3. Pertemuan Cinta [bagian dua]

73.3K 2.4K 28
                                    

Jam Setengah lima pagi. Kafetaria masih sepi, tetapi sudah mulai menyiapkan sarapan pagi yang hangat.

Athayya berdiri didepan kasir, menunggu bubur pesanan Sean dihidangkan dan roti bakar milik Athayya dihidangkan juga.

"Ada hubungan apa anda dengan dokter Sean?" Brian, lelaki yang bekerja di cafeteria ini bertanya sambil menyerahkan dua cangkir kopi kepada Athayya. "Aku jarang sekali melihat dokter Sean makan disini. Apalagi dengan dokter wanita seperti dokter Athayya."

Athayya tertawa, menganggap ucapan Brian hanya gurauan. "Hanya urusan pekerjaan."

"Sampai pagi begini?"

Athayya mengangguk lagi.

"Dan aku juga baru pertama kali melihat dokter Sean tidur tertulungkup di meja cafeteria seperti itu. Dia terlihat seperti pemilik rumah sakit yang merakyat." Ucap Brian lagi.

Athayya menengok, menatap Sean yang ternyata benar sedang tertidur dengan tertulungkup dimeja cafeteria seperti itu.

"Dia bekerja full 24 jam hari ini, Brian." Bela Athayya.

"Dia dokter yang baik," Brian memberikan nampan hitam berisi dia gelas kopi panas, bubur hangat, dan roti bakar isi daging kepada Athayya. "Cocok menjadi pendamping hidup anda, dokter Athayya." Tambah Brian, membuat Athayya melemparkan tatapan tajam ke Brian sebelum menyerahkan beberapa lembar uang dan berjalan kearah meja yang ditempati Sean.

Athayya meletakkan nampan dengan perlahan. disaat tangan Athayya bergerak mau membangunkan Sean, lelaki itu sudah duduk tegap dahulu. Menghela napas, mengusap mukanya, lalu menyesap kopinya dengan perlahan.

Lagi-lagi, Athayya hanya diam memandangnya. Athayya merasa, kali ini dia lebih penasaran dengan dokter Sean.

"Kamu jadi lebih pendiam. Kenapa?" Sean meletakkan kopinya. Bertanya kepada Athayya, Menatap Athayya yang sedang menyeruput kopi miliknya.

"Cuma bingung." Jawab Athayya pendek. Lalu tangannya meraih roti bakar yang ada di nampan hitam. Memakannya dengan lahap.

Sean tersenyum tipis, kali ini dia hanya ingin diam dan menenangkan pikirannya. Sean sedang shock dengan apa yang barusan terjadi.

"Jangan Cuma melamun, dokter. Buburmu keburu dingin," Ucap Athayya mengingatkan. Membuat Sean tersentak dan langsung memakan buburnya.

Setelah mereka berdua selesai makan, Sean menggeser mangkuk buburnya yang sudah kosong. Lalu lagi-lagi memperhatikan Athayya yang sedang bermain ponsel.

"Tanyakan saja apa yang mau kamu tanyakan." Kata Sean kemudian.

Athayya mendongak, lalu menutup ponselnya. "Tanya apa?"

Sean mengedikkan kedua bahunya. "Aku tahu banyak yang mau kamu tanyakan. Tanya saja, aku akan jawab."

Athayya mencebik, tetapi dia juga masih kepo dengan yang tadi. Jadi, Athayya mulai melontarkan pertanyaannya.

"Siapa yang terkena luka tusuk tadi?" Tanya Athayya akhirnya.

Sean mengehela napas. Ia tahu kalau ini yang akan ditanyakan Athayya. "Dia Avi Sena, saudara kembarku."

Athayya menelan roti didalam mulutnya dengan cepat, "Dokter Sean punya saudara kembar?!" Tanyanya takjub.

Sean mengangguk pelan, pertanyaan itu sudah biasa didengarnya. "Penerus perusahaan Evan Group Company bukan hanya aku. Ada Sena juga. Tapi aku Cuma mengurus dibidang kesehatan, termasuk rumah sakit ini dan Sena mengurus dibidang bisnis serta ekonomi."

Love Without CertaintyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang