Scene 10

879 124 6
                                    

Bersama Angsa di Lingkungan Istana

A duck

Aku dan Erdi semakin dekat. Hari ini Erdi mengajakku makan bersama di kantin jurusan hukum. Tempat di mana anak-anak elit berkumpul. Kenapa anak elit? Karena di sini banyak sekali anak pejabat, konglomerat dan bahkan kyai terkenal masuk ke hukum.

Rasanya sangat tenang, karena dari pagi tadi aku tidak melihat batang hidung Zidan. Heheheh, di tambah dengan adanya Erdi yang sedang minum jus buah naga membuat suasana semakin sejuk.

"Kemarin terimakasih sudah mau menemaku ke UKS," ucapku pada Erdi yang mulai memakan nasi gorengnya.

"Gak masalah, teman emang harus saling bantu, kan!" Senyum lembut terlukis di wajah Erdi. Aku jadi tertular untuk tersenyum.

Tidak terasa, waktu yang aku habiskan dengan Erdi berlangsung dengan cepat. Erdi orangnya sangatlah periang, banyak candaan yang dilontarkan olehnya dan semua itu sangatlah lucu, membuagku tertawa dan makin kagum dengan Erdi.

"Erd, makan kok gak ngajak aku," suara asing menyapa Erdi dari punggungku. Aku menolehkan kepala dan melihat seorang lelaki dengan perawakan tegap dan janggut tipis yang menemani lesung pipinya.

"Terlalu lapar, aku sampai lupa kalau sudah janji ngajak kamu makan siang." Erdi tersenyum kikuk lalu mempersilahkan lelaki itu duduk di bangku sebelah kanan Erdi.

"Eh, To! Kenalin ini Varid, teman sekelasku. Dan Varid, ini Anto, anak Manajemen Pendidikan." Erdi memperkenalkan kami berdua, dengan ragu dan kehati-hatian aku menggapai tangan Varid yang terulur dengan penuh kepercayaan diri.

"Anto anak manajemen, kamu ... yang mukul Zidan, ya?" kalimat Varid seketika membuat air keringat keluar dengan cepat dari keningku. Suasana sejuk yang aku rasakan berubah panas seketika.

"Woh! Ada apaan emang sampai kamu mukul Zidan?" Erdi bertanya padaku.

Aku yang gugup dan takut menguatkan genggaman tanganku.

"Tapi si Zidan memang pantas di pukul. Maksudku, semua orang juga mengerti betapa mengesalkan tindakan dan kelakuannya yang tidak tahu moral itu." Timpal Varid.

Ya, ya!! Aku setuju 100% dengan Varid. Zidan memang tidak bermoral. Dia itu bejat! Berbahaya! Bangsat!

Huh!

"Meski begitu, dia juga memiliki sisi baik. Dulu saat OSPEK aku lupa membawa topiku dan Zidan meminjamkan topinya padaku, ahahahah, akhirnya, sih dia di hukum sama senior." Jelas Erdi yang lebih berada di tengah daripada harus membenci atau menyukai. Uuh, dia memang pantas di kagumi.

Mengetahui hal seperti itu, bukankah Zidan hanya tidak mau menggunakan topi OSPEK itu? Topi bajak laut dari koran, ah, aku mengerti perasaan Zidan yang enggan untuk menggunakan topi antik itu. ︶︿︶

"Kamu gimana, To? Waktu OSPEK dulu kamu menggunakan warna apa?" Tanya Varid, dia bila dilihat lagi manis, ya! Tidak bosan untuk memandangnya.

"Abu-abu ..." jawabku pelan.

"Duh, manis banget, sih! Berasa punya adek, deh!" Varid yang entah kenapa, setelah mendengar jawabanku mulai mencubiti pipiku.

"Eheheh, iya, kan? Anto memang manis," ucap Erdi yang membuat aku malu.

"Eehh! Wajahnya memerah! Buahahahahahah!" Varid tertawa terbahak melihat tingkahku yang makin kikuk ini. Uuh, malu banget dibilang manis sama Erdi! Tapi juga senang! Waaaahhhh!

Kami masih melanjutkan percakapan kami karena baik aku, Erdi maupun Varid sudah tidak memiliki jam perkuliahan setelah makan siang.

Disaat tengah asyik membahas tentang hobi tiba-tiba saja aku merasakan sesuatu yang menusuk dari arah belakang.

'Ada yang memperhatikanku?'

Dengan perlahan aku menoleh ke belakang, apa yang aku takutkan menjadi kenyataan. Di sana, di pintu masuk kantin terlihat tatapan tajam Zidan yang seperti biasa, dengan angkuh dan penuh percaya diri berjalan sambil melihat ke arahku.

GULP!

Uh! Rasanya aku ingin kencing!!

A Swan & a Duck [On Hold]Where stories live. Discover now