7

1.5K 64 1
                                    

"Kacamata gue mana?"

"Itu ciki gue woy"

"Minuman gue, Tuhan"

"Anjrit, kenapa rok gue lo perosotin?"

"Taik, buku gue sobek"

"Omg, gue bocorr"

"Pensil gue.."

"Tugas gila, banyak benget woy"

"Gue cantik? Udah tau gue"

"Laperrr.."

Begitulah suara riuh piuk kelas IX MIA 1. Penghuni kelas yang gesrek dengan suara grusak grusuk mereka yang bikin telinga orang sakit. Tapi, mereka menyukai kekonyolan temannya satu sama lain, mereka menjadi seperti keluarga yang sesungguhnya dengan kegesrekan mereka itu.

Alina melihat kelakuan teman-temannya hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan, setiap hari ia harus melihat kegilaan teman-temannya ini. Kadang kali, ia merasa pusing dan ingin pergi menjauh dari mereka, tapi tidak bisa, mereka terlalu berarti untuknya. Ketika ia sedang sedih, justru kegesrekkan mereka yang membuatnya kembali bahagia dan tertawa lepas. Mereka sudah dianggap sebagai keluarga keduanya di sekolah, setelah organisasi yang ditekuninya selama 2 tahun ini tentunya.

"Lin, gue mau cerita dong" ujar Gayatri seraya menopang dagunya dengan sebelah tangannya, menatap Alina dengan tatapan sendunya.

Alina mengalihkan pandangannya dari novel di tangannya. "Cerita apa?" Tanyanya dan kembali sibuk membaca novelnya itu.

"Kemarin gue baca di room path, banyak banget kisah-kisah romantis yang dikirimin cewek buat ngedeskripsiin cowoknya. Mulai dari sikap romantisnya si cowok nembak dia, perlakuin dia, sampe si cowok yang selalu ngasih bunga dan suprise setiap hari sama dia. Gue bingung gituh, emg ada ya cowok yang kaya gitu? Perasaan cuma di negeri dongeng aja deh yang kaya gitu mah. Kalo mnurut lo?" Tanya Gayatri

Alina mengangkat bahunya acuh "gue gak tau, Ya. Kalo setau gue cowok yang kaya gitu tuh cuma ada di cerita fiksi yang gue baca, kalo buat di dunia nyata, kayaknya mustahil buat ada deh" jawabnya yang dibalas dengan anggukkan setuju dari Gayatri

"Iya bener tuh. Ya walaupun gue akuin gue gak suka baca cerita fiksi kaya lo, tapi gini-gini juga gue pernah baca novel romance. Dan sampe sekarang gue gak pernah nemuin cowok yang sama kaya novel yang gue baca itu"

"Oh ya, lo pernah gak ngayal bisa kaya mereka yang ada di novel yang lo baca?" Tanya Gayatri tiba-tiba membuatnya terkejut bukan main. Ia terdiam sambil menutup novelnya, dan menaruhnya di bawah meja belajarnya itu. Matanya menatap lurus ke depan-hampa dan kosong- pikirnya menerawang ke masa lampau, masa dimana cintanya terbalaskan setelah sekian lama ia menunggunya.

Flashback on.

Alina tengah duduk di bangku sebuah taman dekat rumahnya dengan ditemani sebuah novel di tangannya dan juga seorang pria berkulit putih bersih di sampingnya.

"Aku suka sama kamu, mau gak kita jadian?" Tanya pria itu tiba-tiba, sontak Alina terkejut mendengar penuturan pria itu. Bagaimana bisa ia mengatakan hal seperti itu, bahkan dalam keadaan yang err bisa dibilang tidak romantis ini. Ia memang tahu jika pria di sampinya ini bukan tipekal pria yang romantis seperti kebanyakan pria di dunia ini. Namun, bisakah sedikit saja ia bersikap manis-walaupun tidak romantis-saat sedang mengutarakan perasaanya terhadap seorang gadis? Pria ini terlalu kaku dan monoton. Batinnya.

"Dariel, kamu serius?" Tanya Alina gugup. Walaupun dia tidak mengatakannya secara romantis, tetap saja Alina terkejut akan kejadian ini. Apalagi pria di sampingnya ini merupakan pria yang ia kagumi selama ini. Pria kaku yang berhasil menarik perhatian seoarang Alina.

