Enggak Gigit

3.2K 189 4
                                    

Buat yang bingung visualnya di ganti, iya bener aku ganti

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.








Buat yang bingung visualnya di ganti, iya bener aku ganti. Beberapa kata ada yang di revisi, tapi alur cerita tidak berubah sama sekali ya.

Selamat membaca dan jangan lupa apresiasi karya penulis dengan vote dan comment

***


Jam berapa ini?

OH, tidak.

Oke, Aryan tidak peduli ini jam berapa karena untuk membuka mata saja rasanya sulit sekali. Kepalanya juga terasa amat pusing.

Aryan melanjutan tidurnya setelah menggunakan celana pendek hitam yang diambilnya dari bawah tempat tidurnya.

Dingin sekali dan ia tak menemukan remote AC nya. Tapi Aryan bersyukur. Paling tidak ia menemukan celana kesayangannya. Aryan tersenyum, kemudian melanjutkan tidurnya.

Kenapa tadi ia tidur hanya memakai pants hitamnya? Apa yang terjadi? Kenapa ia terbangun di kamarnya? Bukankah kemarin sore ia baru saja melancarkan aksi kabur dari rumah neneknya sampai punggungnya terbentur jendela?

Tunggu.

Siapa juga yang melepas jeansnya?

Astaga.

Mungkin Ibunya, pikirnya.

Aryan tersenyum miris, dengan mata masih tertutup.

Ya, mungkin Ibunya yang melepaskan jeansnya.Tidak mungkin Ayahnya atau Omanya. Ayahnya sih yang paling tidak mungkin. Mau ditaruh dimana harga dirinya ini di depan Ayahnya nanti.

Baru saja Aryan ingin memejamkan matanya, di bawah sana adik kecilnya bergetar.

Apa ini?

"Blacky...lo bikin gue kaget aja---oh halo sayang?" Ucap Aryan dengan suara serak khas bangun tidurnya.

"Iya ini aku udah bangun kok---hoammm...." Aryan segera menutup mulutnya yang sembarangan menguap di saat yang tidak tepat.

"I'm not lying Karina." suara Aryan melembut.

"I'm just on the way to school oke, love you."

Setelah menciumi layar si blacky, Aryan kembali ambruk ke kasur dan memejamkan matanya.

***


Dilain tempat seorang gadis dengan surai panjang berwarna hitam legam sedang memegangi ponselnya dan menatap layarnya yang baru saja menggelap setelah bunyi tut lumayan panjang.

"Karin sayang...kenapa sih liat handphone terus? Mikirin bebeb Ayan ya? Kenapa? Dia bolos lagi?" tutur salah satu sahabatnya.

"Makan dulu Rin, seharian lo belom makan kan? Mikirin si Ayan mulu sih." Sahut temannya yang lain.

"Aryan ya namanya bukan Ayan." Karin memasang wajah datar tapi kemudian menahan tawa. Ia menyeruput jus mangga yang tadi ia titip pada temannya, karena jujur saja ia sedang malas hanya untuk sekedar menggerakkan kakinya.

"Kangen ya sama doi?" Sahut Dina, yang langsung menyenggol hati Karin mendengar kata-katanya saja.

Kangen? Karin kangen Aryan? Ah iya, sedikit. Hari-harinya di sekolah terasa sepi dan kosong tanpa Aryan belakangan ini.

"Lagian orang kayak gitu di pacarin sih beb."

Karin mendelik. Tidak terima kalau teman-temannya menjelekkkan Aryan. Bukannya mendukung ia memperbaiki pacarnya yang yaa harus dia akui rada gesrek itu.

"Oiya Rin, gue liat Aryan di club beberap hari lalu. Dia lagi party sama temen-temennya. Sumpah deh!" Ujar Shafa setelah menelan baksonya.

"Ooo my god, its about Aryan Sakha again?" Ujar Nayla sambil menggebrak meja.

"Shut up, gue mau denger ceritanya si Shafa. Saf, lanjut." Perintah Nayla pada Shafa.

"Bego lu berarti clubbing juga dong?"

"Iya. Hehe. You know me lah." Sahut Shafa dengan wajah santai.

Aryan di club?

Tidak salah lagi. Kenapa Karin harus mempertanyakan hal itu. Apakah dia tidak mengenal pacarnya? Berapa tahun sih  mereka berpacaran?

Tiba-tiba matanya memanas dan Karin tidak bisa berpikir terlalu banyak, paling tidak untuk saat ini.

"Uhm....guys gue duluan ya. Mau ke ruang OSIS." Karin berdiri dari kursi kantin sambil membawa jus mangganya.

"Lo nggak makan dulu Rin? Nanti sakit lho. Sampe lo sakit, bakal gue cincang-cincang tuh si Aryan." Ucap Shafa terlihat bersungguh-sungguh.

"Gampang deh nanti. Gue udah janji sama anak-anak mau rapat buat ngebahas demo ekskul."

"Lama-lama gue ambil dah bebeb Aryannya Rin kalau lo sibuk mulu." Ujar Nayla becanda.

"Ambil aja kalau lu kuat ngadepin dia Nay." Jawab Karin santai.

Mata bulat Nayla jadi terlihat lebih bulat saat perempuan itu melotot.

"Nggak jadi deh Rin, gue takut sama si Aryan."

"Dia ngga gigit kok." Karin tertawa.

"Yaudah, gue duluan ya. Bye all." Karin melambaikan tangannya pada teman-temannya.

Teman-teman Karin hanya menatap kepergian sahabat mereka sambil menghela napas dan menggelengkan kepala.

Kalau sudah sayang memang susah. Karin sangat menyayangi Aryan, itu yang sahabat-sahabatnya pahami.





Bersambung...

Give me votes and comment guys to support this story and to be a better story.

Thankyou

Bad ThingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang