#41 - Pengumuman kedua

4.4K 306 2
                                    

"Elo yang bangsat karena berhianat!"

"ELO YANG NGINGKARIN JANJI. JELAS-JELAS DARI AWAL PINA PUNYA GUE!"

"Cuih! Pina bukan punya lo. Tapi gue, gue duluan yang mulai rencana ini. Ini ide gue. Seharusnya lo ngerti kalau sebelum elo, Pina milik gue."

Keduanya kembali beradu jotos saat Pina dengan bungkam menekan keras dadanya untuk memberi ruang nafas pada rongga dadanya yang tiba-tiba tersumbat. Beberapa bisikan dari belakang punggungnya jelas menganggu, beruntung ada Janet dan Sarah, sehingga Pina tidak harus repot-repot mengusir Sely dan teman-temannya untuk pergi dari kantin yang entah sudah sejak kapan menjadi tontonan.

Sedangkan nampak Ria dan Keno mengusir secara halus beberapa siswa kelas 10 dan kelas 11, meminta tolong dengan baik-baik agar mereka pergi. Saking relanya, Keno sampai mau memberikan senyuman gratis pada para wanita agar mereka menjauh dari tkp yang berbahaya. Sebenarnya intinya cuma satu, hanya Keno tidak mau kalau sampai Pina menjadi pusat perhatian disini. Menjadi sosok yang dibicarakan dan lain sebagainya. Sebagai sepupunya, Keno akan melakukan yang terbaik untuk Pina.

Setelah isi dari kantin sudah kosong karena hanya tersisa yang bersangkutan. Keno mencoba meloby para pedagang kantin agar tidak menganggu aksi mereka. Bukan apa-apa, kalau sampai orang-orang tua itu turun tangan bisa gawat. Tau sendiri Arvan itu keras, laki-laki dimanapun jika dipancing emosinya akan menjadi berbahaya, oleh karena itu, Keno tidak mau sampai penjual kantin yang mayoritas ibu-ibu terkena dampaknya.

"HENTIKAN." Teriak Pina semi datar, membuat kedua orang yang baru saja mengadu jotos berhenti. Mereka baru menyadari kedatangan Pina.

Sontak keduanya mendekat ke Pina, namun Pina sudah berancang-ancang mundur beberapa langkah. Membuat jarak yang cukup jauh dari keduanya. Hampir menabrak Adit yang sigap berdiri disisi belakang. Pina memang ingin Adit untuk diam, biar dia sendiri yang menyelesaikan masalahnya. Melihat kesabaran Adit yang mulai habis, Pina memberikan kode stop melalui tangannya agar Adit tidak maju dan ikut tersulut emosi.

"Kalian berdua udah gila ya! Kalian," Pina kehabisan kata-kata, ini sungguh terbilang rumit baginya, dan sampai detik inipun Pina masih tidak mengerti akan keduanya.

"Pin dengerin penjelasan gue dulu." Ujar Beni ingin meraih tangan Pina namun tak sampai karena lagi-lagi Arvan menghadangnya dengan umpatan kasar.

"Kamu cuma dimanfaatin Mepina. Jangan percaya Beni. Beni sekongkol sama aku buat.."

"TUTUP MULUT LO BANGSAT!" Beni kembali menonjok Arvan yang kini mengaduh perih pada seluruh bagian mukanya yang lebam. Saat itu juga Sely dan gerombolannya datang, mereka berhasil menerpa Janet dan Sarah. Sely masuk ke sela-sela Beni dan Arvan, gadis itu tanpa disuruh mengusap lembut wajah Arvan yang lebam.

"Awasin tangan lo Sely." Geram Arvan tanpa memandang kearah Sely yang mendengus.

Pina mengepalkan tangan kuat-kuat, sekujur tubuhnya begitu dingin hingga dirinya tidak bisa berbuat apa-apa selain meminta penjelasan dari keduanya.

"Kak Arvan, lanjutin!" Pinta Pina melihat tajam kearah Beni. Butuh keberanian yang ekstra untuk melihat manik mata Arvan, manik mata obsesi, manik mata yang paling dibenci Pina.

"Iya, kita sekongkol buat dapetin kamu. Tadinya aku disuruh sama dia," menunjuk ke Beni. "Untuk ngejar-ngejar kamu, itu karena dia ingin kamu gak dimiliki siapa-siapa. Setelah itu aku tau kamu pacaran sama Keno, aku menjauh. Dan itu juga atas suruhan Beni. Karena dia tau kalau Keno itu sepupumu."

"BERHENTI ANJING!" Sentak Beni sekali lagi membuat kelopak mata Pina terhantam pisau. Baru kali pertama ini ia melihat Beni subrutal itu. Tentu saja dia kaget akan sifat drastis Beni yang mendadak menjadi monster.

FIRST SIGHT [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang