7. Realita

59.5K 1.8K 41
                                    

Athayya merasakan bibir itu lagi. Bibir Avi Sean yang menciumnya beberapa hari lalu. Diluar kendalinya, Athayya membiarkan Sean menciumnya, seolah memberi kehangatan dan membuat dirinya tenang.

Tanpa sadar tangan Athayya bergerak membelai punggung Sean, lalu naik mengelus rambutnya yang hitam kecoklatan. Memasukkan sela-sela jarinya untuk meremas rambut tebal Sean. Membuat Sean lebih tertantang dan memperdalam ciumannya.

Sialan, sialan, sialan! Sean is a good kisser! Umpat Athayya dalam hati.

Athayya hilang kendali. Sehingga mempersilahkan Sean menciumnya habis-habisan.Bila Sena adalah lelaki yang hebat diranjang dan bisa membuat Athayya puas dengan setiap sentuhan yang diberikannya, Sean lain dengan kembarannya. Sean adalah pencium yang handal. Yang membuat siapa saja yang diciumnya terbuai.

Athayya dan Sean kemudian melepaskan ciumannya sejenak, menghirup napas dalam-dalam, lalu berciuman lagi. Kali ini Sean mencium Athayya lebih menuntut, dan tanpa Athayya sadari, dirinya sudah tertindih dibawah Sean, mengunci dengan tubuhnya di sofa.

Sean sudah beraksi, tangannya tidak bisa diam. Mulai bergerilya menjelajahi tubuh Athayya.

Kring! Kring!

Athayya dan Sean terkesiap dan saling melepaskan ciumannya setelah mendengar dering ponsel yang berbunyi nyaring dari kemeja dokter yang sedang dipakai Athayya.

"Mungkin kamu bisa angkat dulu teleponmu." Sean terkekeh, sambil menegakkan duduknya dan menyisir rambutnya kebelakang.

Athayya yakin wajahnya sudah semerah kepiting rebus pada saat ini, dia melirik Sean yang terkekeh sambil menatapnya. Demi tuhan, Athayya malu sekali saat ini.

Athayya berdeham sambil membenarkan anak rambutnya yang berantakan. Kemudian sedikit terkejut saat melihat siapa yang menghubunginya.

"Mama?" Gumam Athayya. Lalu dia segera mengangkat teleponnya. "Halo ma? Ada apa?"

"Athayya!"

Athayya tersentak begitu mendengar teriakan panik mamanya diujung telepon. "Iya ma, ada apa?" Athayya berusaha untuk tenang.

"Mama ada dirumah sakit tempat kamu kerja! Tolong mama Athayya! Arkan kecelakaan...,"

"Apa?!" Athayya langsung berdiri dari duduknya dan Sean sudah menatapnya dengan pandangan bertanya. "Mama dimana sekarang?!"

"Di UGD. Tolong mama, Athayya. " Athayya mendengar mamanya yang terisak.

"Ma," Athayya memijat pelipisnya. "Tunggu Thaya lima menit lagi. Iya, ma. Tunggu sebentar."

Begitu Athayya memutuskan teleponnya, Sean langsung memegang kedua bahunya. Memutarnya agar berhadapan dengan Sean.

"Kenapa?" Tanya Sean. Wajahnya terlihat khawatir.

Athayya mengigit bibir bawahnya. Berusaha menahan tangis. "Adikku kecelakaan,"

***

Suara derap langkah dilantai dasar rumah sakit membuat orang yang berkerubung di depan pintu UGD menoleh. Menatap dua dokter yang berlari mendekat.

"Thaya!" Sheila, mama Athayya langsung berlari dan memeluk Athayya dengan erat. "Arkan," Lirihnya.

"Arkan dimana, ma?" Tanya Athayya. Dia memeluk mamanya dengan erat. Memberi ketenangan pada mamanya.

Sheila melepas pelukannya. Menatap mata hitam Athayya yang sembab. "Arkan harus di operasi, dia terluka parah."

"Arkan kecelakaan motor. Dia memang anak yang susah diatur! Mama sudah ngelarang dia ikut balapan lagi! Tapi dia selalu ngelanggar omongan mama."

Love Without CertaintyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang