31. Genta 'Arti Perpisahan'

186K 9.5K 1.6K
                                    

Genta point-of-view

Masa putih abu-abuku telah resmi berakhir.

Tidak akan ada lagi senyum ceria Evelin di kantin sekolah. Tidak akan ada lagi rutinitas sarapan bersama, dan kemudian berangkat sekolah bersama dengannya. Dan tidak akan ada lagi perasaan menggebu-gebu saat tanpa sengaja berpapasan dengannya di lorong antar kelas.

Bagaimanapun, sekolah adalah tempat bersejarah bagi kisah kami berdua.

∆∆∆∆∆

Aku sudah menciumi tangannya, dahinya, hidungnya, dan pipinya. Namun, gadis ini masih belum ada niatan untuk bangun dari tidurnya sama sekali. Dia terlalu dalam memasuki alam mimpi kurasa.

"Eve," panggilku sayang sembari membelai pipinya lembut. "bangun, sayang. Matahari sudah pamer cahaya di luar sana."

Dia hanya mengerang pelan.

"Bangun." ujarku lembut sekali lagi. Dan kali ini berhasil, karena matanya mengerjab dengan malas.

"Kak Gen." dia menyapa dengan mata yang masih tidak terbuka sempurna.

"Iya ini Kak Gentamu, kenapa?" aku menyingkirkan helaian rambut yang jatuh di wajah cantiknya perlahan.

"Kak Gentaaa" rengeknya tiba-tiba. Aku sedikit bingung dengan reaksinya. Lalu tiba-tiba Evelin merenggangkan tangannya dan menarikku ke dalam pelukannya.

"Kenapa?" tanyaku sekali lagi dengan dilimpungi kebingungan di dalam pelukannya. Namun, tentu saja ada rasa senang di dalam sini.

"Jangan jauh dari Eve. Eve nggak sanggup jauh-jauh sama kak Gen. Please, Kak Gen." suaranya serak, selayaknya orang menahan tangis.

Jantungku seketika berdebar mendengar apa yang di ucapkannya itu. Perasaan yang ingin kusimpan terungkap keluar akhirnya. Perasaanku yang enggan untuk berpisah.

Tanganku terulur untuk mengelus belakang kepalanya. "Bodoh kalau aku mau ninggalin kamu. Kamu itu udah seperti oksigen khusus buat kak Genta. Kamu jauh lebih berarti dari apa yang kamu pikir."

Evelin langsung melepas pelukannya dan menatap mataku. Memberiku pemandangan jelas genangan yang ada di pelupuk matanya.

"Jangan nangis, please, Eve. Jangan nangis di depanku. Itu bikin aku ngerasa bersalah, karena udah bikin ciptaan Tuhan yang nyaris sempurna ini nangis." Aku bangkit dan merubah posisi tidurku menjadi duduk. Diikuti Evelin sesudahnya.

Dia mengangkat tangannya dan menggosok matanya pelan, lalu tersenyum simpul menatapku "Air matanya keluar sendiri, nggak Eve suruh, Kak Gen." dengan sedikit terkekeh dia berkata.

Aku yang mendengar lelucon kecilnya pun ikut terkekeh bersamanya. Ah Tuhan, lihat senyumnya itu. Senyum sendu namun penuh pesona itu. Seperti candu bagiku.

Tanganku bergerak meraihnya dan lalu membawanya ke dalam pelukanku. Gadis ini dengan nyaman menyandarkan kepalanya di dadaku. Meringsek di sana seperti anak kucing yang mencari kehangatan. Tangannya melingkar mesra di belakang perutku. Membuatku merasa bahwa tidak ada apapun di dunia ini yang bisa memisahkan kami, untuk sekarang.

"Kak Genta cinta kamu. Jangan lepas. Cukup aku yang bisa memiliki kamu seperti ini. Cukup kak Genta." bisikku memohon di sisi telinganya.

Evelin langsung menangguk yakin di dalam pelukanku. "Gak bakal di lepas. Eve dan kak Genta akan begini terus selamanya." jawabnya.

"Selamanya?"

"Iya."

"Hari sudah terang. Waktunya kamu mandi. Sebenernya kak Genta nggak mau nolak, tapi kamu bilang selamanya begini, jadi ayo mandi bareng." aku memilih bersifat sedikit nakal untuk menggodanya dan demi melihat tawanya.

Sweetest BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang