Ara memikirkan kembali keputusannya tadi. Ia tidak merasa keputusan itu adalah benar. Bukankah sebelumnya ia sudah memutuskan untuk menarik hatinya? Bagaimana bisa ia menyetujui permintaan Bundanya Lava. Malah Ara tak sempat berpikir dua kali. Ia tahu kalau penyesalan selalu datang di belakang. Semua sudah terlanjur dan Ara sudah tak bisa mundur lagi.
Mungkin ini sudah takdir Ara untuk menjadi pacar palsunya Lava. Sekeras apapun ia berusaha menolak, akhirnya semua tetap sama. Lava sudah terlanjur memulainya. Dan Ara harus ikut menjalaninya. Tak tahu akhir seperti apa yang akan menanti mereka berdua.
Ara sekarang paham kenapa ia selalu menuruti maunya Lava tanpa bisa membantah. Sepertinya Lava menuruni bakat dari Bundanya. Bedanya, Bunda Lava menggunakan cara halus yang menarik simpati sedangkan Lava lebih menggunakan paksaan dan kadang sedikit ancaman dan kekerasan.
"Kok bengong?" tanya Lava menyadarkan Ara dari lamunannya.
"E-Eh? Gak apa. Emang gue ngelamun ya?" Ara bertanya balik sambil memandang Lava yang ada di sebelahnya.
Lava mengangguk, "Lo laper? Mau cari makan dulu?" Lava kembali bertanya sambil tetap fokus pada jalanan yang ada di depannya.
Ara menggelengkan kepalanya menolak, "Gak kok. Gue makan dirumah aja," jawabnya.
Saat ini mereka memang sedang dalam perjalan mengantar Ara pulang. Selama di jalan Ara memang lebih banyak melamun. Pikirannya tentu saja melayang pada kejadian sewaktu di rumah Lava.
Flashback On
Ara mendengus kasar. "Ish!" desisnya sambil mencubit lengan Lava.
Lava yang tak merasakan sakit sedikit pun masih saja tersenyum ke arah Ara. "Ra, tadi lo ada jamnya Bu Nita gak? Gue denger IPA 1 ada pelajaran Kimia." tanyanya tiba-tiba.
"Iya, ada kok. Kenapa emang?"
"Pinjem buku lo. Mau nyalin catatan," jawab Lava sambil mengulurkan tangannya.
Ara mengerutkan keningnya heran, "Gue kira lo anaknya gak doyan nyatat."
"Kalo bisa enggak, mending gak nyatat gue, Ra." Lava bangkit lalu duduk di meja belajarnya sambil membongkar beberapa tumpukan buku. "Cape gue dengerin ocehannya. Tiap jamnya dia gue terus yang kena. Cantik-cantik mulutnya pedes bener. Hobinya ngungkit-ngungkit kesalahan gue yang dulu-dulu. Mana dia lagi hamil tuh. Kalo kenapa-kenapa nanti malah gue lagi yang kena. Kalo anaknya nanti malah mirip gue aja masih bagus. Mungkin malah bersyukur tuh Bu Nita."
Ara tekikik geli mendengar curhatan Lava. Tak pernah terbayang Lava akan mengeluh seperti ini. Diambilnya tasnya yang tadi ia taruh di atas sofa. "Asal kelakuannya gak kaya lo aja," sahut Ara sambil melempar buku catatannya yang dengan tangkas ditangkap oleh Lava.
"Emang gue kenapa? Gue murid baik-baik kok," ujarnya sembari membuka buku catatan Ara dan mulai menyalin ke bukunya sendiri.
Ara memutar bola matanya mendengar ucapan Lava. "Eh, Lava lo kidal?" tanya Ara hampir memekik begitu melihat Lava menulis dengan tangan kirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ERROR : Love Or Lies [Revisi-Ongoing]
Fiksi RemajaERROR : Love Or Lies, #121 On Teen Fiction (02-08-16) Keiara Alea Dinata Seperti kata orang, takdir itu tak bisa di tebak dan suka seenaknya saja mempermainkan hidup seseorang. Hari ini yang terlihat baik-baik saja bisa berubah menjadi berantakan es...