Bagian Sepuluh

11K 1.2K 58
                                    

Sebelum baca Sherry mau koar koar.

Sherry tidak begitu paham ilmu kedokteran. Tolong di ralat jika ada suatu hal yang salah tentang penyakit di FF ini.

Terima kasih.
No Bash.

-----------------------
.
※Sherry Kim※
-YJsKim-
.

“Dari mana saja kau Paman?” Pertanyaan itu di ajukan dengan nada kesal oleh Yoochun.

Sudah hampir tiga jam ia di sana dan harus rela membatalkan acara pemotretan karena menunggu ayah dari Jaejoong ini. “Kau datang sangat telat.”

Wajah Kim Jong Kook terlihat khawatir saat masuk ke kamar salah satu rumah sakit dengan tergesa. Vicky, sekertaris pribadi Yunho mencari pria itu dan tidak menemukan Mr. Kim dimanapun. Yang membuat Yoochun semakin mengkhawatir kondisi Jaejoong karena ia tidak tahu penyakit apa yang di derita sahabatnya ini.

“Kami semua mencarimu.” imbuh Yoochun jengkel.

“Aku tahu. Terima kasih sudah menjaganya selama aku tidak ada,” Jong Kook menatap wajah putranya lekat. “Ada urusan di luar dan mengharuskan aku pergi. Apakah dia baik-baik saja?” Duduk di sisi ranjang, Mr. Kim menggenggam tangan dingin putranya dengan sikap posesif yang begitu kental.

“Sekarang sudah baik-baik saja. Aku tidak tahu jika Jaejoong kecanduan obat penenang, sejak kapan dan kenapa?”

Kim Jong Kook tidak langsung menjawab. Pria itu menatap wajah pucat putranya dengan perasaan bersalah yang dapat Yoochun rasakan. Yoochun diam dan tidak lagi bertanya. Hanya saja Mr. Kim memiliki pendapat lain dengan menceritakan awal mula Jaejoong mengalami trauma sampai pernah masuk ke rumah sakit jiwa.

“Tidak lama. Hanya konsultasi ringan. Jongie selalu merasa bersalah atas kematian ibunya yang membuat Jaejoongku tidak bisa tidur dengan baik. Dia terlalu memikirkan tragedi itu sampai memilih lari ke obat-obatan. Sudah sangat telat saat aku tahu dan menemukan putraku tidak bisa lepas dari pengaruh obat-obatan.”

Mr. Kim mengenang masa di mana pertama kali ia menjenguk Jaejoong di London. Tubuh kurus Jaejoong dan mata cekung putranya tidak bisa menipu Jong Kook tentang kondisi Jaejoong yang selalu mengatakan ia baik-baik saja ketika di telefon. Kerabat jauh yang ia bebani tanggung jawab tidak memberitahu Jong Kook atas permintaan Jaejoong.

Yoochun diam, hanya bisa menatap Jaejoong yang masih betah menutup mata di atas ranjang rumah sakit. “Aku tidak heran karena sejak tadi dia mengigau. Kenapa dia merasa bersalah? Tidak kah kau mencari tahu asalanya, Paman. Dan ke mana Jaejoong pergi malam itu? Malam di mana Jaejoong meninggalkan Bibi ketika Jaejoong sendiri tidak pernah pergi kemanapun saat Bibi sakit parah.”

Mr. Kim menatap Yoochun dengan kening berkerut. “Aku tidak pernah mencoba mencari tahu,” ujarnya. “Itu sama saja dengan memaksa putraku mengingat kejadian yang ingin kita semua lupakan. Terutama Jaejoong lupakan.” imbuhnya Kim Joong Kook.

Namun pria itu tetap bertanya. “Pentingkah itu?”

“Tentu saja. Jika kita ingin Jaejoong sembuh kita harus mencari tahu akar dari permasalahan ini. Tidakkah dokter pernah menyarankan itu?” Kim Jong Kook tidak pernah memikirkan itu sebelumnya.

“Sebenrnya pernah. Aku terlalu menyayangi putraku, hanya Jongie yang aku milikki di dunia dan tidak ingin memaksakan suatu hal yang tidak ia kehendaki.”

Mr. Kim hanya percaya dengan apa yang di ucapkan putranya bahwa Jaejoong tidak ingin mengungkit masalah itu. Ia cukup sabar dan tidak ingin putranya ingat karena setiap kali Jaejoong memikirkan atau sekedar menyebut nama ibunya mampu membangkitkan kegelisahan Jaejoong yang berujung lari ke obat penenang karena putranya itu pasti terbayang wajah ibunya.

About That NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang