Alina's pov
Aku masih setia mengamati sketsa jadwal dan rancangan acara yang telah dibuat untuk besok sore. Keputusan yang paling menyebalkan dan membuat kepala ku sakit adalah saat teman-temanku menunjukku menjadi koordinator acara.
Keseharianku yang sibuk, makin bertambah sibuk dengan tanggung jawab yang sekarang aku terima. Tapi, mau bagaimana lagi? Menolak pun percuma, teman-temanku yang sekeras batu itu tidak akan mau menerima alasan apapun untuk aku menolaknya.
Entah sudah berapa kali aku menghela nafas gusar dan mengusap wajah kusutku. Rasanya aku ingin melempar dan membakar habis kertas-kertas yang ada di hadapanku saat ini.
"Aarrghh, oh Tuhan.. kapan penderitaanku ini akan segera berakhir??" Tanyaku dengan nada sedikit berteriak. Aku melempar kertas yang ada di tangan ku itu, lalu beranjak dari duduk ku, mengambil air di atas meja kecil yang terdapat di kamar ku itu. Aku meneguk habis minuman itu, lalu berjalan kembali ke arah tempat tidur. Hh.. aku berfikir untuk beristirahat sebentar, sebelum aku harus kembali menyibukkan diri dengan kertas-kertas yang membuat ku err pusing setengah mati.
Tring..
Baru saja aku memejamkan mata ku, dering notif dari ponsel ku kembali terdengar membuat aku lagi-lagi harus mengeram kesal dan juga mengelus dada ku sabar."Ngapain dia nelpon sepagi ini?" Batinku heran, lalu dengan sekejap aku menekan tombol warna hijau pada layar ponselku itu
"Hallo" sapaku
"Lin, lo udah bangun?" Tanya si penelepon membuatku memutar bola mataku kesal "boro-boro bangun, tidur aja kagak" batinku
"Belom, yaudah lah, Van ngaco deh"
"Hehe.. kali aja gitu" ujarnya
"Terus kalo gue belum bangun, yang ngangkat telepon dari lo ini siapa? Hantu?"
"Yah... semacam itu mungkin" jawabnya santai yang membuatku langsung tergelak
"Sialan lo" ucapku ketus dan disambut kekehan olehnya
"Haha.. becanda kali, Lin sensi banget sih lo, lagi pms ya?" Godanya yang lagi-lagi membuatku merenggut kesal. Orang ini memang selalu bisa membuatku kesal, dan senang dalam waktu bersamaan. :)
"Jalan yuk, Lin" ajaknya dengan nada memelas manja "dari pada lo diem di rumah sambil ngurusin kertas-kertas tebel alias proposal yang cuma bikin lo pusing, mending kita keluar, kita bisa nonton, makan, ahh pokok nya banyak deh, Lin. Ayoo dong"
"Emm.. iya juga sih, Van kerjaan gue juga udah mulai beres" balasku membuatnya berteriak girang
"Yess.. oke see you cantik, 30 menit lagi gue sampe rumah lo" belum sempat aku membalas ucapannya Vano sudah terlebih dahulu menutup sambungannya. Dasar, Alvano gila. Batinku terus mengutuk dirinya.
Dengan langkah terseret aku menuju kamar mandi, bersiap untuk pergi bersama Vano.
Tak butuh waktu lama aku telah siap dengan jeans hitam panjang sampai mata kaki dan kaos panjang polos berwarna biru yang ku pakai, tak lupa kerudung dan flatshoes yang senada dengan bajuku. Perfect. Ucapku dengan memandang pantulan tubuhku pada cermin di hadapanku.
Author's pov
Tin.. Tin..
Suara klakson mobil yang berasal dari depan rumahnya membuat Alina terkesiap,'itu pasti, Vano' batinnya. Buru-buru ia menyambar sling bag kesayangannya dan turun untuk menemui Vano yang pasti tengah menunggunya.Dan seperti dugaannya, Vano dengan santai menyenderkan tubuhnya pada bak mobil depannya. Tangannya melempar-lemparkan kunci mobilnya sambil mengerlikan matanya nakal ke arah Alina, membuat gadis itu bergidik ngeri. Alina menghampiri Vano sambil menunjukkan wajah jijiknya.
"Pagi, cantik" sapanya genit membuat Alina lagi-lagi bergidik ngeri dan menunjukkan ekspresi mualnya, membaut Alvano terkekeh geli.
"Udah ah, kita langsung pergi aja" ujar Alvano sambil membukakan pintu mobilnya untuk
Mobil Alvano melesat meninggalkan pekarangan rumah Alina. Mereka pergi menuju tempat yang mungkin akan membuat suasana hati keduanya senang.
Setelah satu jam perjalanan, akhirnya mereka sampai di tempat yang mereka tuju.
De'Ranch Bandung.
Itulah yang pertama muncul di benak Alina. Ternyata Vano membawanya ke Bandung, tepatnya ke salah satu tempat wisata yang ada di sana.Alina tersenyum senang saat ia pertama kali menginjakkan kakinya di tempat wisata tersebut. Ia memejamkan matanya sejenak, menghirup sebanyak-banyaknya udara sejuk yang tak pernah ia rasakan di Jakarta.
Vano tersenyum melihat Alina yang begitu menikmati suasana tempat ini. Dia sama sekali tidak menyesal telah membuang waktu dan juga kuotanya untuk mencari informasi tentang tempat wisata di daerah Bandung. Entah kenapa ia lebih memilih Bandung sebagai tempat tujuan mereka sekarang ini, yang jelas ia sangat bahagia karena semua usahanya bisa terbayar hanya dengan melihat senyum dan wajah damai gadis di depannya ini.
Vano berjalan menghampiri Alina dan berdiri tepat di samping gadis itu. "Biasa aja kali, neng kaya gak pernah ngerasain udara sejuk aja"
Alina sontak langsung membuka matanya dan menatap tajam pria itu "sialan lo, Van. Gue emang jarang banget ngerasain udara seger kaya gini, bahkan hampir gak pernah" ujarnya lemah. Matanya menatap kosong, menerawang pada kejadian dimana ia harus merenggang nyawa hanya karena ingin menghirup udara segar di hidupnya.
Vano menatap Alina sendu seolah tahu apa yang gadis cantik itu alami, lalu merangkul gadis itu hangat "lo gak perlu takut, gue janji buat selalu jagain lo, Lin. Mulai sekarang gue bakal selalu ada buat lo, dan gue janji gue bakal ngajak lo ke tempat-tempat yang lebih mengagumkan lagi selain ini"
Alina tersenyum mendengar perkataan Vano tersebut, namun sedetik kemudian gadis itu menatap Vano dengan cara memincingkan matanya "tapi, dari mana lo tahu kalau gue suka sama kuda?" Tanyanya membuat Vano terdiam kaku.
V+c guyss
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Girlfriend
RomanceAku bahkan lupa sama senyuman kamu, senyuman yang selama ini jarang aku lihat, kamu selalu diam seakan kamu anggap aku gak ada. Aku akan terima apa pun kondisi kamu, asalkan kamu jangan pergi. Hidup tanpa kamu, rasanya seperti hidup tanpa jiwa - Ali...