Hal yang tak pernah Alif duga. Dua orang berstelan hitam lengkap dengan topeng wajah untuk menutupi wajah mereka, menenteng sebilah pisau tajam di tangan keduanya.
Ini salahnya. Kenapa dia tak mengintip melalui kaca di sisi pintu ketika bell rumah mereka berbunyi ditengah malam seperti ini? Alhasil, baru saja ia memutar kunci, tubuhnya langsung terdorong beberapa langkah ke belakang sambil mengaduh kesakitan pada perutnya karena benturan pintu yang didobrak dari luar.
"Kalian siapa?!" Alif bertanya sembari memasang siaga untuk mewanti-wanti jika penyusup itu menyerangnya.
Kedua sosok yang Alif yakini adalah laki-laki jika dilihat dari postur tubuhnya, hanya tertawa meremehkan. Suara keduanya garau dan terdengar menakutkan. Alif tidak pernah menghadapi musuh sehingga sempat membuat kedua lututnya terasa lemas. Tapi, Alif ingat jika sekarang dia harus menjadi laki-laki yang kuat. Sekarang dia tidak hanya menjaga dirinya sendiri tapi juga menjaga istrinya.
Mengingat istri, Alif sempat melirik waspada pada pintu kamarnya. Ia berharap Naya tak keluar dan memancing pria tak dikenal ini berbalik menyerang Naya.
"Apa yang kalian inginkan, ha?" Alif mulai geram. Jika mereka maling, kenapa malah diam saja di depan pintu sembari mengawasinya?
"Kami tak menginginkan anda tuan." Sahut salah satu dari mereka.
"Lalu, apa yang kalian incar? Pergi dari sini sekarang atau aku akan memanggil para warga dan kalian ditangkap." ancamnya.
Belum sempat Alif meminta bantuan, kedua penyusup itu langsung menyerang. Alif yang tak siap, terpelanting begitu saja. Bibirnya berdarah, dadanya mendadak sesak dan pening di kepala langsung menderanya.
Alif menguatkan diri bangkit. Ia meludah, mengambil sebilah kayu didekatnya dan melangkah untuk balas menyerang. Pertarungan antar ketiganya berlangsung sengit. Dua lawan satu hampir membuat Alif menyerah karena tubuhnya terkena beberapa sayatan pisau musuh. Tapi sekali lagi Alif dibayang-bayangi wajah istrinya di dalam. Dirinya tak boleh lemah. Jika dia lemah, siapa yang akan melawan penyusup ini?
Naya? Ceh, Mau ditaruh dimana mukamu Lif.
Sejenak Alif berdecak ketika sekali lagi lengannya tersayat pisau tajam musuh. Alif meringis. Darah segar mengucur di sepanjang lengannya dan menitik di lantai marmer ruang tamu.
"Kurang ajar. Nggak akan kubiarkan kalian menang." Alif maju. Kali ini pukulan mautnya telak mengenai alat vital salah satu penyusup. Karena kesal, rekan penyusup kalap lalu menyerang Alif brutal. Alif tak sadar, tiba-tiba saja pisau itu menancap mengenai perutnya.
"Rasakan. Berani-beraninya dia melukai kita." Ujar salah satu penyusup.
"Apa bos nggak marah kalo kita bikin dia mati? Kita hanya disuruh mengalihkan perhatiannya doang kan? Bukan menghabisinya."
"Abaikan. Kita hanya berusaha melindungi diri kita."
Keduanya terus berselisih pendapat mengenai perbuatan yang sudah mereka lakukan pada Alif. Alif sudah tak bisa bersuara. Jatuh meringkuk memegangi perutnya yang tertusuk. Pisau masih menancap tegak di sana. Perlahan tenaganya berkurang, Alif kehilangan kesadaran sebelum sempat bergumam menyebut nama Naya.
"Dia mati chuy. Gimana ni?"
"Udah ah, kita pergi sebelum ada yang ngeliat kita. Bisa-bisa gawat jika ada warga yang liat."
Keduanya berlari dari sana, membiarkan pintu depan terbuka. Bos dari kedua penyusup itu juga baru saja selesai menyelesaikan misinya. Dengan enteng ia memikul Naya yang tak sadarkan diri karena dibius, memasukkannya ke dalam mobil.