Alvano termenggu di depan pintu Perpustakaan, ia menatap nanar gadis yang tengah terduduk tak berdaya di lantai ruangan itu. Tubuhnya bergetar naik turun seiring isakan tangisnya yang ia keluarkan. Ia memang sengaja mengikuti Alina untuk memastikan keadaannya, walaupun ia sendiri tengah tidak baik-baik saja ketika melihat kejadian tadi. Entah apa yang sebenarnya terjadi, yang jelas ia hanya menafsirkan apa yang ada di kepalanya. Entah itu benar atau pun sebaliknya.
"Hidup ini begitu kejam kepada ku, Tuhan" rengek Alina pilu.
Vano yang mendengar rengekan penuh kepiluan gadis itu, akhirnya membawa kaki jenjangnya itu untuk berjalan mendekatinya. Ia berdiri tepat di depan gadis itu, tanpa menyadari kehadirannya Alina terus saja menangis dan mengerang kesakitan. Mungkin hatinya benar-benar sudah tidak kuat menghadapi semua kejadian yang datang secara runtut padanya.
"Lin" panggil Vano lirih
Alina mendongakkan kepalanya saat mendengar panggilan dari pria itu. Ia menatap Vano dengan tatapan sendunya, matanya memerah dengan air mata yang membasahi kedua pipinya.
Vano menurunkan tubuhnya hingga lututnya bertumpu pada lantai untuk menahan berat badannya. Ia menatap iba Alina yang juga tengah menatapnya, matanya begitu menyiratkan banyak kesedihan yang selama ini ia tutupi, dan Vano bisa merasakan betapa sulitnya jadi Alina.
"Kenapa hidup gue kaya gini, Van? Kenapa Tuhan sama sekali gak adil sama kehidupan gue? Kenapa gue harus merasakan pahitnya rasa sakit ini sendirian, kenapa, Van kenapa hiks..?"
"Gue gak pernah minta buat dipertemukan sama cowok yang sempurna, entah itu fisik ataupun dompetnya. Gue cuma minta buat ditakdirin sama cowok yang bisa selalu ada buat gue, gak peduli dia itu siapa dan bagaimana-"
Ucapannya terpotong seiring dengan Vano yang merengkuh tubuh mungilnya itu ke dalam dekapannya. Tangisnya semakin kencang dan menjadi-jadi membuat Vano semakin mengeratkan pelukannya. Alina menyembunyikan wajahnya di dalam rengkuhan leher Alvano, tubuhnya masih bergetar hebat dengan isakkan tangis sesenggukkan yang keluar dari mulutnya.
"Tapi kenapa takdir baik itu gak pernah terjadi sama gue, Van hiks? Gue selalu ditinggal dan berakhir sendirian kaya gini. Gue capek harus hidup dengan dirundung rasa sakit kaya gini hiks" ujarnya seraya menarik nafasnya dalam, lalu menatap kedua mata Vano dengan sendu
"Kalo gue boleh milih, gue gak mau bahagia di awal, dan menderita di akhir. Gue mau di awal ataupun akhir kisah cinta gue selalu bahagia. Cuma itu, Van tapi kenapa Tuhan begitu sulit buat wujudin permintaan gue itu" lanjutnya yang langsung kembali menyambar pelukan hangat dari Vano.
Vano terdiam mendengar setiap perkataan yang gadis itu ucapkan. Ia sekarang mengerti dan menyimpulkan kejadian yang ia lihat tadi dengan apa yang Alina ucapkan. Vano merenggangkan pelukannya, dan menatap Alina yang keadaannya sudah begitu acak-acakan.
"Apa lo ada hubungan sama Dariel selama ini, Alina?" Tanya Vano yang langsung membuat Alina menangis kembali, dan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan mungilnya.
"Gue hiks.." Alina terisak tidak mampu melanjutkan perkataannya. Dan seolah mengerti perasaan gadis itu, Vano langsung memeluknya erat, menyalurkan kehangatan serta kedamaian pada gadis itu.
"Kalo lo gak sanggup buat jawab, jangan dipaksain. Gue gak mau pertanyaan gue tadi bikin lo ngerasain sakit yang cuma bisa buat lo nangis kaya gini" ujarnya seraya mengelus pelan punggung Alina "Gue sayang sama lo, Lin"
----------
"Aaarrrghh" teriak Dariel seraya melempar kasar semua barang yang ada di meja belajarnya. Ia mengerang dengan tangan yang meremas kuat rambutnya. Tubuhnya ia sandarkan pada dinding kamarnya, menjatuhkan dirinya sendiri sehingga menyandarkan punggungnya pada pojokan kamar.
"Gue gak pernah ngebayangin hal ini akan terjadi sama kita Alina. Begitu sulit untuk mempertahankan hubungan kita yang hampir retak karena keegoisan diri gue sendiri. Gue hiks-" Dariel menangis dalam diamnya, tangannya menyambar bingkai foto yang terpajang di atas nakas.
"Maaf, Alina maaf" ujarnya lirih seraya mengusap pelan foto yang tersimpan rapi di dalam bingkai tersebut. Air matanya terjatuh tepat di atas foto dirinya dan kekasihnya itu. Ia memeluk erat foto tersebut seraya terus mengucapkan kata maaf, seolah bibirnya itu tidaklah lelah untuk mengucapkan beribu maaf karena keegoisannya itu pada gadis cantik yang notebennya adalah kekasihnya.
"Gue cinta sama lo, sangat. Bahkan rasanya gue hampir mati karena nahan perasaan gue selama ini sama lo. Tapi setelah gue dapetin lo, justru gue malah nyakitin dan buat lo nangis kaya gini" ujarnya "Maaf, Lin maaf. Gue cinta sama lo"
Hallooo....
Apa kabar semua?? Baik ya? Pasti dong, kan cerita SC udah gue next hari ini haha.. btw sorry banget gue bisa next sekarang, soalnya akhir-akhir ini gue emang sibuuuk banget *inigakboonglohya* emm btw thanks ya buat yang udah mau vote, comment dan nungguin cerita gue ini💋 sebenernya gue mau ngadain open cast gitu buat pemain cerita ini. So, kalian bisa comment di bawah ini 👇buat saran kira-kira siapa yang pantes buat meranin Dariel, Alina, Putri, Alvano, dan Arka. Ditunggu yaa😀Love.💙
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Girlfriend
RomanceAku bahkan lupa sama senyuman kamu, senyuman yang selama ini jarang aku lihat, kamu selalu diam seakan kamu anggap aku gak ada. Aku akan terima apa pun kondisi kamu, asalkan kamu jangan pergi. Hidup tanpa kamu, rasanya seperti hidup tanpa jiwa - Ali...