirnya, erangan demi erangan yang ia teriakan ku biarkan.

Kau yang memulainya.

Ia melepaskan bajuku. Aku melepaskan bajunya. Kulempar saja sembarangan. Tiba tiba sekelebat muka Diasta menghampiri memoriku. Air mataku jatuh.

Veranda semakin kasar. Ia berbalik menindihku. Melepaskan semuanya hingga tidak ada yang tersisa. Ciuman demi ciuman yang Veranda berikan kepadaku membuatku mengerti bahwa Ia memang merindukanku.

Sangat merindukanku dan sangat tersiksa.

Veranda masih tetap memelukku dengan erat, lalu menggendongku ke kamar mandi. What the f, Veranda. What we we will gonna do?

Aku tidak pernah berfikir Veranda akan melakukan ini padaku.

Ia menyalakan showernya. Ia memelukku, Lalu kami berciuman. Dan malam itu berakhir dengan singkat.

Permainan kami selesai. Veranda mengeringkan badannya, Meneguk satu botol alkoholku, lalu tertidur. Aku memakai bajuku, lalu terduduk diam.

Aku harus pergi.

Aku meneguk botol demi botol yang sudah kupesan tadi. Juga mengambil rokok yang ada didalam saku Veranda.

Saat aku membuka kotak rokoknya, Ada secarik kertas yang membuatku menangis.

Demons of Darkness.

She stood on the bridge 
In silence and fear
For the demons of darkness
Had driven her here

They cut her heart 
Right out of her chest
Making her believe 
That the demons knew best 

They were always there
Sometimes just out of sight
Waiting in the background 
Till the time was right 

These demons were destructive 
Knocking down the life she knew 
Hating everything about her
She hated herself too

These demons can't be seen
But they're far from fairy tales 
They live inside your mind 
Their evilness prevails 

So on the bridge she stood
About to end the fight
Then she stopped and thought
I'll fight them one more night.

Setelah membaca itu aku menangis, dan mulai terpengaruh dengan Alkohol itu.

Jam 4 pagi, aku terbangun. Aku harus kembali. Dengan sempoyongan, aku bangun dan menulis surat untuk Veranda. Barangkali ia bingung saat ia bangun nanti.

"... till we meet again, ve."

TBC

Unchained FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang