***Pagi kembali menyapa. Hari ini adalah hari ke dua Naya dirawat di rumah sakit ditemani Alif. Tadi saat Alif keluar, ia meninggalkan Naya masih dalam keadaan tertidur. Alif keluar untuk pergi ke Musholla dan melaksanakan sholat subuh di sana. Sehabis dari sholat, ia pergi ke kantin untuk membeli segelas kopi hangat agar hawa dinginnya pagi disertai turunnya gerimis, bisa membuat tubuhnya hangat.
"Udah kayak suami lagi nemenin istrinya lahiran aja gue di sini." Gumam Alif ketika ia duduk di kursi tunggu depan ruang rawat Naya. Ia tidak ingin terus berada dalam ruangan Naya, di mana hanya mereka berdua di sana. Apalagi tanpa hubungan yang jelas. Siapa tau Naya mau mandi, masa iya Alif tetap berada di dalam?
Kepulan asap dari kopi susu yang dibelinya tadi, ia tiup secara perlahan, lalu bibirnya mengerucut menyeruput nikmat kopinya.
"Apa dia udah bangun?" Alif bangkit. Bergerak mendekati pintu ruang rawat Naya lalu membukanya perlahan.
Ranjangnya sudah kosong. Selimut dan juga seprei ranjangnya tampak masih berantakan di sana.
Bunyi guyuran air dari dalam kamar mandi membuat Alif yakin jika gadis itu sedang berada di dalam sana.Ia akan beranjak, tapi ketika mendengar sesuatu terjatuh, membuatnya mengurungkan niatnya untuk pergi.
"Sssh..."
Itu suara desisan kesakitan Naya.
Alif khawatir. Tapi, apa yang harus dia lakukan sekarang? Apakah langsung membuka pintu kamar mandinya lalu membantunya? Ah, yang ada dia malah digetok menggunakan gayung oleh Naya.Tapi, bagaimana jika terjadi sesuatu padanya di dalam sana? Apakah dia harus memanggil perawat saja?
"Naya? Lo nggak apa-apa?" Oh, Alif memilih cara seperti itu? Menanyakan keadaan Naya di dalam sana? Bukankah itu malah membuang-buang waktu saja? Jika Naya menjawab bahwa dia tidak baik-baik saja, apakah Alif akan mendobrak pintu kamar mandi dan membantunya keluar? Itu sama saja dengan pilihan pertama Alif.
Konyol."Sssh...nggak apa-apa. Kamu keluar dulu gih. Aww...aduh...hiks..."
Mendengar suara ringisan dan isak tangis Naya, membuat Alif tak percaya bahwa Naya baik-baik saja di dalam sana.
"Nggak. Lo nggak baik-baik aja. Gue nggak bakal keluar untuk ninggalin lo.""Jangan konyol deh. Terus kalo kamu nggak keluar, kamu mau dobrak pintu ini gitu? Kamu mau ngintip aku ya?!"
Alif berdecak. Di depan pintu kamar mandi dia berkacak pinggang. Tak habis pikir dengan tuduhan konyol gadis itu padanya. Apakah Alif semesum itu?
Alif menyeringai. "Tanggung banget kalo mau ngintip. Kalo gue mau, gue lebih milih langsung terkam aja. Ngapain susah-susah ngintip lo di kamar mandi, udah dua malam gue tidur seruangan berdua sama lo, bisa aja langsung gue serang lo dari awal."
"Mesuuum...keluar!"
Alif terkekeh. "Ok, ok gue keluar. Gue panggil perawat cewek bentar, bantuin lo di dalam. Siapa tau lo butuh bantuan perawat buat masang celana dalam lo. Leher lo kan nggak bisa digerakin kiri kanan, atas bawah. Heheee...."
"Aliiiif...keluaaar sekarang!"
Alif tertawa terpingkal-pingkal. Sejak kapan sih Alif jadi semesum ini? Berkata blak-blakan membuat Naya jadi merona sendiri di dalam kamar mandi karena malu.
Tak ingin membuat gadis itu kesulitan sendiri di dalam sana, Alif langsung keluar dari ruang rawat Naya untuk mencari perawat wanita. Setelah menemukannya, ia menyuruh perawat itu untuk langsung masuk saja. Ia sendiri menunggu di taman sembari menunggu fajar terbit di ufuk timur."Mama, Alif janji akan mempertahankan rumah kita. Alif nggak mau kenangan itu terlepas ke tangan orang-orang yang rakus akan harta kekayaan. Jadi, restuilah pilihan Alif untuk bersamanya." Gumamnya lirih. Berdialog sendirian solah sedang berbicara pada Mama kandungnya yang sudah pergi sekitar 26 tahun lalu. Bahkan Alif sendiri tak pernah ingat pelukan hangat Mama kandungnya itu jika saja tidak mendengar cerita dari Kak Wiya dan juga Mama Dinda.
Ayahnya tidak pernah mau bercerita jika Alif memintanya. Ayah lebih memilih mengalihkan topik pembicaraan ke hal yang lain. Mungkin Ayahnya tak mau mengingat kenangan manis bersama mendiang istri pertamanya itu yang malah akan membuatnya kembali bersedih hati, merindukan sosok yang sudah pergi untuk selamanya.