6. Its Happens

58.8K 1.9K 37
                                    

Koridor rumah sakit itu sepi, hanya terdengar suara roda yang berputar. Suara roda dari kasur seorang ibu hamil yang menuju ke ruang operasi. Didorong oleh beberapa suster, dan diikuti oleh Athayya dibelakangnya.

Mereka semua berjalan dengan cepat, Athayya menghembuskan napas dengan perlahan. sebentar lagi dia akan kembali menangani persalinan. Dilihatnya Suami dari calon ibu yang mengandung sembilan bulan itu menggenggam tangan istrinya dengan erat. Seskali membisikkan sesuatu ditelinga istrinya yang mau melahirkan itu. Berusaha membuat istrinya itu tenang.

Kasur dorong itu berhenti tepat didepan pintu ruangan operasi persalinan. Memberi kesempatan untuk suami dan istri itu berbicara.

"Kamu harus kuat, oke?" Suami itu mengecup kening istrinya. Wajahnya terlihat panik, tetapi dia berusaha untuk tegar.

"Ayah," Sang istri membelai pipi suaminya itu. Sorot matanya sendu, dan wajahnya menahan sakit. "Ibu akan berjuang sekuat tenaga. Tunggu ibu ya, dan anak kita."

Sang suami mengangguk. Lalu mengecup punggung tangan istrinya. "Ayah sayang sama ibu. Nanti kita ketemu lagi, ya? Sama anak kita."

"Iya, ibu juga sayang sama ayah." Senyuman tulus itu terpancar dari wajah lelah ibu hamil itu.

Setelah itu, kasur didorong lagi untuk memasuki ruangan operasi.

Athayya melangkah mendekati calon Ayah itu. Umurnya sepertinya lebih tua dari Athayya dua tahun.

"Pak?" Panggil Athayya. "Bapak yang tenang ya, saya dan tim akan berusaha sebaik mungkin untuk keselamatan istri dan anak bapak."

Pria itu mengangguk. "Saya percayakan kepada Tuhan dan anda dokter. Mohon bantuannya."

"Terimakasih pak." Athayya mengangguk. Lalu melangkah memasuki ruangan operasi.

Athayya memakai masker dan peralatan dokter yang lengkap. Dia menerima berkas dari sang suster. Berkas yang berisi lisensi kesehatan sang pasien.

"Pasien menderita penyakit jantung yang bisa kambuh sewaktu-waktu dokter." Ucap Suster tersebut. "Apa tidak sebaiknya kita langsung pada operasi Caesar saja?"

Athayya memberikan lisensi kesehatan yang baru saja ia buat tadi. "Jantung pasien masih baik-baik saja dan pasien meminta melahirkan secara normal. Untuk saat ini, kita usahakan dulu."

Athayya dan suster itu langsung berlari mendekati pasien tersebut saat mendengar suara jeritan dari pasien tersebut.

"Ibu Elisha," Athayya sudah berada diposisinya. Menuntun jalannya persalinan. "Baiklah ibu, sudah pembukkan sepuluh. Kepala bayi sudah terlihat. Ibu tarik napas panjang, lalu hembuskan dan dorong."

Elisha, sang calon ibu itu melakukan instruksi dari Athayya. Tetapi sang bayi tetap susah keluar.

"Oke ibu, tenang... rileks, ikuti instruksi saya lagi."

Athayya melihat ke monitor. Denyut jantung Elisha sudah tidak stabil lagi. Napas wanita itu sudah kemana-mana. Sudah tidak teratur lagi.

"Pasang masker oksigen pada pasien." Ungkap Athayya.

Suster langsung dengan sigap memberikan masker oksigen pada Elisha.

"Dokter, kondisinya sudah semakin buruk. Sebaiknya kita segera lakukan operasi Caesar." Salah satu suster mendekati Athayya. Berbisik ditelinganya.

Athayya berdiri dari tempatnya, mendekati Elisha yang menatapnya dengan lemas.

"Dokter, sa-saya... sudah tidak kuat lagi." Rintih Elisha.

Love Without CertaintyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang