Scene 18

1K 85 29
                                        

A Swan

Sekuat tenaga aku menyikut perut Zidan yang membuatnya mendengus menahan sakit di ulu hatinya. Aku segera membuka pintu toilet dan mengusap leherku yang baru saja dicium olehnya.

Sedang sibuk untuk menata detak jantungku yang seperti menaiki roller coster ini, keterkejutanku bertambah dengan sosok Anto yang melotot melihat ke arahku.

Anto menutupi bagian fital tubuhnya seakan menahan sakit di sana. Aku segera menggenggam tangan Anto dan mendorong tubuh yang jauh lebih kecil dibanding milikku ini ke toilet dekat pintu masuk.

Anto hendak mengucapkan sebuah kata sebelum aku mengisyaratkan untuk diam padanya. Aku mengatur nafasku sedemikian rupa, mencoba untuk bernapas dengan teratur.

Suhu panas yang aku bagi dengan Zidan masih melekat pada pori-pori tubuhku yang masih mengeluarkan keringat sehabis bermain basket. Anto melihatku dengan mulut yang terkatup rapat. Aku memasang senyum untuk menenangkannya.

"Oh, Fuck!" umpat Zidan yang sepertinya sudah bisa berdiri dan berjalan keluar toilet. Setelah aku tidak mendengar suara langkah kaki Zidan aku segera memperhatikan Anto yang lebih fokus dengan suara desahan yang dikeluarkan Abdul dan Dullah.

"Mereka benar-benar dimabuk cinta," ringisku pada Anto. Orangnya sendiri masih memilih untuk menutup mulut daripada menyahut omonganku.

Setelah diperhatikan dengan seksama, apa yang sedari tadi di sembunyikan Anto dengan tangannya adalah sesuatu yang menonjol dari balik celananya. Wow! Kurasa Anto sangat butuh bantuan disini.

Melihat dari betapa merah wajah, telinga dan lehernya serta keringat yang sudah membanjiri kaosnya. Suhu panas kini menguap dari tubuhnya setelah suhu panas tubuhku sedikit menurun.

"Biar aku bantu," ucapku sembari membuka ikat pinggang yang digunakan oleh Anto. Si empunya terkejut bukan main, semua itu terlihat dari betapa matanya akan keluar saat aku mulai menyentuh tonjolan di balik celana itu.

"Ti—jangan ..." Anto memejamkan matanya ketika aku mulai mengeluarkan alat vitalnya dari kungkungan yang menutupinya. Dengan perlahan aku mulai mengurut alat itu lalu aku mulai menaikkan ritme urutanku. Desahan demi desahan yang tertahan mulai keluar dari mulut Anto yang sedari tadi membisu.

"Engh ..." Anto menjatuhkan dirinya padaku karena kakinya sudah tidak kuat menahan bobot tubuhnya. Aku mendudukkan Anto pada toilet duduk dan melanjutkan acara mengurutku. Wow! Mungkin aku harus membuka jasa urut bila Anto merasa puas akan kinerja tanganku nanti, ahahah.

Melihat wajah Anto yang merasakan nikmat membuat alat vitalku juga menegang, dengan tangan kiriku yang bebas aku mengeluarkan alatku dari kurungannya. Aku yang tadinya berjongkok di depan Anto sekarang perlahan berdiri dan meletakkan pahaku ke atas paha Anto mencoba mensejajarkan posisi alat kami.

Anto yang melihat dengan air liur menetes mulai berani untuk menggenggam alat vitalku yang mengangguk-angguk dengan angkuhnya. Aku dan Anto mulai mengurut alat vital kami bersama, dengan ritme yang semakin lama semakin cepat.

Aku merasakan pacuan adrenalin yang tadi aku rasakan saat Zidan mencium leherku mengalir kembali, denyutan alat vital Anto bisa aku rasakan. Menandakan bahwa alat vitalnya sudah siap untuk meledak. Akupun mulai memainkam lubang yang ada di alat vitalku guna mempercepat ledakanku.

Napas kami mulai tidak teratur, keringat bercucuran dengan derasnya. Aku dan Anto meledak bersama, mencapai titik tertinggi dari puncak adrenalin yang sudah beberapa lama tidak aku kunjungi. Aku yang duduk di atas Anto menyenderkan kepala dan mencoba untuk mengatur napasku sekali lagi.

Hah ... haah ... sungguh sangat nikmat ....

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 23, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

A Swan & a Duck [On Hold]Where stories live. Discover now