Genta point-of-view
Aku melirik kepada Evelin di samping kiriku, namun tatapan gadis itu terarah kepada Nadira yang duduk dihadapanku. Aku tidak bisa mengerti apa arti dari tatapannya itu namun Kalau boleh aku menduga-duga aku rasa dia merasa khawatir tentang perasaan sahabatnya kepadaku.
Nadira dihadapanku menatapku dengan wajahnya yang penuh pemujaan. Evelin sudah menceritakan kepadaku betapa sukanya sahabatnya itu kepadaku. Namun semua itu hanya membuatku merasa bersalah kepadanya, karena dihatiku hanya ada Evelin seorang.
"Aku sih belum pasti mau gabung tim cheers atau enggak. Tapi nanti aku pikir-pikir lagi ya, Kak. Ngomong-ngomong supaya lebih gampang aku ngasih taunya nanti, Aku boleh minta nomor HP Kak Genta nggak?" kata Nadira dengan ekspresi penuh pengharapan kepadaku.
Aku langsung terkejut melihat keberaniannya meminta Nomor hapeku secara terang-terangan seperti itu.
Aku melirik kearah Eveline dan menyadari bahwa dia pun tampak begitu terkejut melihat keberanian sahabatnya itu. Eve melirikku sedikit, namun setelah dia melihat bahwa aku juga meliriknya, cepat-cepat dia memalingkan wajahnya.
Aku beralih menatap Nadira dan mengatakan "Maaf ya, Dik. Bukannya gimana, tapi rasanya lebih bener kalo aku kasih kamu nomor HP Vena langsung aja, jadi nanti kamu bisa ngomong langsung aja sama dia gimana?" tawar ku kepadanya.
Aku memang tidak pernah punya niatan untuk memberikan nomor HPku kepadanya.
Nadira menatapku dengan kecewa, namun dia hanya mengangguk mengiyakan. Aku lalu menyodorkan nomor HP Vena dengan ponselku kepadanya. Dengan ekspresi malas yang bisa aku tangkap, dia menyalin nomor HP Vena ke ponselnya sendiri.
Kemudian aku berpaling kearah Abimanyu karena memang niat awalku adalah mengajak Abimanyu untuk bergabung kepada klub basket sekolah kami "Kalau lo gimana?" kataku kepadanya.
Abimanyu menatapku seperti tidak tertarik "Sorry Kak bukannya Nolak keistimewaan yang dikasih, tapi gue udah gabung 2 eskul lain dari kelas satu. nggak enak aja ninggalin nya."
Sepertinya dia tidak ingin menyinggung perasaanku selaku ketua tim basket sekolah. Aku menatap pasrah dan lalu bangkit berdiri. "Oke oke nggak masalah kalo lu nolak kok. Gue nggak maksa, tapi kalo lu berubah pikiran loe tinggal datengin gue aja, oke?" kataku sambil berbalik untuk pergi dari meja itu. Abimanyu hanya mengangguk dan mengangkat tangannya membentuk tanda Oke.
Aku berjalan kembali ke ruang klub basket. Sebenarnya aku sudah hampir melakukan kebiasaanku yaitmengacak-ngacak rambut Evelin, namun aku teringat bahwa dia begitu tidak ingin teman-temannya melihat kedekatan kami. Jadi aku hanya pergi tanpa berpamitan kepadanya. Aku bahkan tidak meliriknya sama sekali.
∆∆∆∆∆
Malam ini aku sedang di ruang tamu bersama Evelin mengerjakan beberapa tugasnya. Evelin sendiri sedang memainkan ponselnya disampingku.
"Ini harus ada kata pengantarnya nggak?" aku menanyakan perihal Salah satu tugas laporan kepadanya. Evelin mengangkat wajahnya dan berpindah menatapku "disuruh gak ya?" katanya sambil berfikir "kasih aja deh, Kak. Cari aman." dia melirik layar laptop di hadapanku.
"Ya udah" aku lalu melanjutkan mengerjakan tugasnya.
Kemudian HPku berdering menandakan masuknya notifikasi. Evelin menyenggolku dan mengisyaratkan dengan matanya kearah HPku seolah menyuruhku untuk mengeceknya terlebih dahulu.
Aku yang sedang fokus mengerjakan tugas miliknya hanya melirik HP ku sekilas. Aku tahu bahwa itu bukanlah notifikasi SMS ataupun telepon, maka dari itu aku menyuruhnya untuk mengecekkan handphoneku. Evelin menurut dan membuka ponselku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweetest Bride
Roman d'amourEvelin hanyalah anak SMA biasa yang harus dihadapkan pada takdir mendadak di hadapannya, Dia harus menikah dengan Genta Airlangga, kakak kelas pujaan satu sekolah, karena perjanjian politik kedua orang tua mereka. Bisakah Evelin dan Genta menyatukan...