Scene 11

746 117 9
                                    

A Hunter

Anto terlihat sangat manis seperti biasa, pipi tirus dan dagu yang mulai memunculkan beberapa rambut-rambut baru terlihat sangat berantakan namun mempesona.

"Zidan," suara yang aku benci berdering membuat kupingku gatal, aku tidak menolehkan kepalaku dari menggerang sebagai jawaban.

"Kurasa Anto kurang nyaman dengan tindakanmu, bisa hentikan itu?" ucapannya hanya aku balas dengan sebuah napas panjang, kemudian tangan Anto yang lebih kecil dibanding tanganku memegang jari-jariku yang ada di rambutnya.

"Hentikan," lirihnya yang seketika membuatku tersenyum tipis.

"Hn, tidak ada yang ingin kau katakan padaku?" Pancingku untuk menggodanya, tapi sekali lagi, si cewek kemayu di depanku mengganggu ritualku.

"To, memang ada apa antara kamu dan Zidan?" dia tersenyum dengan sok centil, membuat darah mengalir ke otakku.

"Te-teman ..." jawab Anto dengan wajah memerah dan tangan mengepal.

Bangsat! Si banci ini mau apa dengan Antoku, huh!?

"Teman baik, sih! Pernah juga saat di perpustakaan kami berc--" belum juga aku melanjutkan perkataanku, tangan Anto sudah berada di mulutku, menutupnya layaknya masker--"bercanda ..." sambungku setelah menurunkan tangan Anto.

Aku menggenggam tangan kanannya yang berada di bawah meja. Anto terlihat hampir menangis, benar-benar sangat manis. = ̄ω ̄=

Si Banci terlihat bingung melihat reaksi Anto, beda dengan Varid yang seakan sudah menduga semua ini akan terjadi. Huh! Seperti aku peduli saja dengan dia.

Untuk satu setengah jam selanjutnya Anto, si banci dan Varid masih asyik mengobrol, sedangkan aku masih asyik bermain dengan rambut Anto yang mulai jadi ikal karena aku gulung dengan jariku.

Tapi satu hal yang membuatku risih. Tatapan si banci. Oi! Oi! Anto ini propertiku, jangan melihatnya dengan mata mesummu, brengsek!

A Swan & a Duck [On Hold]Where stories live. Discover now