Ia mengangguk "aku gak pernah main-main sama perkataan aku"

Alina terdiam mencerna perkataan demi perkataan pria itu, ia bingung saat ini, benar-benar bingung dan juga gugup tentunya. Dengan ragu Alina menganggukkan kepalanya seraya tersenyum malu "iya"

Senyum Dariel mengembang dari bibirnya, lalu menarik gadisnya yang sudah resmi menjadi kekasihnya ke dalan pelukan hangatnya. "Makasih, aku bakal jagain kamu semampu aku, Alina" ucapnya lirih membuat Alina yang berada di pelukannya merona malu

"Tapi-" seru Dariel seraya merenggangkan pelukannya "aku mau kita rahasiain hubungan ini"

Deg.
Baru saja Alina merasa diterbangkan ke angkasa oleh perlakuan Dariel terhadapnya. Sekarang, ia harus menelan pahit-pahit perkataan pria itu.

Sedangkan, Dariel hanya terdiam membisu seraya memerhatikan raut wajah gadis yang baru beberapa menit menjadi kekasihnya. Ia tahu ini akan sulit untuk gadisnya, ia tahu perkataannya akan menyakiti hati gadisnya, tapi ia harus melakukan ini demi kebaikan mereka berdua. Ya kebaikan berdua, atau hanya kebaikan dirinya sendiri.

"Lin-" panggilnya ragu

Alina hanya diam dengan raut wajah kecewanya "kenapa? Kenapa kamu gak mau ngepublish hubungan kita? Apa kamu malu punya pacar kaya aku?" Ucapnya lirih seraya menundukkan kepalanya. Dariel tersentak seraya menggelangkan kepalanya kuat-kuat.

"Enggak, aku gak pernah merasa malu punya pacar kaya kamu, Alina. Aku hanya-" Dariel menggantungkan ucapannya, lalu menarik nafasnya dalam "aku hanya gak mau kamu kenapa-napa, aku gak mau kamu dibully sama fans-fans ku. Aku hanya ingin hubungan ini, hanya kita yang tahu tanpa ada campur tangan orang lain, Alina mengertilah" lanjutnya menggenggam punggung tangan kekasihnya.

Lagi-lagi Alina hanya diam mendengar perkataan kekasihnya, lalu mengangguk seraya tersenyum tipis ke arahnya. Ia mencoba untuk percaya dan mengerti keadaan Dariel-kekasihnya, toh ini juga demi kebaikan dirinya sendiri. Pikirnya.

Dariel tersenyum lega, dan menarik kembali gadisnya ke dalam pelukannya. "Terima kasih, terima kasih, Alina"

Flashback off.

Alina tersenyum sendu membayangkan peristiwa malam itu, malam dimana ia dan Dariel resmi menjadi sepasang kekasih, malam dimana ia telah memiliki Dariel walau tak seutuhnya. Kenangan itu gaka akan pernah mungkin buat bisa dia lupain seumur hidupnya. Karena kejadian itu adalah kejadian terindah dan juga menyakitkan di sepanjang kisah asmaranya.

Iya, kejadian terindah karena dia bisa memiliki Dariel, dan menyakitkan karena Dariel memintanya untuk menyembunyikan hubungan mereka. Terlalu klise bukan? Tapi inilah kenyataan yang sebenarnya.

"Lah, kok lo malah diem aja sih, Lin? Jawab dong" ucapan Gayatri membuyarkan lamunannya akan malam indah dan juga pahit di hidupnya. Alina tersentak lalu kemudian tersenyum polos ke arah sahabatnya

"Hehe sorry, Ya. Abisnya gue bingung mau jawab apaan" jawabnya asal

Gayatri mendengus, lalu menekuk wajahnya kesal membuat Alina terkikik geli melihatnya "haha.. gue bercanda kali, Ya sensi amat"

Melihat reaksi Gayatri yang masih menekuk wajahnya, Alina berinisiatif untuk menjawab pertanyaan sahabatnya itu "lo mau tahu kan jawabannya? Dan jawabannya itu gak pernah, karena menurut gue semua itu cuma khayalan yang gak berguna. Khayalan yang kita buat sendiri itu cuma akan nyakitin hati kita sendiri, ya mending kalo kejadian nah kalo kagak? Gue gak pernah mau terlalu larut dalam angan yang semu, Ya lo tau itu kan. Gue tipekal cewek yang suka kenyataan, semenyakitkan apapun itu. Karena hakikatnya kenyataan itu gak pernah ngebohongin kita, kenyataan adalah fakta yang harus kita terima dengan sepenuh hati. Lagian mana ada cowok yang kaya gitu di dunia nyata? Kalo ada sisain buat gue satu dahh.. haha" seru Alina seraya tertawa yang langsung mendapatkan pukulan pelan dari Gayatri

"Ngimpi lo, kalo ada juga pasti gak bakal mau sama lo. Maunya kan sama gue haha.." tawa mereka berdua beriringan. Siapapun yang melihat mereka pasti iri dengan kedekatan dan persahabatan mereka. Orang lain tidak akan bisa bersahabat seperti mereka, persahabatan yang erat layaknya kepompong di sebuah pohon. Erat dan hangat.

Secret GirlfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang