Part 23

43.8K 2.9K 210
                                    



Asap kendaraan beroda tiga yang sudah mulai tua, mengepul mencemari udara sepanjang jalan yang dilewatinya. Seorang gadis dengan penampilan modis turun dari dalam bajaj tua tepat di depan gerbang sebuah kompleks perumahan asri. Sedari tadi mulutnya tidak berhenti mengoceh karena penampilam modisnya tercemari oleh asap kendaraan bajaj yang ditumpanginya. Bahkan rambut panjang lurusnya yang semula terlihat cantik berubah acak-acakan.

"Aduuuh ah. Gimani sih Bapak bawa bajajnya? Kalo nggak bisa nyetir jangan sok mau nyari penumpang segala. Liat penampilan saya nih. Berantakan iiih."

"Ya elah Mbak. Emangnya siapa suruh naik bajaj dengan penampilan wow kayak gitu? Masih untung saya mau anterin, kalo nggak, nggak bakalan nyampe Mbak di sini. Bayar sini." Supir bajaj mengulurkan tangannya meminta uang bayaran.

"Iiih, bayar apaan? Bajaj jelek kayak gitu mau minta bayaran? Saya nggak mau bayar. Biar adil, karena bajaj bapak udah bikin penampilan saya kacau." Tolaknya.

Supir bajaj keluar lalu berdiri sambil berkacak pinggang menatap penumpangnya itu. "Nggak mau bayar? Enak benner lo. Mau saya laporin sama polisi lo? Bayar kagak?"

"Nggak!" Tolaknya lagi.

Mendengar perdebatan di depan gerbang kompleks perumahannya,
Satpam tua dengan kumis tebal yang berjaga, melangkah mendekati keduanya. Waktu santainya harus terganggu dengan suara ribut antara supir bajaj dan penumpangnya tersebut.

"Ada apa sih? Berisik tau nggak. Kalian berdua udah bikin warga kompleks saya terganggu. Kalo mau berantem jangan di sini, noh di pasar sono biar rame." Marahnya.

Supir bajaj dan gadis itu berhenti berdebat, supir bajaj datang mendekati satpam dan mengatakan kejadian sebenarnya. Gadis itu mulai takut, dia memilih mengalah dan menyerahkan dengan terpaksa uang untuk membayar supir bajaj yang sudah mengantarkannya ke alamat yang dituju.

"Gitu dong. Dari tadi kayak gini kan nggak perlu berantem lagi kita." Oceh supir bajaj sambil berlalu dari sana. Gadis modis tersebut mendengus kasar.

Mengabaikan kepergian sang supir bajaj, gadis itu melangkah mendekati satpam.
"Alamat ini bener kan?" Tanyanya. Tangannya terulur memberikan sebuah kertas berisi sebuah alamat.

Satpam tersebut mengangguk. "Iya bener. Nyari siapa?"

Sang gadis tersenyum sumringah. "Saya nyari rumah Naya dan Alif. Saya temen Naya dari kampung." Gadis itu menjelaskan.

Pak satpam tampak mengernyit selama beberapa saat. Dia masih mencoba mengingat kedua nama itu. "Oooh, warga kami yang baru pindah itu? Tapi mereka nggak ada di rumah. Kamu nggak denger berita di tv?"

Gadis itu menggeleng dengan kening mengkerut. Mana mau nonton berita, tv cuma digunakan untuk nonton gosip sama sinetron doang.

"Mereka kemalangan. Rumah beliau beberapa hari lalu di bobol penculik. Pak Alif tertusuk dan istrinya diculik." Pak satpam menjelaskan.

"Waow. Diculik? Terus gimana kabar mereka? Nayanya ketemu apa nggak?" Mendengar kabar buruk tersebut membuatnya sempat bersorak di dalam hati. Dia berharap Naya tidak ditemukan atau jika ditemukan pun hanya tinggal tulang belulangnya saja. Dengan begitu, misi yang sudah ia rencanakan akan semakin mudah untuk dia lakukan.

"Sudah ditemukan. Sekarang masih dalam perawatan. Kalo mau ketemu mereka, mungkin nanti saja. Karena mereka nggak ada di rumahnya."

"Ah, saya mau menjenguk mereka sekarang. Saya udah datang jauh-jauh dari Cianjur, masa pulang dengan tangan hampa. Saya mau minta alamat mereka sekarang. Mereka di rumah sakit atau dimana?"

Menjaganya  ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang