"Permisi, dokter,"
Athayya mendongakkan kepalanya dari lisensi kesehatan salah seorang pasiennya. Menaikkan kedua alisnya ketika salah seorang suster yang menjaga administrasi didepan ruang prakteknya memasuki ruangannya.
"Ada apa, suster?" Tanya Athayya dengan ramah.
"Jam praktek untuk sore ini sudah selesai, dokter." Ungkapnya.
Athayya mengangguk, "Terimakasih untuk kerjasamanya hari ini."
"Sama-sama dokter. Tapi, sekarang anda mendapat panggilan dari Dokter Sean. Anda diminta menghadap ke ruangannya sekarang juga."
Athayya sontak melebarkan kedua matanya. "Sekarang? Ada apa?"
Suster tersebut hanya mengedikkan bahunya. "Dokter Sean hanya memberi waktu kurang dari sepuluh menit untuk perjalanan anda ke gedung B. Kalau anda tidak kesana menemuinya, dokter Sean akan menarik semua biaya perawatan adik anda."
Athayya terperangah. Dengan sigap dan terburu-buru dia langsung berdiri dan berjalan keluar dari ruangannya menuju ke gedung B. Letak ruangan pribadi Sean.
Dalam hati Athayya terus mengumpat sambil berjalan dengan terburu-buru. Setelah kejadian tidur dengan Sean dua hari lalu, Athayya selalu menghindari Sean. Bagaimanapun caranya dia selalu menghindari Sean. Seperti me-reject panggilan dari Sean, membiarkan pesan dari Sean, dan lain sebagainya.
Sebenarnya Athayya mau menolak perintah Sean kali ini, tetapi melihat wajah suster tadi yang harap-harap cemas dan ancaman Sean yang akan mencabut seluruh biaya administrasi perawatan Arkan dirumah sakit ini, Athayya menjadi panik. Arkan harus mendapatkan perawatan terbaik dan bila Sean mencabut biaya administrasinya, lalu bagaimana Athayya membayarnya?
Athayya bukan dokter kaya, keluarga Athayya bangkrut dan terlilit hutang karena Ayahnya yang meninggalkan hutang perusahaan yang sangat banyak saat Ayahnya sudah meninggal. Itu membuat Athayya sebagai anak tertua harus bertanggung jawab melunasi semua hutang-hutang Ayahnya.
"Dasar lelaki berengsek! Bisanya Cuma memanfaatkan orang lain!" Geram Athayya. dia terus melangkah bahkan sampai berlari-lari kecil sampai akhirnya berada di pintu depan ruangan Sean, dan mendorong pintunya hingga terbuka lebar.
***
"Terlambat lima menit, dokter Athayya."
Athayya mengepalkan tangannya dengan geram saat iris mata cokelat itu menatapnya dengan tajam.
"Anda mendapat konsekuensi dari saya." Ucap Sean. Dia mencodongkan tubuhnya kedepan. Menatap Athayya yang duduk didepan meja kerjanya dengan intens.
"Konsekuensi?" Ucapan Athayya bergetar. "Saya mohon jangan cabut biaya administrasi Arkan, dokter. Saya tidak bisa membayar lagi, saya-"
Athayya mengentikan kata-katanya saat mendengar tawa Sean yang terbahak-bahak. Athayya mendongakkan kepalanya, lantas menatap tajam kearah Sean.
"Itu hanya ancamanku belaka, sweety. Lagipula kamu sudah melunasi semua administrasi Arkan dua hari lalu."
Semburat merah langsung muncul dipipi Athayya begitu Sean mengingatkan tentang kegiatan panas mereka dua hari lalu.
"Dan, hukumanmu kali ini adalah," Sean menekan tombol di telepon kerjanya. "Bawa masuk sekarang."
Athayya mengerutkan dahinya bingung dengan ucapan Sean. Tetapi kemudian dia terperangah ketika beberapa orang dengan setelan jas yang rapi masuk membawa lemari kecil gaun-gaun mewah yang digantung di lemari itu dan kemudian tiga orang wanita cantik juga memasuki ruangan itu dengan koper-koper berwarna hitam dan kursi lipat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Without Certainty
Romance-My second story on wattpad- ( Cinta Tanpa Kepastian ) Sebuah pertemuan tak sengaja mempertemukan Avi Sena dengan Athaya Abraham yang membawa mereka kedalam cinta yang rumit dan tanpa kepastian. Sedangkan Avi Sean, harus mempertahankan cintany...