Evelin point-of-view
Aku bingung harus bagaimana. Aku baru saja turun dari mobil Genta beberapa saat yang lalu sejauh 100m dari gerbang sekolah. Setiap langkahku terisi dengan keraguan.
Apa yang harus kulakukan dalam menghadapi Nadira pagi ini? Aku begitu bingung! Kemarin tampaknya Nadira kecewa sekali melihat bagaimana dekatnya aku dengan kak Genta.
Di rumah Kak Genta sudah mengatakan banyak sekali saran kepadaku. Dia mengatakan bahwa apa yang sudah terjadi adalah keputusan terbaik yang Tuhan persiapkan untukku, aku harus siap menghadapi apapun yang terjadi pagi ini.
Sesampainya Aku di depan kelas dengan sedikit rasa takut aku masuk kedalam dan melihat Nadira, Tere dan Abimanyu sudah ada di bangku mereka di pojokan. Aku berjalan ke arah bangkuku yang berada di depan bangku Nadira. Aku meletakkan Tasku dan melihat bahwa Nadira tidak menatapku sama sekali sejak awal.
"Pagi" sapaku kepada mereka semua.
Tere dan Abimanyu spontan menjawab "pagi juga", sedangkan Nadira dia benar-benar tidak ada niat sedikitpun untuk menatapku.
Saat ini aku merasa sedikit takut dan khawatir. Aku duduk dan menatap Nadira, sedangkan Nadira hanya menatap ponselnya dan benar-benar mengacuhkanku. Aku gusar.
Abimanyu dan Tere menatap kami aneh.
Dengan keberanian yang dikumpulkan menjadi satu, aku berusaha untuk mengajak Nadira bicara. "Nad, yang kemarin itu ..." belum selesai aku mengatakannya dia sudah bangkit berdiri membawa tasnya.
Dia beranjak ke bangku di pojok kanan depan dekat dengan pintu. Bangku itu sudah terisi oleh Robby, teman sekelasku.
Aku terkejut melihat Nadira tiba-tiba meminta Robby untuk bertukar tempat duduk dengannya. Aku tidak menyangka dia melakukan itu untuk mengabaikanku seperti ini. Dia bahkan tidak memberikanku kesempatan untuk menjelaskan apapun. Aku merasa sedih atas apa yang terjadi di hadapanku.
Tere berjalan menghampiri Nadira, sepertinya dia ingin menanyakan apa yang salah dengan anak itu. Sedangkan Abimanyu tetap di sampingku seolah dia malas untuk ikut campur atas apa yang terjadi. Mungkin pikirnya ini hanyalah pertengkaran antara Aku dan Nadira yang biasa terjadi karena pertentangan-pertentangan kecil, yang nantinya akan membuat kami baikan sendiri. Namun tahukah dia bahwa masalahku dan Nadira sekarang bukanlah masalah sepele seperti itu.
Kulihat dari cara bicara Nadira dengan Tere ada raut wajah kekesalan yang Nadira Tunjukkan. Maksudku dia seperti mengutarakan kekesalannya kepada Tere saat ini. Kemudian Tere melihatku dengan tatapan tidak percaya, membuatku hanya bisa menunduk sedih.
Jangan bilang kemungkinan terburuk akan terjadi, dimana aku ditinggalkan oleh semua sahabatku. Aku sungguh tidak ingin semua itu terjadi. Sungguh aku tidak ingin itu.
Tere akhirnya Kembali ke tempat kami dan duduk di bangku yang Nadira tinggalkan. Dimana di situ sudah ada tas Robby yang dia letakkan lalu pergi keluar kelas.
Tere menatapku bertanya-tanya "Gue pindah ke sana boleh nggak Evelin?" tanyanya menunjuk bangku di belakang Nadira. Aku seketika merasa sangat sedih mendengarnya, namun aku hanya bisa mengangguk. Faktanya aku tidak memiliki hak apapun untuk menahannya disini.
"Semoga masalahnya cepat selesai ya. Abi lo disini aja temenin Eve." kata Tere menepuk punggungku sebelum pergi.
Abimanyu yang awalnya Acuh sekarang menjadi menatap Tere bingung. "Mau kemana lu? Tega lu ninggalin gue sama Evelin berdua di sini?"
Tere hanya mengedikkan bahu tanda memohon pengertian dari Abimanyu.
Abi tampaknya mulai tertarik dan sedikit bingung atas apa yang terjadi. "Kenapa Lo?" katanya menatapku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweetest Bride
RomansaEvelin hanyalah anak SMA biasa yang harus dihadapkan pada takdir mendadak di hadapannya, Dia harus menikah dengan Genta Airlangga, kakak kelas pujaan satu sekolah, karena perjanjian politik kedua orang tua mereka. Bisakah Evelin dan Genta menyatukan...