Evelin Point-of-view
Bell pulang sekolah berbunyi, menandakan ini waktunya bagi kami untuk kembali ke rumah masing-masing. Seluruh siswa berhamburan ke parkiran maupun ke luar gerbang untuk menunggu jemputannya.
Biasanya aku jadi salah satu di antara siswa-siswi yang pergi ke parkiran, namun karena hari ini kak Genta tidak bisa pulang bersamaku maka aku harus menunggu taksi di depan sekolah sendirian. Nadira,Tere, dan Abimanyu menawarkan diri untuk mengantarkanku, tapi apa boleh buat, sekarang rumahku sudah berbeda. Aku tidak bisa memberitahu mereka tempatku tinggal sekarang, karena jika begitu mereka akan mengetahui hubungan sebenarnya antara aku dan Genta.
Aku saat ini berdiri di pinggir jalan, bersama beberapa siswa lain. Belum ada taksi yang muncul. Kurasa aku harus lebih bersabar menunggu mereka.
Setelah menunggu beberapa menit, ada sebuah taksi yang lewat. Aku melambaikan tanganku bertanda bahwa aku adalah calon penumpang. Tampaknya taksi itu mengerti, karena dia memelan ketika hampir sampai di tempatku berdiri.
Kemudian dia benar-benar berhenti tepat di depanku. Aku merasa lega dan hendak menggapai knop pintunya, namun mengejutkan ketika ada tangan lain yang mendahuluiku.
Dia adalah seorang siswi juga sepertiku. Dengan gesit dia membuka pintu taksi itu dan lalu masuk ke dalamnya. Aku bahkan tidak sempat berkedip karena semuanya terjadi begitu cepat.
"Maaf ya." kata siswi itu singkat, lalu dia menutup pintunya dan menyuruh si supir taksi untuk berjalan.
Aku yang masih shock hanya bisa menatap kepergian taksi itu dengan nanar. Rasa kesal mulai menyelubungiku. Tidak sopan sekali gadis itu. Aku bahkan harus menggenggam tanganku sendiri sebagai penyalur rasa kesalku yang sudah sampai di ubun-ubun.
'Sabar, Eve, sabar. Ambil nafas, lalu buang. Tenang-tenang, masih banyak taksi yang lain.' ucapku di dalam hati.
Beberapa taksi sudah lewat, namun mereka sudah dipanggil oleh siswa-siswi lain. Sempat terlintas dipikiranku untuk menyerobot taksi orang seperti apa yang tadi terjadi kepadaku. Namun urung kulakukan karena aku sadar itu adalah perbuatan yang tidak baik.
Butuh sekitar 20 menit sampai kemudian aku mendapatkan taksiku sendiri. Saat itu di sekitar sudah sepi, dan hanya ada beberapa siswa di halte maupun di tempat tongkrongan sekitar sekolah.
Akhirnya penantian dan kesabaranku berbuah hasil. Saatnya pulang. Sebelum taksi itu pergi jauh dari gedung sekolah, aku sempatkan untuk menoleh ke arah sekolahku kembali. 'Semangat, kak Genta.' ucapku di dalam hati.
∆∆∆∆∆
Ini sudah jam 10 lebih, dan kak Genta belum juga pulang. Bahkan telefon dan pesanku tidak ada respon darinya. Hanya sebuah pesan singkat yang dia kirimkan saat petang tadi, dan isinya hanya pemberitahuan bahwa dia akan pulang malam lagi. Apa dia tidak punya waktu hanya untuk sekedar mengecek ponselnya? Harusnya dia ingat bahwa ada seseorang yang ingin tahu kabarnya di rumah.
Aku sedang memutar-mutar ponselku di tangan tidak jelas dan hanya berharap-harap ponsel itu akan hidup dengan telefon atau pesan dari kak Genta, ketika tiba-tiba saja pintu kamar terbuka. Di situ kak Genta menggendong tasnya, namun dengan pakaian basket yang tampak kotor, dia masuk ke dalam kamar.
Aku secara otomatis langsung menyingkirkan selimut yang menutupi setengah tubuhku dan lalu turun dari ranjang. Aku langsung bergerak untuk mendekatinya.
"Baru pulang?" tanyaku padanya.
"Iya, baru selesai." suaranya tampak sangat lelah.
"Kak Genta capek? Mau minum sesuatu?" Entah kenapa aku jadi kasian melihatnya seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweetest Bride
RomanceEvelin hanyalah anak SMA biasa yang harus dihadapkan pada takdir mendadak di hadapannya, Dia harus menikah dengan Genta Airlangga, kakak kelas pujaan satu sekolah, karena perjanjian politik kedua orang tua mereka. Bisakah Evelin dan Genta menyatukan...