ignore him ignore him JUST IGNORE HIM!!
Duck pov
"Tuh, si Anto emang kenal ama Erdi?" Tanya Chagie pada Luna, dua artis kampus yang selalu mengekori Erdi saat dia di lapangan basket.
"Kayaknya iya, sih!" jawab Luna sambil mencuri pandang padaku. Hm, ini membuatku risih.
"Eh, ya ...." belum juga aku mendengar apa yang akan dikatan oleh Chagie, wajah Zidan sudah terlihat di depan kelasku. Urgh, kenapa dia ada disini?
Diriku. Abaikan saja keberadaan makhluk setengah hewan itu. Jangan meluapkan kekesalanmu padanya. Ingat! Kamu hanya seekor bebek. Jangan menarik perhatian lebih dari tadi saat Erdi meminta bantuan padamu. Abaikan saja dia, diriku. Abaikan. Abaikan. ABAIKAN!!
*Kemarin sore, perpustakan lantai dua gedung Fakultas Manajemen*
".... mmpph.... " aku masih tersenggal akibat serangan mendadak yang membuatku tak bisa melakukan apa-apa. Seluruh tubuh rasanya mati rasa, terlebih bagian mulut dan bibirku, kekuatan yang aku rasakan menggebu saat membicarakan Erdi menghilang ditarik oleh ciuman yang memabukkan dari Zidan.
"...." Aku tak bisa mendengar apa yang Zidan katakan karena aku masih mencoba untuk menangkap napas yang seakan lari menjauh dariku, dengan susah payah aku kembali mendapat fokus yang hilang entah kemana dari otakku.
"Ha... Haa...." Ini bukanlah ciuman pertamaku. Tapi tetap saja, seorang pro dan remaja labil, kualitas mereka jauh berbeda.
"Sial!" umpatku kesal sambil mengelap air liur yang membekas di dagu dan pojokan bibirku. Aku menatap ambang pintu yang kosong.
Argh! Rasanya ingin meneriakkan kata kasar. Bagaimana bisa ciuman Zidan rasanya senikmat itu? Dengan telatennya dia menjilat setiap bagian mulutku. Dengan bodohnya aku hanya diam dan menikmati apa yang Zidan lakukan. Sial! Aku seperti gigolo saja, ah, gigolo saja tidak akan semudah ini lumpuh hanya dengan deep kiss macam itu.
Untung saja ruang perpustakaan hari ini sepi, bahkan Pak Doni, penjaga perpus juga sedang pergi. Ish, bila aku bertemu dengan Zidan aku pastikan tinjuku akan melayang padanya.
*End fhlasback*
Aku memandang tajam kearah Zidan yang dengan arogan berjalan ke arahku. Dengan segera, tak peduli dengan datangnya Bu Siska —Dosen materi Psikologi Kepribadian— aku memberaskan semua buku dan peralatan menulisku ke dalam tas ransel. Aku membawa ranselku dan segera aku berjalan menghadang Zidan.
"Yo, Anto!" Sapa Zidan dengan wajah tengil yang benar-benar menjengkalkan nuraniku.
BUGH!
Sebuah pukulan tepat melayang di pipi sebelah kiri Zidan. Karena kekokohan tubuhnya atau memang pukulanku saja yang lemah, kepala Zidan hanya menoleh, badannya tidak roboh seperti yang aku harapkan. Pipi tirus Zidan pun masih terlihat mulus. Apakah pukulan tinjuku hanya sebuah tamparan baginya?
Itulah, sudah kubilang padamu, wahai diriku, jangan pedulikan Zidan. Abaikan dia dan segeralah pergi dari sini. Sembunyikan dirimu dan jangn tunjukkan diri di depan Zidan.
Ya ampun! Aku harus bagaimana lagi? Aku ingin lari. Ah!! Dengan sunyinya kelas dan mematungnya Zidan aku segera berlari keluar dari kelas. Dengan tergopoh dan langkah yang tidak hati-hati, mencoba kabur dari Zidan yang tatapannya seperti siap untuk membunuhku kapan saja. Mengerikan!!
YOU ARE READING
A Swan & a Duck [On Hold]
General FictionAnto seorang bebek dan Erdi seorang angsa. Mengagumi Erdi yang seorang angsa tidak begitu buruk bagi Anto yang seorang bebek karena setidaknya dia bisa merasakan debaran nikmat dan sesak di dadanya. Walau harus sering kecewa karena melihat sang angs...