#6 - Kenalan

6.1K 363 5
                                    

"HAH???"

Bukan, bukan kedua orang itu - Pina dan Adit, yang berteriak histeris. Hanya Pina, cuma Pina yang merasa terkejut dengan apa yang dikatakan Beni barusan. Apa? Berkenalan dengan Adit, bukannya Beni juga tau kalau Pina sangat kesal dengan Adit.

"Ayo kenalan." Ulang Beni.

Pina menggelengkan kepala dengan tegas, dia berdiri dari tempat duduknya, mensejajarkan dengan Beni dan Adit. "OGAH."

"Pina..." Beni melototi Pina, matanya mengarahkan tangan Pina untuk menyambut uluran tangan Adit yang entah sejak kapan menggantung di udara.

Pina menghela nafas panjang, kasihan juga uluran itu. Akhirnya dengan terpaksa tangannya terulur untuk menyambut tangan Adit. "MEPINA."

"Adit." Kata cowok itu seraya melirik ke pergelangan tangan Pina yang dilihatnya menggantungkan sebuah gelang tali perusik berwarna abu.

Pina ikut melirik tangannya yang tidak juga dilepas oleh Adit. Bahasa tubuh Pina mengatakan 'lepaskan'.

"Sorry buat yang tadi." Tambah Adit lalu melepaskan tangan Pina. Cowok itu tersenyum sekilas, lalu berlalu begitu saja. Membalikkan badan tanpa basa-basi lagi.

Mata Pina melebar, melihat tangannya yang kosong lalu melihat kearah Beni. "Tuhkan Ben, lihat aja sendiri temen lo itu. Ngeselin kan!"

Beni terkekeh, mulai mengacak rambut Pina. "Lo aja yang baper."

"Lah kok gue." Pina menepis tangan Beni.

"Iya terus siapa, masak gue?"

"Noh si tuyul."

Beni mengernyit, "tuyul?"

---

Pina duduk bersila di atas kasurnya, sambil tangannya memainkan iphone. Matanya fokus pada video-video konyol yang dikirimkan Janet, mengenai kejadian di ruang kelasnya. Kejadian saat Keno berdiri karena telat masuk kelas, sama seperti dirinya. Entah bagaimana caranya Janet bisa mendapatkan video tersebut, yang jelas kata Janet, video itu sudah tersebar di semua angkatan.

Di video itu Keno tidak hanya berdiri, tapi dengan wajah gantengnya memamerkan selalu lesung pipi kanannya sambil menggoda guru sosiologi yang dengar-dengar kalau guru wanita itu paling muda dan cantik di SMA Kusuma.

Janeta : Pacar lo ganjen kan tuh.

Mepina S.P : Biarin sih, suka suka dia

Ria Hasanah : Ganteng sih, bebas ye

Mepina S.P : Ganteng kelakuan minus mah buang ke sungai

Janeta : Ngaca kali Pin. Kelakuan lo kan juga minus

Sarah Welni : Eh, di sekolah kita ada murid baru ege, cakepan lagi daripada si Keno

Mepina S.P : ???

Ria Hasanah : Pin, cowok itu kali?

Sarah Welni : Cowo mana? Pina kenal? Demi apa? Siapa Pin?

Pina mengernyitkan dahinya, berusaha mencerna bahasan apa yang sedang dilantunkan oleh para sahabatnya itu. Tidak butuh waktu lama sampai Pina menyadari bahwa yang sedang menjadi pembahasan mereka saat ini adalah Adit.

Dan Pina malas membahas cowok itu. Akhirnya iphonenya hanya di lempar ke kasur. Pina bangkit, membuka pintu kamarnya lalu turun ke lantai bawah. Tepat sekali, pada waktu ini Pina harus makan malam, meski sebenarnya Melody sudah memanggilnya ratusan kali.

"Om Dion..." Pina langsung lari saat mengetahui om-nya datang ke rumah.

Dion ini adalah kakak dari Melody-Mamanya. Dan Dion ini memiliki letak yang spesial di hati Pina. Maksudnya adalah Pina menyayangi Dion seperti orang tuanya sendiri. Selain itu, Dion ini terlalu keren untuk dipanggil bapak-bapak karena entah bagaimana om-nya ini terlihat awet muda. Dan Pina suka, suka karena selalu ditraktir atau paling tidak diberi tiket nonton cuma-cuma.

"Mep, apa kabar?" Tanya Dion seraya merangkul pundak Pina, lalu menekan pelan pucuk kepala Pina.

Pina tersenyum, "baik om. Om sendiri gimana?" Tanya Pina tanpa sekalipun memalingkan pandangan ke beberapa orang yang rupanya sudah duduk berbincang di ruang tamu.

"Baik. Ohya, dimana adek kamu?" Tanya Dion seraya membawa Pina ke ruang tamu.

"Tidur om dari sore. Kelelahan dia abis diajarin main boneka sama papa." Pina memutar bola matanya. "Eh, main bola ding." Cengir Pina.

Dion terkekeh, lalu mengusap lagi rambut Pina sambil geleng-geleng kepala. Keponakannya ini memang selalu membuat Dion merasa terhibur. Dan Dion sangat menyayangi Pina.

Gak lama Dion menyodorkan dua lembar uang 100 ribuan pada Pina, yang langsung diterima dengan senang hati oleh cewek itu.

"Tengkyuu!! Om tau aja kalau Pina lagi bokek." Pina nyengir kuda, "Pina gak dikasih uang jajan lebih sama papa." Bisikan Pina membuat Dion jadi sedikit membungkuk lalu tertawa. Disamping itu seorang wanita paruh baya memperhatikan dari tempat duduknya.

Setelah Pina menangkap tatapan wanita paruh baya itu.

"Tante..." Pina langsung kabur ke pelukan wanita paruh baya yang rambutnya dicepol itu, sebelumnya Pina memasukkan dulu uangnya ke kantong celana,kalau tidak begitu papanya bisa marah ke Dion karena memberi anaknya uang berlebih.

Pina melepas pelukan itu lalu mencium pipi kiri dan kanan wanita paruh baya itu dan duduk disebelahnya, diantara wanita itu dan Melody. Pasalnya sudah lebih dari sebulan mereka, Dion dan istrinya tidak berkunjung ke rumah Pina. "Pa kabar tante kecil." Tanya Pina senang.

Melody melototi Pina dan menjawil lengan anaknya geregetan. Maksudnya adalah mulut Pina benar-benar harus diluruskan dalam penyebutannya.

Pina nyengir sekilas ke Melody.

"Baik sayang. Kamu apa kabar? Makin kurus aja, gak dikasih makan ya sama papa kamu." Wanita paruh baya itu melirik Rangga dengan tatapan usil sebelum akhirnya di jawab anggukan oleh Pina.

"Iya tante Eza. Papa suka nelantarin Mep.." Jawab Pina manyun sambil menatap Rangga yang menatapnya balik dengan tatapan datar.

"Ti-hati kalau ngomong. Nanti papa bener nelantarin kamu loh."

Melody melotot lagi, kali ini bukan ke Pina melainkan ke suaminya-Rangga. "Hush, ngomongnya pa."

"Iya ma. Lagian itu si Mep suka karang-karang omong, macam aku nelantarin dia." Rangga bersendekap tangan di dada.

"Sudah-sudah, sama anak sendiri kok begitu. Rangga emang gak pernah berubah ya." Eza geleng-geleng kepala. Suaminya juga mengangguk setuju, lalu Pina juga ikut manggut-manggut.

Tidak lama suasana rumah menjadi penuh dengan tawa dari kelima orang yang sedang bercengkrama tersebut.

Omong-omong, meski di ruang tamu ini Pina dikelilingi oleh keempat orang yang umurnya jauh darinya, tapi Pina tidak bosan dan merasa akan pergi dari tempat itu, seperti kebanyakan remaja yang malas mengobrol dengan orang tua macam mereka. Tapi jelas ini berbeda, karena Pina merasa keempat orang yang sedang berbincang ini merupakan orang tua terkonyol yang pernah ada. Pina jadi gak bosan karena jelas sekali Rangga suka bercanda, apalagi kalau ada Eza, mereka berdua suka adu debat. Kalau Melody dan Dion selalu diam mendengar mereka, namun kadang Melody juga ikut menimpali. Seperti merasakan bagaimana kehidupan mereka di masa muda. Pina ikut kedalam nostalgia mereka.

"Mep, ngomong-ngomong gimana Keno di sekolah?" Tanya Dion seketika sambil menyeruput secangkir kopi susunya ditangan.

"Iya Mep, bagaimana Keno? Apa dia sering masuk BK?" Tambah Eza.

"Keno.."

---

FIRST SIGHT [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang