Almost - 4

121 9 0
                                    

Farell sedang berada di kantin dengan Tarra. Tarra sibuk melahap makanannya, sedangkan Farell sedang mengobrol dengan dua orang gadis yang tampaknya menyukai Farell.

"Gini kak... Saya pengen ikut... Tapi harus lolos tes yaa" ucap gadis pertama sambil tertawa kecil.

"Bener kak... Tolong dong kak, gimana caranya biar lolos tes?" ucap gadis kedua dengan nada manja. Farell hanya bisa memaklumi mereka.

"Ngga susah kok.. Kinerja kalian tuh harus sama dengan apa yang kalian katakan. Jangan cuma bisanya ngomong... Tapi pada akhirnya cuma jadi wacana" ucap Farell ramah.

"Tapi aku ngga yakin kalian bisa lolos tes" ucap Tarra santai. Dua gadis itu terdiam sejenak. Farell bingung mendengarnya.

"Keliatan banget dari gaya kalian. Ngga ada wibawanya sama sekali, mau lolos aja minta bantu... Ckckck mau modus sama Farell sih lebih tepatnya" ucap Tarra sarkas. Kini wajah kedua gadis itu menjadi kesal.

"Yaudah deh kak Farell... Kami pergi dulu ya..." ucap gadis kedua tersenyum manis lalu keduanya pun pergi.

"Tumben banget sih Tar?" ucap Farell.

"Enek ngeliatnya" ucap Tarra kembali menyantap makanannya. Farell mengangguk mengerti.

Seusai Tarra menghabiskan makanannya, mereka pun pergi kembali menuju kelas. Ditengah perjalanan, mereka berpapasan dengan Amel. Amel melirik kearah Farell lalu memanggil Farell.

"Farell...".

Farell menatap Amel dengan tatapan bertanya.

"Mana payungnya?" tanya Amel sambil menengadahkan tangannya. Sontak raut wajah Farell berubah menjadi bingung. Karena kenyataannya payung Amel tidak berada ditangannya.

"Hmm Amel... Maaf nih sebelumnya, sebenarnya payung kamu ngga sama aku" ucap Farell agak ragu.

"Loh.. Lalu sama siapa? Duhh... Itu payung oleh-oleh dari sahabatku... Kalau ilang ya ngga enak sama temanku..." ucap Amel cemas.

"Hmm.. Aku minjemin ke seseorang dan bisa-bisanya aku lupa sama orang itu... Tenang aja Mel, aku pasti berusaha mengingat orangnya" ucap Farell segera menenangkan Amel walau ia tak yakin bisa mengingat orang tersebut.

"Makanya... Jangan asal minjemin dong" saut Tarra memperburuk situasi. Farell menatap Tarra dengan wajah yang dapat diartikan untuk menyuruh Tarra diam. Tarra pun diam sambil menahan tawanya.

"Oke, aku tunggu sampai payungnya kembali" ucap Amel serius lalu pergi meninggalkan Farell dan Tarra. Farell menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya dengan kencang.

"Duh.. Gimana ni Tar?" ucap Farell panik.

Tarra mengangkat bahunya tanda tak tahu.

"Masalahnya payungnya ngga bisa aku ganti dengan yang baru... Itu kan oleh-oleh dari temannya" tambah Farell. Tapi tanpa Farell dan Tarra sadari, disana ada Salsa dan Franda yang sedang menyaksikan kepanikan dari wajah Farell. Langkah mereka terhenti saat dimana Amel berbicara dengan Farell tentang payungnya.

Salsa memberi kode kepada Franda agar berbalik arah dan mencari jalan yang lain agar tidak melewati mereka. Akhirnya mereka pun menjauh dari Farell dan Tarra.

"Jadi... Itu bukan payungnya kak Farell??" ucap Salsa bingung sendiri.

"Kan kamu dengar sendiri tadi.." ucap Franda sama bingungnya dengan Salsa. Bisa-bisanya meminjamkan barang yang bukan miliknya.

"Yaudah deh... Kasian sama kakak itu... Lagian payung itu juga dari temannya, dan juga kasian sama kak Farell" ucap Salsa yang melunturkan niatnya untuk mengembalikan payungnya jika Farell sudah mengingat dirinya.

"Ya... Emang sebenarnya kamu harus ngembaliin secepatnya sih... Ngga enak juga, udah dipinjemin..." jelas Franda.
Salsa mengangguk.
.
.
.
Keesokan harinya, tepat pukul 16.00 WIB di Sekolah.
Hujan kembali membasahi bumi dan kali ini Farell menunggu hujan reda di teras sekolah.

"Hmm... Rasanya kayak dejavu deh" gumam Farell. Farell tak bisa bersabar lagi, ia pun segera berlari ketengah-tengah lebatnya hujan. Ia berusaha berlari sekencang-kencangnya namun langkahnya terhenti setelah menyadari bahwa hujan tak membuatnya basah. Ia menoleh keatas dan ternyata ada payung yang melindungi kepalanya.

"Payung birunya Amel?!" gumam Farell. Farell segera menoleh ke arah si pemengang payung yang ternyata telah basah kuyup karena memayunginya.

"Kamu... Salsa kan?" ucap Farell. Salsa yang tampak kedinginan pun mengangguk perlahan. Farell segera merebut payung itu dari tangan Salsa dan menarik lengan Salsa agar merapat kepadanya.

"Nanti kamu sakit" ucap Farell lembut dan khawatir.

Kini mereka berdiri di bawah payung yang sama, jarak antara tubuh mereka hampir terkikis. Mereka benar-benar dekat.

Farell mulai berjalan diikuti Salsa dan akhirnya mereka sampai di parkiran motor yang beratap.

"Makasih ya" ucap Farell tersenyum. Salsa mengangguk. Tubuhnya bergetar karena kedinginan. Ia lebih basah kuyup dibanding Farell. Farell menyadarinya. Ia pun membuka ranselnya dan mengeluarkan sebuah jaket berwarna merah bata.

"Kamu menggigil... Nih pake" ucap Farell menyerahkan jaket tersebut. Salsa menerimanya,lalu memakainya.

"Makasih kak" ucap Salsa.

"Ya, sama-sama" ucap Farell.

"Ya sudah... Kakak duluan ya.." ucap Farell melangkahkan kaki meninggalkan Salsa.

"Kak!" ucap Salsa. Farell yang jaraknya sudah menjauh dari Salsa pun terhenti langkahnya.

"Kakak... Sekarang sudah ingat kan?" ucap Salsa agak ragu.

Farell langsung membalikkan tubuhnya menghadap Salsa. Kini mereka sudah saling berhadapan dan bertatapan untuk sepersekian detik.

"Ya, kakak ingat" ucap Farell. Jantung Salsa berdegub kencang.

"Mm..maaf baru berkata ini... Terimakasih atas payungnya" ucap Salsa langsung menghampiri Farell. Tatapan Farell yang tadinya ramah, berubah menjadi bingung. Jarak mereka kini kian terkikis dan akhirnya Salsa benar-benar dihadapan Farell.

"Ini kak payungnya, Salsa tau... Kakak sangat mencari payung ini" ucap Salsa tersenyum.

"Hmm,Salsa... Pake aja dulu payungnya... Lagian masih deras banget hujannya" ucap Farell.

"Ngga apa-apa kak... Jaket ini sudah sangat membantu" ucap Salsa. Kini payungnya berpindah tangan.

"Yasudah kak, aku mau kembali kesana dulu" ucap Salsa melangkahkan kakinya. Farell hanya memandangi punggung Salsa dengan pikiran khawatir. Ada beribu pertanyaan yang kini ada dibenaknya.
"Kenapa dia tau aku nyari payung ini?"
"Kenapa dia ngga mau pake payungnya dulu?"
"Ini kan hujan lebat?"
"Bukannya dia... Menggingil? Nanti dia bisa semakin basah"
"Apa yang harus aku lakukan?"
"Dia bisa sakit.."
Itulah beberapa pertanyaan yang ada di benak Farell.
Namun, beda di Salsa.
"Akhirnya udah ngembaliin payungnya.."
"Ngga apa-apa kan nih, hujan-hujanan?"
"Duh..."
Gumam Salsa. Jantungnya masih berdegub kencang.
Langkahnya kini semakin jauh dan sekarang ia berada di tengah hujan sambil berlari agar cepat mencapai gedung sekolah. Ia pun sampai di gedung sekolah.
Ia segera menuju kelas untuk menghampiri Franda dan teman lainnya yang masih mengerjakan tugas kelompok. Bayangan akan senyuman Farell tak pudar sama sekali di pikiran Salsa. Setiap ia memikirkan sesuatu, pasti senyuman Farell yang meneduhkan selalu membayanginya.
Salsa benar-benar hilang fokus dan ia kini bisa memastikan, kian berjalannya waktu... Perasaannya kian menjadi. Ia berpikir, biarkanlah rasa itu mengalir. Ia tak ingin melupakan perasaan itu. Ia tak ingin menghindarinya, karena ia tahu semakin ia menghindar, akan semakin menguat perasaan itu.

Bersambung...

ALMOSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang