Love #19 Mencurigakan

2.1K 244 80
                                    

Hiruk-pikuk menyambut Ara dan Luna begitu mereka melangkahkan kaki memasuki kantin sekolah mereka. Seperti biasa, Ara menjalankan rutinitasnya makan siang bersama Lava. Selalu seperti itu. Bagi Ara, mungkin makan siang hanya hal biasa. Tetapi bagi Lava, itu adalah kesempatan baginya menghabiskan waktu bersama Ara.

Selain di kantin, bisa dibilang jarang sekali mereka terlihat bersama. Paling-paling jika mereka berpapasan saja dan saat pulang sekolah. Hal ini dikarenakan mereka berada di kelas yang berbeda. Jadwal pelajaran yang ketat dan jarangnya ada jam kosong sering membuat Lava merasa kesulitan jika ingin menemui Ara.

Ara menyadari suasana di kantin kali ini terasa berbeda. Biasanya suasana seperti ini hanya terasa jika sedang terjadi keributan. Ia dapat melihat dengan jelas banyak siswa yang sedang berkerumun. Ara hanya berharap semoga bukan Lava lah pelakunya.

"Pada ngapain ya, Wan?" Ara bertanya pada Wanda yang sudah berada di kantin ini lebih dulu dari Ara. Ara yakin Wanda pasti tahu apa yang sedang terjadi.

"Itu ada Ade Kelas yang gak sengaja nyenggol Clara. Jadi Clara marah-marah sama dia," jelas Wanda sambil terus memperhatikan ke arah kerumunan di hadapannya. Ara lantas ikut melihat ke arah yang sama seraya sedikit menjinjit agar ia bisa melihat apa yang terjadi.

"Terus Lava ngapain?" tanya Luna yang entah sejak kapan sudah naik ke atas salah satu kursi kosong di kantin sehingga ia dapat melihat dengan jelas.

"Lava belain Ade Kelas itu," tunjuk Gea pada seorang gadis yang tengah berlindung di belakang tubuh Lava sembari memeluk lengan lelaki itu ketakutan. Maya mengangguk membenarkan ucapan Gea.

Ara terpaku sejenak. Tiba-tiba jantungnya berdetak cepat secepat rasa sakit yang menjalar di hatinya. Lagi-lagi Adik Kelas itu. Adik Kelas yang beberapa hari lalu menumpahkan minuman di seragam Ara.

Setelah kejadian itu, Ara cukup sering bertemu dengannya. Beberapa kali Ara juga melihat Marinna berbicara dengan Lava. Entah apa yang mereka bicarakan Ara tak tahu. Tetapi mereka terlihat cukup akrab. Ara merasa sepertinya gadis itu menyukai Lava. Walau tak terlalu kentara, tetapi Ara masih dapat melihatnya.

"Lava lo kok belain dia sih. Harusnya kan gue. Yang salah itu dia, Lav," protes Clara yang terdengar seperti dialog dalam sinetron. Beberapa siswa menatap jengah ke arahnya.

"Lo gak perlu kasar. Masalah kaya gini aja lo besar-besarin. Dia juga gak sengaja kok," bela Lava dengan tatapan dinginnya, "mending lo pergi sekarang juga dari hadapan gue."

Clara menatap Lava dengan tatapan tak terima. Ia lalu pergi meninggalkan tempat itu bersama teman-temannya. Para siswa yang tadi berkerumun kini membubarkan diri karena tontonan mereka telah usai.

Lava lalu membalikan tubuhnya menghadap gadis itu, "Lo gak apa?" tanyanya.

"Aku gak apa kok Kak Lava. Maaf gara-gara aku Kakak jadi terlibat gini," ujar Marinna meminta maaf dengan kepala yang tertunduk, "Makasih ya Kak udah nolongin aku."

"Iya. Gak apa kok," jawab Lava dengan senyum tipisnya, "Oh iya. Lo mau makan di mana? Gabung bareng kita aja."

Marinna diam sejenak seraya berpikir, "Tapi Kak, Kak Ara nanti gimana?"

Lava segera mencari keberadaan Ara dan dalam sekejap berhasil menemukan dimana posisi gadis itu. Ara segera memalingkan wajahnya agar Lava tak menyadari kalau sedari tadi ia memperhatikan lelaki itu.

"Ara kayanya lagi pengen makan bareng temennya," ucap Lava melihat Ara yang tengah berkumpul bersama teman-temannya, "Ayo duduk."

Diam-diam Ara melirik Lava dan Marinna yang sudah duduk berhadapan seraya menyantap makanan mereka. Ara hanya menghela napas menyaksikan pemandangan itu. Seketika entah mengapa ia merasa semakin dadanya sesak.

"Lava kok jadi baik banget gitu sih, Ra? Pake nawarin makan bareng lagi," ujar Wanda dengan memasang wajah heran.

Ara mengangkat bahunya tak acuh, "Gue makan di sini aja ya?"

"Lo gak gabung bareng mereka? Gak marah tuh nanti Lava?" tanya Gea dengan kening berkerut. Ia lalu meminum Es Jeruknya yang sempat teranggur.

Ara menggeleng, "Boleh kok, kan gantian." Dia aja sibuk sama cewek lain, sambung Ara dalam hati.

"Yaudah, berarti gue juga makan di sini," sahut Luna yang sudah membawa dua piring Nasi Goreng di tangannya. Ia lalu menyerahkan salah satunya pada Ara.

"Ra, gue mau ngomong sesuatu. Awalnya sih gue gak yakin, tapi gue rasa gue harus bilang ini ke lo sebelum terlambat," ujar Maya yang tiba-tiba memasang wajah serius.

Ara lantas mengerutkan keningnya heran dengan tingkah Maya, "Ngomong apa sih, May. Seriusan banget kayanya. Biasanya juga langsung nyerocos."

"Gini deh Ra, menurut gue lo harus hati-hati sama Ade Kelas itu. Dia itu lebih berbahaya dari yang lo pikirkan," ujar Maya dengan suara pelan agar tak ada orang lain yang mendengar ucapannya.

"Maksud lo, May? Emang lo kenal dia?" tanya Wanda lalu memasukan sesuap nasi ke dalam mulutnya.

Maya mengangguk yakin, "Dia itu Ade Kelas gue juga waktu SMP. Namanya Marinna, 'kan? Sebelumnya gue ragu itu dia atau bukan. Pas gue selidiki ternyata emang bener dia."

"Terus kenapa gue harus hati-hati?" Ara bertanya masih tak mengerti maksud ucapan Maya, "Apa yang salah sama dia?"

"Dia itu lagi berusaha ngerusak hubungan lo sama Lava. Percaya deh sama gue, Ra. Gue pernah ngalamin." Maya berusaha berkata setenang mungkin. Mengingat-ngingat hal yang lalu membuat emosinya terpancing.

"Coba lo jelasin dulu deh, May. Biar kita ngerti," ujar Luna menyarankan dan diikuti anggukan setuju dari teman-temannya yang lain.

Maya menghela napas menenangkan dirinya, "Gini, gue dulu pernah di-PDKT-in sama Kakak Kelas yang paling most wanted di sekolah gue. Terus karena dia gak suka kalo Kakak Kelas itu deketin gue, dia pelan-pelan jahatin gue. Kalo lo kemaren cuma kena tumpahan jus aja, waktu itu dia numpahin kuah bakso ke seragam gue, Ra. Itu panas loh. Syukur aja kulit gue gak kena. Gak kebayang gimana kalo gue sampe kenapa-kenapa," jelas Maya panjang lebar yang disambut tatapan tak percaya dari teman-temannya. Kejadian yang dialami Maya memang sulit dipercayai.

"Mungkin itu cuma kebetulan, May," timpal Ara.

"Kebetulan apanya? Habis itu dia ngefitnah dan ngomongin hal-hal jelek yang gak pernah sekalipun gue lakuin. Terus Kakak Kelas itu tiba-tiba jauhin gue gitu aja dan gue baru tau alasannya waktu temen gue cerita," lanjut Maya. Ia terus bercerita mengenai apa saja yang ia alami yang berhubungan dengan Marinna. "Dan gak lama, mereka berdua jadian."

"Masa sih, May? Dia keliatannya anak baik-baik gitu," sahut Wanda masih tak percaya. Siapapun yang mendengar penjelasan Maya mungkin tak percaya gadis yang terlihat sepolos Marinna ternyata sangatlah licik.

"Terserah kalian mau percaya apa enggak. Asal kalian tau, penampilan seseorang bisa menipu siapa aja," ujarnya tak acuh, "Dan gue juga udah kasih peringatan loh, Ra. Lo jangan terlalu naïf. Lo itu terlalu baik sampe kadang gue gemes sama lo. Gak semua orang sebaik lo, Ra."

Gea berdeham, "Kalo menurut gue Ra, kalo lo gak percaya ucapannya Maya sih gak apa. Tapi seenggaknya lo harus waspada juga. Gak ada salahnya kan?" ujar Gea menyarankan. Luna dan Wanda mengangguk setuju dengan saran Gea.

"Gue bukannya gak percaya sama Maya. Gue bakal waspada kok."



_________________________________________________

Haiiiii. I'm back!!!!!

Kangen kan? Wkwkwk.
Gimana part nya? Sorry kalo gagal baper. Pokoknya berikan vote komen kalian yang banyak.
Oh iya. Kalo kalian ada nemu cerita seperti ini atau ada yg copas atau plagiat, kasih tau aku yaa.

Mulai part ini sepertinya akan semakin slow update karna ini part terakhir yg ada di draft. Jadi sabar2 lah kalian. Tunggu aku dapat ide yaa.

Gak jadi tamat loh. Seneng kan? Wkwkwk

Love, nessa

17 September 2016

ERROR : Love Or Lies [Revisi-Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang