.
.
.
.
Gemas.
Kata itu yang pantas untuk situasi sekarang. Karin gemas liat Aryan, inginnya nyamperin tapi dia menahannya. Tanggung lah, harus totalitas kerjain anak orang.
Disisi lain lapangan, Aryan melihat ke arah Karin dan Daffa. Jelas. Aryan nggak buta kok. Yah ada yang patah tapi bukan ranting. Mau nyamperin tapi takut jadu ribut. Ribut lagi. Aryan kan lagi berusaha ngurangin hobinya yang itu. Nurut apa kata Karin, biar cepet balikan.
Kemeja cowok itu sudah raib entah kemana, menyisakan--kaus hitam bawahannya tentu masih celana abu-abu. Ekspresinya sedikit bisa Karin tebak dari penglihatannya. Itu ekspresi Aryan kalau cowok itu lagi menahan emosi, atau lebih tepatnya lagi cemburu. Pas banget siang-siang panas, iya--wkwkw Aryan kayak lagi kebakaran jenggot pemirsa.
Kok ganteng sih ya tapi Aryannya. Ya, memang Aryannya kok, selamanya sih gitu.
Aryan lihat Karina Salsabilla---ya mantan pacarnya bersama musuh bebuyutannya. Mereka juga jadi musuh karena hanya satu perempuan. Aryan ga pernah terima miliknya di sentuh orang lain.
Tapi Daffa selalu nekat. Dan belum saja tangannya ber-high five dengan rahang si Daffa itu.
Tapi Aryan gamau buat masalah. Nanti Karin malah makin mendorongnya jauh.
Dan Aryan nggak bisa lebih jauh lagi dari Karin.
***
Karin mendapat kesempatan jalur undangan atau SNMPTN. Tapi belum; hari pengumumannya. Karin ingin sekali nanyain langsung sama Aryan apa cowok itu juga mendapatkan jalur itu.
Karin ingin tau.
Jelas, masa depan lelaki yang di cintainya itu.
Bucin. Bodo, Karin ngga peduli wahai permisa.
"Daf, stop disini."
Tiba-tiba Daffa narik rem, terus heran.
"Kenapa Rin? Ada yang ketinggalan?"
Karin memang minta anterin Daffa, acara foto udah selesai. Nanti malam color run nya, syarat pakai baju seragam SMA buat di warna-warnaan. Tapi Karin sepertinya ngga akan ikut itu acara, mendadak kepalanya sangat pusing. Jadwalnya sih dia datang bulan, mungkin itu penyebabnya.
"Gue gajadi minta anterin, sorry. Thankyou ya Daf."
"Lo mau kemana? Kepala lo udah baikan?"
"Uhm..udah kok. Gue baik-baik aja. Bye Daf!" Karin turun dari mobil Daffa, jalan balik ke arah gedung sekolahnya.
Untung belum jauh.
Sampainya dia di sekolah. Gedung udah lumayan sepi. Karin mencari seseorang yang di carinya tapi nggak nemu.
Oke, dia hampir nyerah. Perutnya sakit lagi, seperti di remas kuat. Sebelum makin parah, Karin sempat sampai di toilet cewek walaupun langkahnya tertatih.
Damn it. Dia ga bawa obat yang biasanya jadi penolong dia. Karin terpekur lemah di salah satu bilik, dia duduk di toilet yang Karin harap bisa redakan sakitnya.
"Karin, hey you can do it. Cmon." berucap pada diri sendiri untuk menyemangati.
Sampai ketidakberdayaannya dan ia setengah sadar kemudian saat mulai kembali kesadarannya ada rembesan darah di rok abu bagian depannya.
Rasa sakitnya juga semakin menjadi.
Karin mendapati dirinya panik, airmatanya yang sialan itu menetes begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Things
Teen FictionMengandung konten bucin Aryan Sakha Prawira kepada Karina Salsabilla. P.s. Konfliknya ringan, yang mau baca silakan. Isinya tentang cinta yang sederhana namun bisa bertahan, saling memberi semangat dan berperan sebagai penguat.