Love #23 Memberi Jarak

1.8K 218 86
                                    

Ara berjalan sedikit cepat menelusuri koridor pagi hari ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ara berjalan sedikit cepat menelusuri koridor pagi hari ini. Tugas matematikanya masih ada yang belum terisi karena ia tidak yakin dengan jawabannya. Gadis itu berniat menanyakannya pada Gea, karena itu sekarang ia terburu-buru.

Saat berada di tikungan, Ara tidak sengaja menabrak seorang gadis membuat gadis itu terpental ke belakang. Dia Marinna. Namun untungnya gadis itu tidak sampai terjatuh karena di belakangnya ada Lava yang menahan tubuh gadis itu.

"Hati-Hati kalo jalan," ucap Lava datar.

Ara merotasikan bola matanya, "Sorry," balasnya cuek lalu melenggang pergi.

"Ra." Ara terus berjalan tak mempedulikan panggilan Lava. Bahkan sekarangpun cowok itu masih membela Marinna. Walaupun kali ini memang Ara yang salah karena kurang memperhatikan jalan, tetap saja Ara kesal.

***

Bagai dilanda badai, perasaan Ara terus memburuk dari waktu ke waktu. Keadaan juga tak kunjung membaik. Insiden di toilet itu sudah menyebar ke satu sekolahan. Banyak siswa yang mulai membicarakan Ara dan mencaci maki serta menghujat dirinya baik terang-terangan maupun dari belakang. Seakan-akan Ara telah melakukan suatu perbuatan yang hina.

Namun tak sedikit pula yang membela dirinya. Bagi mereka yang cukup mengenal Ara, mereka yakin Ara tak mungkin berbuat hal serendah itu. Termasuk teman sekelas Ara. Sebesar 90 persen dari mereka mempercayai Ara dan tak meragukannya. Hal ini membuat Ara merasa tenang saat berada di kelasnya.

Tetapi tidak untuk saat ini. Ara berusaha sekuat-kuatnya menulikan telinga dan menyaring segala omogan yang masuk ke pendengarannya. Di kantin ini, hampir seluruh siswa tengah berbisik-bisik menggunjingkan dirinya. Ada pula yang memandangi Ara dengan tatapan seolah-olah Ara seorang manusia yang paling menjijikan.

Kejadian pagi tadi saat Ara menabrak Marinna sudah tersebar ke seluruh penjuru sekolah. Namun ceritanya terlalu jauh melenceng. Rumor yang beredar malah Ara dengan sengaja mendorong tubuh Marinna dengan keras sampai gadis itu terjatuh. Lalu setelahnya Lava datang untuk menolong Marinna dan bertengkar hebat dengan Ara. Entah siapa yang menyebarka itu, ingin sekali Ara menuntutnya atas pencemaran nama baik.

"Nah, kan udah gue bilang, Ra. Lo sih gak percaya sama gue," Maya berujar kesal pada Ara sembari menggebrak meja tempat mereka makan saat ini. Emosinya memuncak melihat keadaan yang kacau seperti ini. Andai saja Ara mendengarkan perkataannya mungkin saja kejadian seperti ini dapat dicegah. Namun semuanya sudah terlanjur.

Luna mengangguk setuju dengan Maya, "Iya, Ra. Lo terlalu lengah deh. Harusnya lo lebih waspada lagi," Ia mengelus punggung Ara berusaha menenangkan hati sahabatnya itu.

Wanda lalu menghela napas panjang, "Lo yang diginiin jadi gue yang sedih, Ra. Sumpah, gue ikut prihatin." Ia mengusap matanya yang mulai sedikit berair.

"Lo gak takut kalo Lava bakal ninggalin Lo dan lebih milih si Marinna?" tanya Gea pada Ara yang sedari tadi sibuk mengaduk-aduk Baksonya tanpa ada ia makan sesuap pun.

"Buat apa gue takut? Kalo dia milih si Marinna berarti dia orangnya gak setia. Gue gak butuh cowok kaya gitu," jawab Ara datar. Ia menatap kosong tak nafsu ke arah makanan di hadapannya.

"Ara udah gede ya. Sekarang omongannya setia-setia gitu," ujar Wanda berusaha menggoda Ara.

Gea lantas menyikut lengan Wanda pelan, "Apa sih, Wan." Ia merasa ini bukan saat yang tepat untuk bercanda. Mungkin hal itu akan semakin melukai Ara. Wanda lalu mengatakan 'maaf' dengan suara pelan. Caranya ingin menghibur Ara mungkin kurang benar.

"Bener sih kata Ara. Kalo emang Lava sayang banget sama Ara, dia pasti gak bakal ninggalin Ara. Sebesar apa pun kesalahan Ara dia gak akan peduli. Dia pasti bakal berusaha meluruskan Ara. Gue yakin Lava gak bakal berpaling dari Ara," kata Luna berusaha menyemangati Ara. Ia tak ingin Ara kehilangan harapan dalam hubungannya dengan Lava.

"Tapi gue gak salah, Lun," ujar Ara dengan suaranya yang bergetar.

"Iya, gue tau lo gak salah. Bukan maksud gue nyalahin lo, Ra. Yang salah itu Marinna sama Lava." Luna merangkul tubuh Ara. Sepertinya Ara salah mengira kalau Luna tengah menyudutkannya. Padahalnya maksudnya hanya ingin memberi Ara semangat.

"Tuh liat. Mereka lagi asyik makan berdua seakan-akan Ara gak ada di sini." Maya menunjuk dengan menggunakan dagunya ke arah Lava dan Marinna yang sedang makan bersama, "Lava ngeselin banget sumpah. Dia kok gitu sih! Apalagi si Marinna. Dia sama aja bitch-nya kaya Clara. Malah lebih parah."

Ara melihat ke arah yang ditunjukan Maya. Sebenarnya ia sudah melihatnya dari tadi tetapi ia memilih menunduk menghindarinya. Biasanya Ara lah yang duduk di tempat itu. Tetapi kini Marinna yang sedang menempatinya. Apa posisi Ara akan benar-benar tergantikan? Baik posisinya di hati Lava? Setelah kejadian hari itu memang sudah seperti ada jarak di antara Ara dan Lava.

"Hush, May. Udah-udah gak usah merhatiin mereka. Ngomongin mereka terus cuma bakal buat Ara tambah sedih. Mending kita bahas tugas Prakarya dari Mam Indah." Gea menegur Maya lalu berusaha mengalihkan pembicaraan ke arah yang lebih baik. Ia tak tega melihat Ara yang terus memasang wajah sendunya.

Wanda mengangguk menyetujui perkataan Gea, "Bener, Ge. Dari pada gue nangis di sini kan bikin malu," celotehnya.

Maya memutar bola matanya, "Lo aja yang aneh, Wan. Ara-nya aja gak sebegitunya. Lo kan alay," cibirnya yang langsung dibalas tatapan tak terima dari Wanda.

"Jadi kerjain di rumah siapa nih?" Luna bertanya meminta pendapat. Ia memandang satu persatu ke arah teman-temannya.

Wanda berpikir sejenak sembari bertopang dagu, "Di rumah lo aja, Lun," putusnya.

"Jangan, jangan," Luna menggeleng cepat menolak saran Wanda, "ada Adek Sepupu gue di rumah. Nanti malah direcokin lagi. Yang ada mah gak selesai-selesai kita kerjain."

"Kenapa gak di rumah lo aja, Ge. Rumah lo kan lumayan strategis tuh. Banyak toko-toko juga lagi. Jadi kalo perlu apa-apa kan gak usah jauh-jauh," ujar Ara membuka mulut menyalurkan pendapatnya setelah menimbang-nimbang beberapa aspek. Syukurlah Gea mengalihkan pokok bahasan mereka. Ara sudah merasa sedikit lebih tenang.

Maya lalu mengacungkan jarinya seraya berseru, "Setuju!" Rumah Gea paling dekat dengan kostnya sehingga bisa sekalian hemat ongkos.

"Gue juga setuju sama Ara," ujar Luna sependapat.

Gea lalu mengangguk paham, "Oke. Deal ya di rumah gue nanti jam 4. Awas pada ngaret datangnya. Gak gue kasih makan-minum loh nanti. Gak ada cemilan juga," ancamnya tak main-main. Tak lupa dengan ekspresi seram yang terpampang di wajahnya.

"Jahat banget, Ge," protes Wanda dengan wajahnya yang ia buat semelas mungkin. Baginya, wanita tanpa cemilan bagai taman tak berbunga. Sangat hampa dan tak berwarna.

"Gampang mah. Gak bakal telat kalo Maya. Deket kok."

"Nanti kalo gue datang duluan bakal gue habisin cemilannya. Biar yang telat gak kebagian. Hahaha," ujar Luna sembari tertawa jahat ala nenek sihir dalam film.

_______________________________________

Annyeong!!!

Akhir nya aku update. Semoga part ini bisa mengobati rindu kalian. Padahal aku lagi gak mood ngetik. Tapi aku usahaiin. Semoga hasilnya gak jelek yaa.

Jangan lupa vote komen yaa

By Chaerun Nessa

26 Oktober 2016 Revisi 2 November 2022

ERROR : Love Or Lies [Revisi-Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang