Evelin point-of-view
Dunia terasa indah ketika tidak ada masalah, namun kehidupan tanpa masalah itu mustahil. Hidup dengan masalah tetap bisa menjadi indah ketika kau menghadapinya bersama orang yang kau kasihi.
Seperti apa yang terjadi kepadaku dan Genta. Kami berdua akan menjadi kuat jika bersama, karena masing-masing membawa peran penyokong bagi yang lainnya.
Aku begitu senang karena kak Genta lah yang berhasil membuatku berbaikan dengan Nadira. Rasa senangnya tidak bisa kuungkapkan dengan kata-kata. Untuk menyalurkannya, aku memeluk kak Genta dengan erat di atas motor saat ini.
"Makasih kak Genta."
"Udah berapa ratus kali kamu bilang gitu," jawabnya "Ugh, perutku sakit." Kak Genta menggeram pelan.
"Hah kenapa? Sakit kenapa?" kataku khawatir dari belakang telinganya.
"Kamu meluknya terlalu erat." Dia menepuk-nepuk tanganku pelan.
Aku yang terkejut secara otomatis melepaskan pelukanku darinya. "Maaf" kataku.
"Jangan dilepas, peluk lagi." Kak Genta meraih tanganku untuk kembali memeluknya. "Tapi jangan erat-erat." lanjutnya.
Entah kenapa ada sengatan listrik yang muncul ketika tangan kak Genta menggenggam tanganku tadi, membuat aku tidak tahu harus berkata apapun karena salah tingkah. Aneh, padahal kami pernah lebih dekat dari saat ini.
"Kak Genta," aku memanggilnya dan dia menoleh sebentar menungguku melanjutkan. "Aku nggak mau pulang." akhirnya bisa kuutarakan keinginanku.
"Hah? Kenapa?" jawabnya. Rasanya aku tiba-tiba mengalami flashback, hehehe.
"Ke Taman Atap yuk."
Kak Genta tampaknya merenung sebentar sebelum menjawabku. "Gak bisa, kita pulang aja." ada nada menyesal di suaranya.
"Kenapa? Hem, yaudah sih gak papa." aku kecewa, banyak. Padahal aku ingin memberikan hadiah karena dia sudah membantuku hari ini.
"Kamu kecewa?" kak Genta menoleh ke arahku.
"Nggak." aku menjawabnya ketus. Iyalah aku kecewa, tidak perlu ditanyakan.
"Bener?"
"Bener." lah dia tidak sadar aku ngambek? Tidak peka!
"Maaf," katanya tiba-tiba. "Kak Gen ada latian basket sore ini, pulangnya pasti malam, soalnya bentar lagi ada turnamen penting."
"Yaudah sih ya." jawabku sekenanya. Aku kekanakan ya? Iyakan ya? Tapi kak Genta nggak bakal kabur kan ya? Jangan kabur kak Gen...
Aku diam sepanjang perjalanan, tidak terlalu ngambek seperti tadi, toh latian basket memang sesuatu yang penting untuknya. Dia kan kenal basket lebih dulu dari pada aku, jadi aku tau diri lah ya. Tidak baik jadi pasangan yang posesif, camkan itu.
Aku bahkan masih memeluk kak Genta bagaimanapun. Menurutku ini posisi yang nyaman, walaupun pinggangku sedikit sakit sih menahan diri untuk tidak terjatuh kepadanya. Karena nyatanya sadel motornya itu turun kebawah, seperti sadel motor ninja kebanyakan.
Sadel inilah yang sering dibuat kesempatan bagi pria-pria pengemudinya untuk merasakan hal aneh-aneh. Kalau kalian tidak mengerti tidak apa-apa, aku saja diberitahu Nadira sudah lama sekali tentang hal itu. Dan saat ini aku yakinlah kak Genta bukan tipe orang semacam itu yang mengambil keuntungan aneh dari posisi sadel motornya ini. Iyakan? Hehehe.∆∆∆∆∆
Kak Genta tidak bercanda ketika dia bilang latihan basketnya sampai malam. Nyatanya dia pulang menjelang tengah malam semalam. Kalau aku tidak salah itu sudah hampir pukul 11. Bahkan aku sudah tertidur ketika dia masuk ke dalam kamar dan kemudian pergi mandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweetest Bride
RomansaEvelin hanyalah anak SMA biasa yang harus dihadapkan pada takdir mendadak di hadapannya, Dia harus menikah dengan Genta Airlangga, kakak kelas pujaan satu sekolah, karena perjanjian politik kedua orang tua mereka. Bisakah Evelin dan Genta menyatukan...