***
Alif dan Naya baru saja keluar dari restoran. Tadi Rama menyediakan begitu banyak makanan spesial untuk sahabatnya itu. Sehingga mereka pergi dalam keadaan perut yang penuh karena kekenyangan.
"Itu tadi semuanya gratis?" Naya bertanya setelah mereka memasuki mobil.
"Nggak, aku masukin itu sebagai hutang atas namamu." Alif menyahut santai sambil berusaha memasang seatbelt nya.
Naya melotot. Ia tak jadi memasang seatbelt ketika mendengar pernyataan suaminya barusan.
"Beneran? Kok gitu sih? Padahal yang makan banyak tadi Kakak kan? Bukan aku. Kok hutangnya atas namaku?"Alif hanya menggedikkan bahunya, ia memiringkan tubuhnya pada Naya, lalu memasangkan seatbelt pada Naya yang masih terlihat shock mendengar perkataannya tadi. Padahal Alif hanya bercanda, tapi Naya menanggapinya dengan serius.
Dasar Naya polos. Di kibulin aja percaya.
Alif terkikik di dalam hati. Apalagi melihat Naya menggigiti jari tangannya.
"Gimana ni? Aku nggak punya uang sebanyak itu buat bayar tagihan makanannya. Kakak sih, kenapa malah makan di situ? Lagipula, Kakak kan suami, masa istri yang bayarin makanan suaminya? Aku kan nggak kerja kayak istri-istri sebagai wanita karir diluaran sana. Kuliah aja baru mulai. Kakaaak...gimana nii?" Naya kembali merengek. Ia meremas lengan kemeja suaminya meminta pertolongan. Tapi yang dimintai pertolongan tak terlalu mengindahkan. Ia hanya fokus pada setir mobilnya tanpa peduli dengan kegelisahan hati Naya."Lagian, dikibulin aja percaya."
"Ha?" Naya menatap Alif.
"Kan tadi udah dibilang sama Rama, kalo makanan itu, kita nggak perlu bayar. Kamunya suka nanya berulang-ulang. Meskipun itu bayar, nggak mungkin kan aku tega membiarkan istriku membayar makanan itu semua? Meskipun aku jahil, konyol, tapi aku nggak pernah biarin cewek yang bayarin makanannya." Alif menaikkan sebelah alisnya.
"Gentleman kan suamimu ini?" Tutupnya dengan memuji dirinya sendiri.
Naya menghembuskan napas lega. Ternyata suaminya cuma mengerjai dirinya. Dasar, anak siapa sih suaminya ini? Yang makin membuat Naya tidak tahan mendengarnya, ketika suaminya memuji dirinya sendiri dengan gelar gentleman. Preeet gentleman dari Hongkong? Sama kumis aja takut. Pffft... sedikitnya Mama Dinda pernah bercerita masa kecil suaminya yang paling takut sama kumis Kakek Mud. Hahaa...hancur dirimu Lif. Suatu saat Naya akan membalas dendam dengan menceritakan masa kecil konyol suaminya nanti.
"Bercandanya nggak lucu." Naya berdekap tangan. Pura-pura ngambek.
Alif mencebikkan bibirnya, meledek Naya. "Emangnya aku ada ketawa pas ngibulin kamu? Nggak kan? Berarti aku bercanda emang nggak untuk lucu-lucuan."
"Terserah deh. "Naya memilih mengalah.
"Iya dong. Orang keren mah bebas ngapain aja."
Naya memutar bola matanya malas. Ocehan suaminya yang asik memuji dirinya sendiri ia abaikan saja. Jika diladeni makin panjang cerita mereka. Jadi, diam adalah solusi terbaik.
"Habis ini kita ke mana?" Naya membuka obrolan setelah lama hening. Macetnya jalanan kota Jakarta membuat mereka terjebak di lampu merah yang padat.
"Ke hatimuu." Alif menyahut asal.
"Ih, serius Kak."
"Kita ke supermarket, beli semua barang-barang untuk di rumah. Peralatan makan, bahan makanan, daging, sayur, telur...umm." Alif tampak berpikir, menghitung barang-barang apa saja yang tidak ada di rumahnya.