#34 - Jadian

4.8K 317 9
                                    

Pina berdegub, tidak tahu lagi harus menyembunyikan mukanya dimana. Dia sungguh malu dengan pengakuan itu, well, secara gak langsung Pina nembak Adit, nyatain cinta duluan ke Adit. Kalau gak gara-gara Arvan, pasti semuanya gak bakal semalu ini. Apalagi tadi dia bilang kalau sebentar lagi mereka bakalan pacaran. Gila! Apa mungkin?

Pina ingin pergi sekarang, sungguh, tapi tangannya terus dipegangi Adit. Gak lama, genggaman itu lepas. Dan dalam sekejap saja Adit sudah berdiri didepan Pina. Menaikkan dagu gadis itu yang tertunduk sejak tadi. Lalu mengusap pelan rambutnya.

"Ayo pacaran." Kata Adit tersenyum tulus.

Pina sontak ber'hah' ria, melototi mata Adit yang sekarang berubah menjadi pengakuan kedua setelah dirinya.

"Aku serius." Katanya.

Aku? Pina menaikkan sebelah alisnya.

"Gini," Adit lebih mendekat, menjadikan perbedaan tubuhnya dengan Pina hanya dua jengkal tangan. Membuat dia sendiri berdegub, ini adalah kedua kalinya ia menembak seorang gadis. Dan rasanya adalah deguban ini lebih tulus dari sebelumnya. "Mepina, gue gak pinter basa-basi. Tapi intinya yang lo bilang tadi, gue juga rasain. Jadi, ayo pacaran."

"Em, maksudnya, ayo jadian sama gue hari ini." Adit menggaruk kepalanya sebentar, merasa kata-katanya agak aneh, "hari ini dan seterusnya. Gitu, iya." Adit nyengir. Tiba-tiba aja dia gugup.

Pina yang saat ini sedang memperhatikan raut wajah Adit langsung tertawa, bagaimana kemudian apa yang Adit sampaikan barusan menjadi sebuah hiburan tulus baginya. Pina langsung mengangguk mengiyakan. Sampai kemudian keduanya sama-sama tersenyum.

"KALIAN BERDUA NGAPAIN!"

---

Ruang BK, untuk kesekian kalinya.

"KALIAN INI SELALU SAJA BUAT MASALAH. CATATAN BOLOSNYA SAMA LAGI! KALIAN PIKIR BAPAK TIDAK BERANI MENGHUKUM KALIAN." Masih dengan intonasi tegas dan menerkam, beliau membuka lembar demi lembar buku tebal catatan anak nakal di sekolah. Pak Burhan, yang menemukan mereka berdua di lapangan futsal, selaku guru BK sekaligus guru olahraga kelas 10.

"Ya maaf Pak." Ujar Pina diikuti oleh Adit yang mengangguk. Cowok itu memainkan saku celananya, mengeluarkan bulpennya lalu memasukkannya lagi kedalam kantong celana.

"MAAF TERUS. Sudah, kalian berdiri sana di lapangan upacara sampai jam istirahat kedua!" Ujarnya.

Pina dan Adit sama-sama menghela nafas ringan, sebelum akhirnya mereka berlalu dan berujung ke lapangan upacara. Berpanas-panasan dengan terik matahari menyengat. Siang ini sungguh terang, membuat rambut Pina yang dikuncir kuda memunculkan warna kecoklatan.

"Ashh!" Pina berdecak, kuncirannya dilepas, kemudian membuat cempolan dirambutnya. Tentu saja agar warna coklat dirambutnya tidak terlalu terlihat. Adit yang menangkap aksi Pina ikut tertawa kecil.

"Mau dicempol juga sama aja kelihatan." Kata Adit.

"Kelihatan banget?" Tanya Pina menoleh ke Adit yang mengangguk.

Pina menghela nafas panjang, sudah hampir dua jam berdiri di lapangan, dan bel istirahat baru saja berbunyi. Membuat Pina membatin kesal, karena dari arah kelas 12, dia bisa melihat Bu Tere datang menghampiri mereka.

"Pina, itu rambut kamu di cat?" Tanyanya melototi rambut coklat Pina. Berdiri diantara Adit dan Pina, namun mata hitam guru itu melihat lekat kearah rambut Pina.

FIRST SIGHT [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang