Love #25 Penyesalan dan Maaf

1.5K 179 60
                                    

Detak jarum jam terus berbunyi seiring waktu terus berlalu. Dinginnya malam yang menusuk kulit perlahan mulai menghilang. Bau khas obat-obatan semakin menyeruak indra penciuman. Suara bising samar-samar mulai terdengar dari mereka yang sudah memulai aktivitasnya.

Seorang gadis tengah terbaring lemah tak berdaya dengan kepala diperban dan infus yang melekat di tangannya. Di sebelahnya terlihat seorang lelaki duduk tertidur pulas dengan merebahkan kepalanya di sisi ranjang tempat gadis itu terbaring. Tangan keduanya saling bertautan sepanjang malam. Saling menyalurkan kehangatan di tengah kedinginan.

Tanpa ada yang mengganggu. Tanpa seorang pun yang menyaksikan. Hanya mereka berdua.

Kreett...

Terdengar suara pintu dibuka secara perlahan memecah keheningan. Muncullah sepasang muda-mudi dari balik pintu tersebut. Mereka lalu berjalan dengan tenang menghampiri sang lelaki.

"Lava," panggil salah seorang dari mereka mencoba membangunkan lelaki itu.

Dengan perlahan lelaki itu mulai mengerjapkan matanya. Mencoba melawan kantuk yang masih terasa. Mengumpulkan kembali kesadarannya yang sempat hilang entah kemana.

"Kenapa, Lun?" tanyanya ketika ia sudah sadar sepenuhnya.

"Lo pulang dulu ya. Lo kan udah semalaman di sini. Ara biar gue aja yang jaga," ujar wanita itu mencoba membujuk Lava secara perlahan. Ia pikir Lava pasti kelelahan dan butuh istirahat.

Lelaki itu menggeleng, "Enggak. Gue mau di sini sama Ara," ujarnya menolak. Tangannya masih menggenggam erat sang pujaan hati tanpa pernah ia lepaskan.

"Nanti bakal kita kabarin kok kalo Ara sudah sadar. Nanti kan lo bisa ke sini lagi," ujar temannya yang satu lagi berusaha meyakinkan Lava.

Lava masih bersikeras. Ia tak menanggapi ucapan temannya itu. Ia hanya diam sambil memandangi wajah pucat kekasihnya. Menantikan waktu saat gadisnya itu akan sadarkan diri. Mengapa lama sekali? Ia sudah menunggu semalaman sampai ia tertidur tanpa sengaja.

"Kalo gitu ke kantin aja ya sama Orion. Lo belum ada makan, 'kan? Biar gue aja yang nunggu di sini," Luna menyentuh pundak Lava seraya mangajaknya sarapan. Lelaki itu butuh asupan makanan untuk menjaga staminanya. Terlebih lagi sebenarnya ia juga sakit.

Lava kembali menggeleng.

"Udah, Lun. Dia gak bakal mau," ujar Orion menghentikan Luna. Ia sudah memahami tabiat sahabatnya itu lebih dari siapapun, "Mending kita aja yang beliin."

"Yaudah deh."

Mereka lantas berjalan keluar ruangan itu meninggalkan Lava bersama Ara. Bagi Lava, tak ada yang lebih penting dari Ara saat ini. Semua salahnya Ara sampai seperti ini. Seharusnya ia selalu memprioritaskan Ara. Ia masih menyesalinya. Bahkan sampai detik ini.

Lava dan yang lainnya belum mendengar kronologis kejadian itu langsung dari mulut Ara karena sejak gadis itu pingsan sampai sekarang ia belum sadarkan diri. Saksi mata satu-satunya hanya seorang yang pria yang tanpa sengaja melihat Ara sedang diserang seorang pemabuk saat pria itu baru saja keluar dari mini market yang berada jauh di seberang jalan.

Lava tak dapat membayangkan bagaimana perasaan Ara. Setakut apa Ara saat itu. Apa gadisnya itu menangis? Ara bukan apa-apa jika dibandingkan lelaki itu. Ara masih bisa ditemukan dalam keadaan hidup saja sudah sebuah anugerah yang sangat besar. Karena banyak kejadian serupa yang berakhir nahas.

Memang luka yang dideritanya cukup parah. Kepalanya mengalami gegar otak ringan. Punggungnya yang menghantam kuat tembok juga akan membuatnya kesulitan menegakan tubuhnya saat ia sadar nanti. Dan yang paling parah mungkin ada pada mentalnya. Ada kemungkinan besar ia akan mengidap trauma. Sekali lagi Lava merasa bersalah.

ERROR : Love Or Lies [Revisi-Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang