Evelin point-of-view
"Tere, lo mau nggak bantuin gue?"
"Iya masalah tugas Pak Hadi."
"Oh lo ada janji keluar? Yaudah deh gak papa."
"Iya-iya gak masalah. Bye, have fun!"
Aku sudah menelfon Tere dan Nadira, tapi tidak ada satupun dari mereka berdua yang bisa membantuku. Bagaimana ini? Tugas matematika itu pasti akan memakan waktu semalaman untuk dikerjakan. Dan nanti malam aku sudah ada janji makan malam dengan Papa dan Mama di rumah, sekalian juga mengambil barang-barangku yang masih ada disana.
Aku melirik kak Genta disampingku yang sedang fokus menyetir. Iya benar, sore ini aku pulang sekolah bersamanya. Entah mengapa tapi dia menelfonku dan mengatakan bahwa dia tidak akan pulang jika tidak bersamaku. Karena itulah akupun terpaksa dengan sembunyi-sembunyi masuk ke mobilnya di parkiran.
"Apa?" Tanyanya menoleh kepadaku. Ternyata dia menyadari lirikanku.
"Kak Genta, inget kan nanti kita ada makan malam dirumah Papa?" Sebenarnya aku tidak ada maksud untuk bertanya ini, tapi dari pada aku malu ketahuan meliriknya tanpa alasan.
"Iya ingat." Dia kembali fokus ke jalanan.
"Hem... kak Gen?" dengan ragu-ragu aku kembali memanggilnya lagi.
"Hm apa lagi?"
"Kak, mau bantuin aku ngerjain tugas nggak?" Entah dapat ide dari mana, tapi aku malah meminta bantuannya begini.
"Enggak." Tanpa butuh waktu dia mendepak permintaanku, membuatku menghela nafas pasrah.
"Yaudah deh" kataku lemas.
Aku kemudian menscroll daftar kontak di ponselku dan menelfon satu-satunya kemungkinan yang tersisa. Abimanyu.
"Abiiiii" kataku menyapanya nyaris histeris.
"Apa-apa woi?"
"Bi... bantuin gue yayaya? Hidup gue bergantung sama uluran tangan lo."
"Bantuin apa?"
"Tugas Pak Hadi, Abimanyu yang terkece satu sekolah." Kataku menjilat. Aku tidak menyadari sama sekali bahwa saat ini kak Genta sedang melirikku dengan kesal.
"Berani bayar berapa lo?" kata Abi dari seberang dengan bercanda.
"Pelit lo ah! Yaudah, gue janji traktir lo di kan ...." Sebelum aku menyelesaikan ucapanku, kak Genta sudah merebut Ponselku dan memutuskan panggilan telefon dengan Abi.
"Kak Gen kenapa dimatiin?!!"
"Nanti kita kerjain bareng tugas kamu." Katanya dengan dingin.
"Nggak usah, Abimanyu udah mau ngerjainnya kok, kak."
"Saya bilang kita kerjain bareng, Eve!" Ada nada menuntut disuaranya.
"Tadi bilangnya nggak, sekarang bilang iya. Terserah kak Genta lah." Aku menyilangkan kedua lenganku di depan dada dan pandangan terarah keluar jendela mobil. Saat ini aku masih merasa kesal karena kak Genta mematikan telefonku begitu saja.
Hening selama beberapa saat karena tidak ada satupun diantara kami yang mau memulai pembicaraan. Kemudian sesuatu membelah keheningan itu, yaitu karena ponselku berdering. Dan menyebalkannya lagi, ponselku masih ada di kantong seragam kak Genta.Kak Genta mengambil ponselku dan melihat si pemanggil. Aku mengintip mencari tahu, dan ternyata Abimanyu lah yang menelfonku. Aku tidak tahu bagaimana kemudian kak Genta malah yang mengangkatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweetest Bride
RomanceEvelin hanyalah anak SMA biasa yang harus dihadapkan pada takdir mendadak di hadapannya, Dia harus menikah dengan Genta Airlangga, kakak kelas pujaan satu sekolah, karena perjanjian politik kedua orang tua mereka. Bisakah Evelin dan Genta menyatukan...