PROLOG

144K 3.4K 49
                                    

Suara dua orang yang sedang bercumbu memenuhi ruangan dengan cat dinding berwarna putih ini.

Seorang wanita dengan roknya yang sudah tersingkap duduk dipangkuan Avi Sean. Seorang dokter ahli kardiolog ternama dan sekaligus pewaris rumah sakit dengan penyongsong Evan Group Company sebagai pemiliknya. Salah satu saham milik Evan, Ayahnya.

Sean melumat bibir merah ranum wanita didepannya ini, salah satu dokter kecantikan yang berada di rumah sakitnya. Wanita yang Sean anggap mudah digapai karena menyerahkan tubuhnya secara cuma-cuma kepada Sean.

Dokter wanita itu terus menempelkan tubuhya ke tubuh Sean. Meminta Sean untuk lebih memberikan sentuhan seduktif pada tubuhnya.

Tanpa mereka berdua sadari, pintu yang ruangan kerja Sean terbuka dan masuklah seorang wanita dengan jas putih layaknya dokter lainnya.

"Permisi dokter Sean, saya masuk karena pintunya tidak di- Oh! What the fuck?! Dokter Sean!" Dokter wanita yang baru saja masuk itu berbalik arah menghadap pintu, ia menutup mukanya dengan beberapa map berisi dokumen yang ia bawa.

Sean dan dokter cantik yang tadi saling bercumbu itu melepaskan diri, Sean hanya langsung berdiri dan merapikan kemejanya dengan tenang dan dokter cantik itu langsung terkesiap dan membenarkan seluruh pakaiannya dengan panik.

Sean terkekeh pelan, menatap dokter kecantikan yang menatapnya dengan kesal. "So sorry Reina, mungkin tadi saya lupa kunci pintu."

Dokter kecantikan itu bernama Reina, dokter dengan wajah putih mulus dan tubuh menggoda. "Ini sangat memalukan dokter Sean." Desisnya sebal.

Sean hanya mengedikkan bahu, "Beberapa kemejamu belum terkancing sempurna." Bisiknya ditelinga Reina.

Wajah cantik Reina memerah, lalu membenarkan beberapa kancing kemejanya.

"Anda sudah bisa membuka mata anda, dokter Athayya." Ucap Sean.

Dokter wanita yang dipanggil Athayya menurunkan map yang menutupi wajahnya dengan perlahan, mengintip dahulu sebelum akhirnya benar-benar membuka matanya.

Yang pertama kali dilihat Athayya adalah Avi Sean yang menyisir rambutnya kebelakang sambil menatapnya dengan geli. Dan itu membuat Athayya muak dan sebal.

"Silahkan, duduk." Sean duduk dikursi kerjanya, lalu mempersilahkan Athayya untuk duduk dihadapannya.

Athayya melangkah dengan ragu. Tetapi walaupun ragu, dia akhirnya tetap duduk dikursi yang telah dipersilahkan.

Tetapi, satu detik setelah dia duduk, mata bulat Athayya tambah melotot tak percaya saat melihat dokter Reina, dokter kecantikan itu mendekat kearah Sean dan mencium bibirnya dengan manja.

Sean membalas lumatan dokter Reina, tetapi dengan jahil matanya melirik Athayya yang menatap mereka dengan tercengang. Karena itu, Sean menarik pinggang Reina, menarik agar dokter cantik itu kian mendekat dan memperdalam ciuman mereka selama beberapa detik.

Reina kemudian melepaskan ciumannya, ia menarik beberapa helai rambutnya ke belakang telinga. Lalu melirik Athayya dengan tajam. "Hubungi aku kapan saja kalau anda kesepian, dokter."

Reina mengecup ujung bibir Sean, lalu dengan sepatu hak tingginya melangkah melewati Athayya dengan pandangan sinis, tak lupa dia menyibakkan rambut coklat panjangnya saat melewati Athayya. Hal itu membuat Athayya menghela napas untuk meredam emosinya.

Sean yang diperlakukan seperti itu hanya tersenyum. Dan memperhatikan tubuh sintal Reina yang keluar dari ruangannya. Tubuh yang pernah ia cicipi beberapa kali. Reina suka menggodanya, dan terkadang Sean memanggilnya bila ia ingin bermain-main. Tetapi ucapan Reina salah, sebenarnya Sean tidak pernah kesepian. Dia dikelilingi oleh banyak wanita cantik yang hanya perlu ia tunjuk untuk menemaninya. Itu semua karena ketampanan dan juga hartanya.

Love Without CertaintyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang