Merindu.
Aku merindukanmu, merindukan hangatnya pelukmu, merindukan manisnya perhatianmu padaku, dan merindukan semua yang ada pada dirimu.Kemana perhatianmu yang dulu sering kamu berikan padaku? Semuanya seolah hilang ditelan bumi. Kenapa? Kenapa harus seperti ini? Kenapa harus sesakit ini mencintaimu? Kenpa harus selama ini aku menunggumu? Menunggu kamu dan cintamu menyambut diriku.
Sampai kapan aku harus diam terpaku menunggumu, tanpa melakukan apapun yang bisa membuatku merasa lebih berarti? Bosan. Tentu saja aku bosan. Aku bosan menunggu waktu dimana kamu akan memperlakukanku layaknya kekasihmu yang sesungguhnya, bukan seperti sekarang yang selalu kau sembunyikan, selayaknya aku itu aib yang buruk bagimu. Kamu memperlakukan ku layaknya boneka yang hanya ditakdirkan untuk dipermainkan. Sakit. Sangat sakit. Dan kamu harus tahu itu!!
----------
Mobil mewah Alina terparkir di depan rumahnya, ia keluar dari dalam mobil dan masuk dengan riang ke dalam rumahnya. Ia sudah merasa tenang sekarang karena perutnya sudah diisi penuh, jadi ia bisa tidur dengan nyenyak nanti malam. Alina memang tidak terbiasa untuk makan pada malam harinya jika ia sudah makan sebelumnya.
Alina membuka pintu rumah, dan menutupnya kembali, tidak lupa juga ia untuk menguncinya. Setelah itu, ia langsung masuk ke dalam kamarnya, dan merebahkan tubuhnya di kasur kesayangannya. Perlahan ia memejamkan matanya, dan menjelajah ke bawah alam sadarnya sendiri.
Alina tersadar saat suara adzan maghrib berkumandang di masjid dekat rumahnya. Ia terbangun seraya mengucek pelan matanya, sambil sesekali menguap lebar. Alina beranjak dari tempat tidurnya, dan pergi menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Tak butuh waktu lama, Alina keluar dari kamar mandi dengan baju tidur yang melekat pada tubuhnya. Kemudian, ia menyambar alat sholatnya yang tersimpan rapi di laci kamarnya, dan memulai ibadahnya dengan khusyuk.
Alina melepas mukena yang ia pakai, lalu melipat dan meletakannya kembali di laci kamarnya. Ketika itu, ia usil untuk membuka laci-laci meja tersebut. "Gak ada yang menarik" ucapnya seraya menutup kembali laci tersebut. Sebelum ia menutup rapat laci tersebut, matanya menangkap sesuatu yang sudah tak asing lagi untuknya. Ia membuka kembali laci tersebut, dan mengambil sebuah pigura berwarna biru dari dalam laci tersebut.
Matanya membulat lebar melihat foto yang ada di dalam pigura tersebut. Namun, tak lama kemudian Alina menyunggingkan senyum manis dari bibirnya "kamu dari dulu emang gak pernah berubah, Riel" ucapnya pelan seraya menyenderkan punggungnya pada senderan tempat tidurnya.
Itu adalah foto Dariel dan dirinya saat smp, masa dimana ia dan Dariel masih saling kaku satu sama lain. Dariel dengan kacamata bulatnya, dan Alina dengan behel di giginya. Terkesan sangat culun memang, tapi begitu lucu dan menarik. Alina terkekeh mengingat masa-masa tersebut. Dulu prianya itu memang agak culun, dan pendiam. Berbeda dengan sekarang yang sudah bisa memerhatikan penampilannya, walaupun sifat pendiamnya masih ada, dan makin parah.
"gue kangen banget sama lo, Riel. Padahal lo belum sehari pergi, tapi gue udah kangen sama lo. Lo itu emang penyihir ulung ya, yang bisa nyihir gue buat jatuh terlalu dalam sama lo" serunya seraya tersenyum geli "ah, apa gue telepon aja kali ya? Tapi gimana kalo dia lagi sibuk? Ah, coba aja dulu"
Alina mengambil ponselnya di atas nakas, lalu mencari kontak kekasihnya. Setelah ketemu, ia langsung menghubunginya dengan perasaan yang campur aduk.
"Hallo" ucap seseorang di sebrang sana
Alina terpaku di tempatnya, pegangan di ponselnya melemah seketika, degup jantungnya berdebar tak terkendali. 'Suara perempuan' batinnya.
"Hallo, siapa di sana"
"Hallo"
Tanpa berkata-kata lagi, Alina menutup sepihak sambungannya tanpa memperdulikan panggilan orang itu. Air matanya tak bisa ia tahan lagi untuk turun membanjiri pipi mulusnya. Tubuhnya bergetar hebat diiringi isakkan kecil dari mulutnya. Ia menangis, menangis meratapi nasibnya yang kian menderita. Ia tidak tahan lagi menahan semua penderitaan yang datang silih berganti pada kehidupannya. Ia ingin pergi, pergi dan menghilang dari semua yang membuatnya terluka. Ia ingin menghindar dan menjauh, tapi ia tidak bisa, ia tidak sanggup melakukan semua itu. Ia terlalu lemah dan juga rapuh.
Alina menangis sesenggukan seorang diri si kamarnya. Tak ada satu pun orang yang tahu jika ia sedang menangis sekarang. Tak ada seorang pun yang tahu betapa beratnya penderitaan yang ia tanggung selama ini. Begitu nyeri dan ngilu hatinya saat ini. Ia bahkan tidak bisa berkata apa-apa lagi, lidahnya seolah kelu untuk mengatakan apapun. Hanya air mata yang bisa menjelaskan semua yang ia rasakan selama ini, tanpa terkecuali.
"Kenapa harus dia, Dariel? Hiks.. kenapa?" Ucapnya lirih di tengah-tengah tangisannya "sakit, Riel hiks.. sakit" lanjutnya kemudian seraya memegangi dadanya yang terasa begitu sesak.
Big love, readers😗
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Girlfriend
RomanceAku bahkan lupa sama senyuman kamu, senyuman yang selama ini jarang aku lihat, kamu selalu diam seakan kamu anggap aku gak ada. Aku akan terima apa pun kondisi kamu, asalkan kamu jangan pergi. Hidup tanpa kamu, rasanya seperti hidup tanpa jiwa - Ali...