23

2.3K 73 27
                                    

Pengkhianat.

Alina meremas keras kertas di tangannya, setelah sebelumnya ia membaca isi dari kertas tersebut. Diam-diam ia melirik satu persatu ke arah teman sekelasnya, berharap ada sebuah petunjuk tentang pengirim yang menerornya selama ini. Namun sayang, semuanya tengah sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Alina tidak bisa menebak siapa orang yang menjadi dalang dari semua ini.

Ia memejamkan matanya seraya mengeluarkan nafasnya dengan kasar.

"Lin"

Alina menolehkan kepalanya ke arah sumber suara, buru-buru ia menyembunyikan kertas di tangannya di belakang tubuh mungilnya. Gayatri yang melihatnya hanya bisa memandang heran ke arah sahabatnya itu. Seolah tahu sahabatnya itu curiga ia menyembunyikan sesuatu, langsung saja Alina mengalihkan perhatiannya.

"Kenapa, Tri?" Tanya Alina seraya tersenyum

"Ah, nih" ujar Gayatri seraya memberikan sebotol minuman padanya "Gue gak tahu apa yang ngebuat lo akhir-akhir ini begitu cemas. Yang jelas, gue berharap setelah lo minum itu, seenggaknya sedikit beban lo terlepas, dan bisa ngebuat lo lebih rileks dari sebelumnya" lanjutnya

Alina tersenyum, lalu membuka tutup botol minumannya "thanks" ujarnya meminum minuman tersebut.

Alina menghela nafasnya pelan seraya menatap sahabatnya. Gayatri yang menyadari itu memandang aneh ke arahnya

"Sorry" gumamnya pelan

Gayatri mengerutkan dahinya bingung "sorry? Buat apa?"

"Semuanya"

"Semuanya?" Tanya Gayatri yang semakin bingung

Alina mengangguk pelan "Iya, semuanya. Terutama tentang gue yang gak bisa ngasih tahu apa yang gue sembunyiin akhir-akhir ini" ujar Alina

"Gue tahu, lo tahu gue nyembunyiiin sesuatu dari lo, sorry gue gak maksud buat menyembunyikan sesuatu dari lo selama ini. Gue cuma butuh waktu buat nyiapin diri gue sendiri. Tapi bagaimanapun gue sangat berterima kasih sama lo karena mau nunggu gue buat cerita, dan gak nanyain itu langsung ke gue" lanjut Alina

Gayatri yang mendengarnya langsung tersenyum, dan memegang tangan sahabatnya itu "lo gak perlu minta maaf, Lin. Gue tahu itu bukanlah hal yang mudah buat lo ceritain ke gue"

Alina tersenyum, lalu memeluk sahabatnya dengan erat. Mencurahkan semua perasaan yang ia pendam selama ini melalui pelukan hangat pada sahabatnya.

--------

'Tap Tap Tap'

Suara derap langkah kaki terdengar begitu nyaring di sepanjang kolidor gedung sekolah. Dariel dengan mantap melangkahkan kakinya ke arah kelas yang berada di ujung kolidor ini, yang diketahui merupakan kelas kekasihnya itu.

Lima belas menit yang lalu, bel pulang sekolah memang sudah dibunyikan. Namun, ia harus terlambat menjemput kekasihnya karena hari ini merupakan jadwal ia piket di kelas. Sebagai warga kelas yang baik, ia harus menuruti aturan yang telah berlaku di kelasnya. Iya kan?

"Hh.. Hh.." deru nafas yang tidak teratur keluar dari hidung dan mulutnya bersamaan. Dengan cepat ia membuka pintu kelas di depannya, dan menampilkan seorang gadis cantik yang tengah sibuk dengan novel di tangannya. Terlihat gadis itu tengah senyum-senyum sendiri dengan mata yang melihat ke arah novel tersebut. Membuat Dariel hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan kekasih tercintanya itu.

"Ekhm"

Suara deheman yang Dariel timbulkan mampu membuat kekasihnya itu terkejut. Itu dibuktikan dengan kekasihnya yang mengalihkan pandangannya ke arah dirinya yang tengah menyandarkan tubuhnya di kepalan pintu.

Alina yang melihat wajah cemberut kekasihnya itu hanya menunjukkan jajaran gigi putihnya seraya membereskan barang-barangnya. Setelah itu ia berjalan ke arah kekasihnya dengan senyum ceria di wajahnya.

"Maaf" cengirnya yang dibalas dengan senyuman oleh Dariel seraya mengacak-acak rambutnya gemas.

"Udah yuk pulang" ajak Dariel seraya memegang tangan kekasihnya, dan menariknya keluar menuju parkiran.

Seminggu setelah kejadian di koridor tempo lalu, hubungan Alina dengan Dariel memang sempat memburuk. Namun keduanya memilih untuk memulai kembali hubungan mereka dari awal, juga mereka telah mempublikasikan hubungan mereka kepada semua orang. Sehingga mereka tidak perlu repot-repot untuk bermain kucing-kucingan lagi.

Dan lihat sekarang, sudah dua minggu berjalan setelah mereka memutuskan untuk memulai semuanya dari awal. Hubungan mereka semakin hari semakin membaik. Bahkan sangat baik, dan juga romantis. Tak jarang orang yang iri kepada mereka, dan diam-diam mengharapkan bisa seromantis mereka berdua.

Tak jarang juga Alina merasa kesal, dan juga risih dengan sikap gadis-gadis yang mengerumuni dirinya untuk menanyakan kekasihnya lewat dirinya. Ia selalu berpikir apa sebegitu terkenalnya Dariel, sampai-sampai dirinya tidak bisa menghitung gadis-gadis yang menanyakan prianya itu. Selain itu, ia juga selalu merasa kesal dengan sikap mereka yang seperti itu. Ia merasa tidak dihargai sebagai kekasihnya Dariel.

Namun, di balik itu semua ia sangat bersyukur karena waktu-waktu sulit yang ia rasakan dulu saat bermain kucing-kucingan dengan Dariel bisa terbayarkan saat ini.

Alina menatap Dariel yang berjalan beriringan di sampingnya tanpa melepas genggaman di tangannya. Wajahnya terlihat begitu berseri seperti yang tersirat di wajahnya. Alina tersenyum, dan bergumam pelan di dalam hatinya. Mengucapkan rasa syukur atas kebahagiaan yang ia rasakan saat ini, kebahagiaan yang dari dulu ia nanti-nantikan.

"Terima kasih, Tuhan. Terima kasih"

------

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 19, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Secret GirlfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang