Sudah dua hari sejak saat itu, sejak terakhir kali Pina berbincang dengan Jihan tentang topinya. Itulah terakhir kali Pina bicara dengan Jihan. Pasalnya, sudah lima hari ini Jihan tidak masuk sekolah dan Pina rupanya cemas. Bukan apa-apa, Pina cuek begitu masih peduli pada teman sebangkunya yang sudah tidak pernah kelihatan itu.
"Kemana ya si Jihan?" Tanya Ria memandangi bangku kosong disebelah Pina.
Pina menaikkan bahunya, "gue hubungin dia gak bisa."
"Sama gue juga kemarin nelfon dia gak aktif." Kata Ria seraya duduk dibangku Jihan yang kosong.
Pina masih lekat memandangi bangku Jihan yang kini sudah diduduki oleh Ria. Tidak lama setelah itu, Hisam, teman sekelasnya yang duduk didepan Pina mengajaknya ngobrol. Tumben.
"Ada apa?" Bukan Pina yang bertanya dengan tingkah Hisam yang agak aneh. Melainkan Ria yang membuka suara, sedangkan Pina hanya memandangi gerak-gerik Hisam.
"Tolong kasih ini ke wali kelas ya." Hisam menyodorkan sepucuk surat beramplop coklat pada Pina. "Kan lo temen sebangkunya."
"Maksudnya apa nih?" Tanya Pina sambil mengambil amplop yang diberikan oleh cowok itu. Pasalnya, Pina sama sekali tidak mengerti apa yang dikatakan Hisam.
"Itu surat dari nyokap gue. Katanya surat dari orang tuanya Jihan."
Pina mengernyitkan dahi, tidak terkecuali Ria.
"Jadi," Hisam menarik nafas agak panjang, "orang tua Jihan cerai dan Jihan ikut sama bokapnya ke luar negeri. Dan itu surat dari ortunya, kalau gak salah sih kata nyokap itu surat buat pindahan sekolahnya Jihan."
"Demi apa? Cerai, kok bisa?" Tanya Ria agak histeris. Pina sebenarnya juga ingin berteriak macam Ria, hanya saja kenyataan itu membuatnya jadi perempuan melow mendadak.
Pina tidak bisa membayangkan bagaimana keadaan cewek nerd yang selalu diam itu. Pina jadi agak merasa bersalah karena memang nyatanya dia tidak pernah mengajak Jihan ngobrol atau bahkan basa-basi sekalipun. Dan jelas Pina tau Jihan tifak punya teman. Kalau saja Pina tau Jihan tidak mengalami kehidupan yang baik, Pina jelas akan menjadi teman Jihan. Setidaknya untuk menghibur Jihan. Setidaknya tidak membiarkan Jihan seorang diri.
Tapi omong-omong, kenapa harus Pina yang memberikannya pada Walas. Kenapa tidak langsung Hisam saja.
"Kenapa gak lo aja Sam yang ngasih?" Pertanyaan itu langsung cepat diberikan oleh Ria. Tentu saja saat Pina ingin menanyakan hal yang sama, Pina jadi ingat Jihan lagi. Setidaknya sebagai teman, Pina akan melakukan ini. Memberikan surat kepindahan Jihan pada Walas.
"Karena gu.."
"Biar gue aja Sam." Pina langsung bangkit dari tempat duduknya. Entah sudah berapa detik yang lalu bel masuk berbunyi, tapi jelas Pina tidak menghiraukannya meski Ria sudah memberitahu bahwa nanti saja acara memberikan surat Jihan. Pina, gadis itu hanya ingin memberikan surat Jihan sekarang.
Setelah Pina sampai di ruang guru dan berhasil menemukan wali kelasnya, Pina langsung memberikan surat itu lalu mencoba menjelaskan sedikit apa yang tadi dijelaskan oleh Hisam.
"Jadi ini surat kepindahan Jihan?"
Pina mengangguk, "iya Bu."
---
Disisi lain, seorang cowok dengan seragam lengkapnya sudah masuk ke lingkungan sekolah, SMA Kusuma. Meski kesiangan, dia tetap mendapatkan dispensasi telat masuk kelas karena harus beradaptasi dengan sekolah barunya. Tidak lama kemudian cowok itu masuk ke kelas yang sudah diberitahu oleh wali kelas barunya tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
FIRST SIGHT [COMPLETE]
Fiksi RemajaCinta pada pandangan pertama? Omong kosong! Tapi, siapa yang percaya kalau akhirnya pertemuan pertama mereka menjadi sebuah takdir untuk terus bertemu. *beberapa part di private, just follow, and open part Warning!! Terdapat umpatan kasar didalam c...