Part 4

37.3K 2.8K 101
                                    



Pagi kala itu Alif memutuskan olahraga dengan berlari santai di area taman komplek perumahannya. Sepasang headset terpasang di telinga, mendengarkan irama musik klasik yang menenangkan.

Lelah, Alif mengistirahatkan tubuhnya di salah satu kursi taman. Memerhatikan beberapa pengunjung taman dengan aktivitas masing-masing. Ketika beberapa mahasiswi ayahnya berlalu melewatinya dengan tatapan tanpa kedip, sifat sok keren Alif kembali muncul.

Sebelah sudut bibirnya tersungging. Dagunya yang mulai ditumbuhi bulu-bulu halus, diusap dengan senyum penuh gaya.

“Lepasin saya! Saya nggak mau pacaran sama siapapun. Jangan ganggu saya bisa nggak, sih?”

Oh, pagi cerah Alif tercemar oleh suara cempreng milik gadis yang secara tak langsung terus membayang di kepalanya. Alif memutar bola matanya malas. Apalagi ketika matanya disuguhkan sebuah adegan drama sepasang kekasih yang sedang bertengkar. Alif berdekap tangan, berselonjor kaki menyaksikan drama itu hingga akhir.

“Gue cuman pengen minta lo jadi cewek gue. Apa lo masih nggak percaya kalo gue beneran suka sama lo? Apa perlu gue berenang menyeberangi lautan supaya lo mau percaya dengan apa yang gue bilang?”

Alif mengetap bibir menahan ledakan tawanya. “Gue berani taruhan, kalo bener dia berani berenang nyeberangi lautan, gue gadain mobil mahal gue buat dia.”

Bahkan Alif tak berpikir panjang akan kalimat yang ia ucapkan beberapa detik lalu. Baginya, tak ada pria manapun yang sanggup menyeberangi lautan dengan cara berenang. Jika ada, betapa bodohnya pria itu. Alif sebagai salah satu dari golongan mereka merasa sangat malu seandainya ada dari mereka yang rela bertindak bodoh demi seorang wanita.

Naya masih tak menyadari bahwa saat ini ia menjadi tontonan gratis Alif di salah satu bangku taman. Abhi, pria kemarin yang tak sengaja bertubrukan dengannya, tiba-tiba datang dan memaksanya menjadi kekasih pria itu.
Jelas Naya menolaknya mentah. Kenal saja tidak, bagaimana Naya bisa menerimanya? Setampan apapun pria itu, Naya tak akan pernah tergugah untuk menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih. Pacaran hanya akan menjadi penghambat besar dalam menyelesaikan pendidikannya.

Namun, Abhi tak berpikir demikian. Apapun alasan yang coba Naya berikan untuk menolaknya, ia tak peduli. Selama ini tak ada gadis manapun yang mampu menolak seorang Abhi. Hanya Naya yang berani menolaknya mentah-mentah.

“Apapun yang akan kamu lakukan, meskipun itu harus menyeberangi lautan, aku tetap nggak akan menerimamu untuk menjadi pacarku.”

Alif mengangguk-angguk. Ia memberikan dua jempol untuk prinsip yang gadis itu buat. Ketika menyadari keberadaan Alif di salah satu bangku taman, Naya berlari mendekatinya membuat Alif menaikkan sebelah alisnya. Gadis itu bersembunyi di belakang Alif, sementara pria itu tetap memasang wajah santai sembari berdekap tangan.

“Aku nggak bisa menerimamu, karena aku udah punya calon suami. Dia calon suamiku.”

Alif sontak melotot. Kepalanya berputar ke belakang demi menatap keseriusan atas perkataan yang gadis itu ucapkan barusan. Sial bagi Alif karena gadis itu telah melibatkannya dalam urusannya bersama pria tak dikenal tersebut.

Calon suami katanya?

Sementara dalam kegelisahan hati Naya, ia berharap bahwa Alif bersedia ikut bersandiwara demi membuatnya terlepas dari gangguang Abhi. Naya menggigiti bibir bawahnya, memohon pada Alif melalui tatapan matanya.

Alif mendesah. Ia paham arti tatapan gadis itu. Alif akhirnya berdiri, menepuk pundak pria yang tak ia ketahui namanya itu beberapa kali seolah memberikan kekuatan padanya untuk menerima kenyataan bahwa gadis yang ingin ia jadikan kekasih akan segera menikah. “Yang tabah, Dek. Ini ujian. Terima nasib aja kalo gadis yang kamu incar sebentar lagi akan menikah dengan saya.”

Menjaganya  ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang