Genta point-of-view
Sekitar setengah jam yang lalu keluarga Evelin sudah sampai dirumahku. Mereka bilang Eve akan berada di kamar orang tuaku sampai waktu pengucapan janji suci. Aku sendiri sudah siap dengan setelan jas putihku. Walaupun kalau boleh memilih, maka aku akan memilih warna hitam. Tapi keinginan Mama selalu menjadi keputusan mutlak untukku, jadi aku hanya bisa pasrah menerima semua pilihannya.
Kusingsingkan lengan jasku untuk mengecek jam tanganku. Ini sudah pukul 8 kurang 10 menit. Maka 10 menit lagi semuanya akan berubah. Aku merasa tidak perlu menyembunyikan rasa gugup yang menerpaku. Ya Tuhan, ini mendebarkan.
“Ayo Genta, kamu sudah harus ke Altar.” Mas Andrian memanggilku. Mas Andrian adalah suami dari kakakku. Aku bangun dari kursi dan mengikutinya ke arah taman belakang.
“Nervous itu wajar.” Mas Andrian menepuk punggungku memberikan support.
“Santai aku mah.” Aku mengangkat tinjuku kepadanya sebagai tanda bahwa aku merasa yakin.
“Keren Genta. Selamat ya.” Balasnya.
Tidak butuh waktu lama, kami kemudian sampai di taman belakang, yang sudah tersulap menjadi area pernikahan. Ada Altar dan deretan tempat duduk di disekitarnya yang terpenuhi oleh berbagai macam bunga berwarna putih.
Papa yang sedang beramah-tamah dengan tamu-tamu menyadari kehadiranku, lalu datang menghampiriku. “Siap?” Tanyanya.
“Siap, pak!” Aku menegapkan diri dan memasang pose hormat kepadanya.
“Hahaha, kamu ini. Ayo mulai saja.” Aku berjalan bersamanya ke Altar, namun kami berpisah karena Papa dan Mas Andrian harus duduk bersama dengan Mama,Kak Angel, dan kerabat kami di kursi terdepan.
Aku juga bisa melihat Mama Evelin di deretan depan, namun di sisi yang berbeda dengan keluargaku. Di sampingnya ada satu kursi kosong yang pasti disediakan untuk Om Gunawan. Aku juga melihat beberapa orang ada di sekitar Tante Anggun yang pastilah bagian dari keluarga besar Evelin.
Mataku bertemu dengan tatapan tante Anggun, dan dia melempar senyumnya kepadaku sambil mengangguk satu kali, seolah itu merupakan caranya menyampaikan support kepadaku. Aku secara otomatis juga membalas senyumannya.
Dan aku lihat tamu-tamu yang kebanyakan sedang berbincang-bincang dengan teman maupun pasangannya. Kebanyakan dari mereka adalah kolega-kolega orang tua kami dan saudara-saudara kami. Aku merasa sedikit sedih atas fakta bahwa penikahan kami tidak dapat dihadiri oleh sahabat-sahabat terdekat kami. Aku tau bahwa Evelin juga pasti merasa sedih tentang ini. Namun akan aku pastikan bahwa kesedihan itu tidak akan mempengaruhinya begitu luas.
∆∆∆∆∆
Pembawa acara lalu meminta perhatian para tamu undangan karena dia akan memulai acara ini. Dan aku cukup terkejut menyadari bahwa pembawa acara pernikahanku adalah Mas Andrian sendiri. Ketika aku menatapnya dia hanya mengangkat alisnya seolah berkata ‘Supriseee’ yang membuatku terkekeh geli. Kakak iparku ini adalah sosok yang menyenangkan untuk dijadikan teman. Meskipun usia kami terlampau cukup jauh tapi kami dapat bergaul dengan sangat baik selama ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweetest Bride
RomanceEvelin hanyalah anak SMA biasa yang harus dihadapkan pada takdir mendadak di hadapannya, Dia harus menikah dengan Genta Airlangga, kakak kelas pujaan satu sekolah, karena perjanjian politik kedua orang tua mereka. Bisakah Evelin dan Genta menyatukan...