20

1.3K 50 2
                                    

Alina melangkah mundur menjauhi pintu ruangan tersebut. Ia membekap mulutnya tak percaya dengan kepala yang terus menggeleng keras. Mencoba mengusir setiap kata yang laki-laki itu ucapkan tanpa sepengetahuannya. Sulit dipercaya! Laki-laki yang selalu ia banggakan sebagai kekasihnya ternyata bisa menjadi seorang pengkhianat yang begitu menjijikan.

Ia membalikan tubuhnya, dan berlari sekencang mungkin menjauhi ruangan yang penuh dengan kesakitan itu. Air matanya terus saja meleleh membasahi pipi mulusnya, tanpa perduli setiap orang yang ia lewati menatapnya dengan heran. Benar. Ia benar-benar tidak peduli sama sekali jika mereka berfikir yang tidak-tidak tentangnya. Persetan dengan itu semua! Yang ia pikirkan sekarang hanyalah menjauh dari kenyataan yang begitu menyakiti dirinya. Menghantam hatinya ke ujung neraka dunia, jika itu ada.

Bruk.
Alina menabrak seseorang yang berjalan berlawanan dengannya. Ia mendongakan kepalanya untuk menatap orang yang baru saja ia tabrak.

"Mata itu" ujarnya pelan seraya menatap dalam ke arah bola mata yang bersinar yang juga menatapnya. Keduanya terus saling menatap satu sama lain seolah dengan tatapan tersebut semua rasa yang sejak dulu terkubur kini kembali datang ke permukaan.

-------

Semilingir angin sore ini menerpa wajah Alina yang tengah duduk di pinggiran rooftop gedung sekolahnya. Anginnya meniup kencang rambut Alina membuatnya sedikit berantakan. Ia menghirup udara segar sore ini dengan mata yang terpejam, masih mencoba untuk menghilangkan bayang-bayang kejadian siang tadi yang membuatnya begitu buruk.

"Nih" ujar seorang pria yang baru saja duduk di sampingnya seraya menyerahkan satu cup ice cream pada Alina.

Alina menoleh, dan mengambil cup ice cream tersebut seraya tersenyum manis pada pria itu "makasih" ucapnya pelan lalu kembali menatap lurus ke depan. Tangannya menyuapkan satu sendok ice cream ke mulutnya, tanpa sedikit pun mengalihkan pandangannya.

Pria di samping Alina hanya diam dengan tangan yang juga sedang memegangi satu cup ice cream. Ia menatap Alina dengan tersenyum samar, entah kenapa ia merasa bahwa gadis ini sedang tidak baik-baik saja. Apalagi saat tadi ia bertemu dengannya untuk pertama kalinya setelah 5 tahun berpisah.

"Apa kabar?" Tanya pria itu

Alina menoleh sekilas "baik" ujarnya singkat "kamu gimana?"

"Enggak" jawab pria itu yang langsung mendapatkan pandangan heran dari Alina "aku enggak pernah baik-baik aja setelah pisah sama kamu, Alina"

"Maksud kamu?" Tanya Alina dengan kekehan yang dibuat-buat

"Berapa tahun sih kita gak ketemu?" Bukannya menjawab pria itu justru malah balik bertanya "5 tahun ya?" Tanyanya lagi

Alina mengangguk ragu, ia juga tak yakin jika ia dan pria itu berpisah selama itu. Yang ia ingat hanyalah pria itu pamit untuk meneruskan study nya di luar negeri beberapa tahun yang lalu.

"Dan selama itu, aku gak pernah ngerasain kalau aku baik-baik aja. Ya, walaupun fisikku memang bisa dikatakan sehat dan baik-baik saja. Tapi itu tidak menjamin apa hatiku juga baik-baik aja, kan? Kamu tahu, selama aku jauh dari kamu, aku selalu rindu, rindu sama kamu. Aku selalu berharap bisa kembali ke masa dimana aku masih bareng-bareng sama kamu. Percaya atau enggak setelah putus sama kamu, aku gak pernah menjalin hubungan sama siapapun"

Alina terkekeh "haha.. gue juga kangen kok sama lo, Ar. Tapi, masa sih lo gak pacaran sama cewek lain setelah putus sama gue. Gue rasa di Jerman banyak bule yang cantik-cantik, gak mungkin kalo lo gak tertarik sama mereka"

"Yaa emang sih, tapi itu kenyataannya. Gue gak pernah ngerasa tertarik sama mereka semua, walaupun ada banyak dari mereka yang merayu gue habis-habisan" ujarnya dengan nada menyombongkan dirinya

Alina berdecih "mulai deh kumat penyakitnya"

Arka tertawa melihat wajah lucu Alina, lalu mencubitnya gemas membuat gadis itu meringis dibuatnya.

"Em, btw lo tadi kenapa lari-lari sambil mewek gitu?" Tanya Arka yang langsung membuat Alina terdiam seribu bahasa. Pikirannya berputar mencari jawaban yang tepat untuk diberikan pada pria itu. Seolah mengerti akan diamnya Alina, Arka hanya tersenyum tipis.

"Apa ada sesuatu yang terjadi sama lo selama gue pergi?" tanyanya sekali lagi

Alina tersenyum ke arah Arka, lalu kembali memandang kosong ke arah gedung-gedung yang menjulang tinggi di depannya "Banyak, Ar. Banyak banget, saking banyaknya gue sampe lupa apa aja yang udah lo lewatin selama lo pergi dari gue"

"Maaf" cicitnya "tapi sekarang lo gak perlu khawatir, gue bakal selalu ada buat jagain lo. Gak akan ada yang bisa nyakitin lo selama gue ada di sini" lanjutnya lagi yang membuat Alina tersenyum mendengarnya

"Lo emang selalu jadi yang terbaik, Ar" gumam Alina seraya menyandarkan kepalanya di bahu pria itu. Arka merangkul bahu Alina seraya mengecup puncak kepalanya yang tertutupi oleh kerudung putih yang dipakainya.

"Seandainya dulu gue gak pergi, mungkin lo gak akan menderita kaya gini, Lin. Maaf. Maafin gue, Alina. Tapi gue janji, selama gue masih hidup gue akan selalu jagain lo, apapun yang terjadi" batinnya berjanji pada dirinya sendiri

Matahari terbenam bersamaan dengan Alina yang memejamkan matanya, menikmati saat-saat dimana kerinduan itu terbayarkan saat ini juga. Kerinduan akan nyamannya pelukan tulus dari pria di sampingnya. Karena mengingat selama ini ia tidak pernah merasakan kenyamanan itu dari pria lain, sekalipun itu Dariel kekasihnya sendiri. Hanya pria ini yang selalu mengerti apa yang ia rasakan selama ini. Ya, hanya dia Arkana Pradipta, cinta pertamanya.

------

Halooo semua... sorry gue baru update sekarang:v soalnya gue bener-bener lagi kesulitan inspirasi😪 efek jomblo kali ya genz haha.. oke kalau gitu selamat membaca!! Jangan lupa buat vote dan comment di bawah ya👇

Love.💕

Secret GirlfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang